bagian 37

550 39 2
                                    

Flashback on :
Selesai dari toilet,
"Pic," tubuhnya terhenti, karena sebuah tangan kokoh kembali mencengkeramnya.mau tidak mau wajahnya harus memandang pemilik tangan itu.
"Apaan lagi sih Biy ?"wajah menantangnya Pica sudah memberikan jawaban,namun malah berbalik terkejut.
"Maafkan gue."wajah pemilik tangan tadi memelas, sembari melemah pegangan di tangan nya Pica.
"Atas?????" Matanya masih belum bisa sepenuhnya menutupi ke terkejut annya dengan mencari jawaban dimata cowo dihadapannya.
"Kesalahan gue, menyakiti lu."
"Heh, sodara Kemas fermipan (aslinya kemas fernando) lu gak salah ama gue kok,karena gue gak ada urusan nya sama lu lagi,lepasin gak nih tangan.!"pica menatap dengan nada mengancam.
"Sorri." tangannya kemas sudah dilepasknnnya.
Pica hendak pergi tapi keburu tangan kokoh tadi membalikan tubuhnya dan berbalik ke tubuhnya Kemas, sekuat apapun Pica melepaskan pelukan tadi, tetap saja tangannya Kemas bisa menahannya.
"Maafin gue, dan terima gue kembali sebagai cowo nya lu, gue cinta sama lu Pic, sumpah! Gue emang yang gak teges sama ka Ros tapi didalam hati, gue cinta nya sama lu." Nafasnya memburu,
"Ini toilet kafe, gue gak mau kita diciduk gara-gara dikira berbuat mesum, lepasin gak!" ancam Pica sambil terus mencoba melepaskan pelukan yang membuatnya sesak.
" Gak! Akan gue lepasin kalo lu mau maafin dan balikan lagi sama gue!"jawab Kemas dengan nada mengancam.
"Gue teriak nih."
Ancaman Pica dengan tubuh yang terus meronta mencoba melepaskan pelukannya Kemas.
Kaki kanan Pica sudah menyentak dan mengenai bagian selangkangan Kemas.
"Enak aja! Gue Pica mau di intimidasi sama cowo Banci kaya lu, gak mempan!" Jempol tangannya Pica menunjuk terbalik kebawah, tak sedikit pun wajahnya memberikan belas kasihan pada Kemas yang masih kesakitan memegang sesuatu dibagian selangkangannya.
"Picaaa...."
Pica sudah tak mempedulikan lagi ocehannya Kemas.
"Brengsek!"

Dalam perjalanan ke arah dokter dan Biya ia berpapasan dengan ka Ros.
"Ooh, lu, gak bosen apa gangguin hubungan orang!" (songong kata-katanya ka Ros.)
Senyum sinis Pica terlihat dari satu sudut bibirnya saja yang terangkat.
Sambil terus berlalu melangkahkan kaki dengan membusungkan dadanya.
"Pica!"dengan nada keras ka Ros memanggil Pica, tangannya sudah menarik pundak pica memaksanya berhadapan dengan nya.
"Pica, gak dengar gue panggil apa ! Lama lama nyolot juga lu, udah gangguin hubungan orang, sok kecakepan lagi!"
"STOP! Maaf ya ka Ros, tuduhan itu harusnya buat ka Ros kali, gue gak ikutan!"
"Ngapain lu ikut-ikutan kita makan di cafe ini, mau godain Kemas ya?"
Pica tersenyum miris melihat penguasa asrama kali ini sepertinya sedang putus asa.
"Hmmm... maaf ya ka Ros yang baik, gue ke sini bareng dokter di puskesmas!"
"Gak mungkin! Pica pica, pica gue.....
Suaranya kak Ros semakin samar terdengar sebab Pica pergi meninggalkannya disana,
"...
Flashback end.

" Heh! Melamun aja, pamali anak gadis kalo pagi-pagi melamun, bisa diambil orang tuh jodoh." Biya membuyarkan kejadian tiga hari yang lalu.
"Engg gak kok, siapa yang melamun." Pica berusaha membela dirinya sendiri.
"Iya pica gak melamun hanya bengong, makanya kedatangan kita berdua sampai gak terlihat." suara dokter Asti membuat Pica celingukan, ingin sekali dirinya menampar pipinya sendiri.
"Ooh.. ehh.. pagi dok maaf, "
"Sudah dimaafkan kok." Dokter wayan menjawabnya dengan senyuman dan pandangan matanya yang khas.
"Baik banget dokter Wayan ya Pic?"
Pica tersenyum sambil memicingkan matanya sedikit karena dirinya sebenarnya masih kikuk dengan dirinya yang kepergok melamun.
"Are you ready for today team?" Kami terpisah dengan sekat, dokter Asti dengan Biya dan dokter Wayan dengan ku.
Setiap pagi seperti ini dokter Wayan, sebuah lagu sleeping away nya Richard marx pun di putar lirih dari hapenya, dan mematikan radiomini stereo nya.
"Halo, iya mah, besok??ooh ya, hati hati."
Seperdetik kemudian wajah nya dokter wayan berubah menjadi lebih teduh, matanya yang selalu menularkan kobaran api semangat disana setiap pagi, kini sedikit mendung.
Pica bisa menangkapnya mata itu, mata yang diam diam ia curi pandang dalam kesibukan, mata itu juga yang sering kepergok mencuri pandang juga kepadanya.
Sekarang??apa yang bisa aku lakukan
"Dok!"
"Ya."Pica menunjuk stetoskop yang sudah menjelajah di dada pak tua yang sedang telentang, hanya saja dua bagian ujung yang harusnya ditelinga masih menggantung dilehernya sang dokter yang baru sadar langsung menjawab diplomatis.
"Ooh, ini, sudah hafal bunyinya tanpa harus memasukan nya wkedalan telinga saya paham diagnosanya. "
Pica hanya tersenyum mendengar jawaban barusan.
"Silahkan pak." Pica mengantarkan bapak tua dihadapannya untuk ke meja dokter.

Asrama, asmara & samaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang