bagian 41

507 33 2
                                    

Perjalanan menuju kerumah dokter wayan diisi dengan cd nya Richard marx yang 'now and forever'.
Song:

Whenever i'm weary
From the battles that raged in my head
You mad sense of madness
When my sanity hangs by a thread
I lose my way but still you
Seem to understand
Now and forever
I will be your man
Sometimes i just hold you
Too caught up in me to see
Im holding a fortune that heaven has given to me.
I'll try to show you each and every way i can
Now and forever i will be your man
Now i can rest my wories and always be sure
That i won't be alone any more
If i'd only known you were there all the me all this time
Until the day the ocean doesn't
Touch the sand
Now and forever i will be your man
Now and forever i will be your man

Pica memalingkan wajahnya ke luar kaca mobil, bisa terlihat dari kaca spion sebelah kiri, setitik bening ada di kedua sudut matanya , sesekali tangannya mengusapnya agar tak tampak menangis, gadis disebelahku terluka, terlupa, atau sedang berdoa. Entahlah yang jelas begitu menghayati, tak satu kata pun ku ucapkan atau bertanya tentang kejadian tadi, kalo didengar dilihat dan diterawang sih seperti nya ada cinta segitiga gak pake biru.
Hanya saja sepertinya pica itu pihak yang tersakiti, biasanya korban itu akan banyak diam dan yang mencintai itu lebih sedikit punya alasan. Beda dengan orang yang hanya merasa dicintai biasanya akan banyak cincong.
Derit rem akhirnya harus aku injak, setelah pintu terbuka otomatis, mobil aku parkir didepan taman di komplek perumahan ku.
Kubuka kaca jendela.
Tak terbayangkan ekspresi pica ketika tersadar dari lamunannya.

"Mana rumahnya dok?"
Wayan hanya menggelengkan kepalanya sambil menampilkan senyum terbaik nya.

"Gak usah aja deh, gak jadi minta tolong, sepertinya timing kurang pas aja deh."

"Maksudnya?" Pica melompong menatap senyum yang terukir diwajah dokternya.

"Iya gak usah aja, suasana hati kamu lagi gak bagus."kata dokter wayan memberi pengertian.

"Kata siapa boleh ngebatalin satu pihak?"tangan pica sudah meninju lengan kirinya dokter wayan.
"Lets go dok., im ready but im happy.!"
"Bwaahah."dokter wayan menatap lekat, pica hanya mendengus, akhirnya tangan satunya menyentuh kontak tangan satunya menyentuh kopling matik nya kembali melaju dengan lambat masuk ke dalam kompleks yang tadi alamatnya dikirimkan ke ketiga sahabatnya pica.
Ketiga sahabatnya ternyata sudah sampai duluan, terlihat masih di luar pagar, pica turun dari mobil, menghampirinya.

"Picaa kok bisa bareng sama dokter wayan sih?" Pica tak mau membahasnya.
"Yuk ah masuk." Dengan cueknya pica masuk ke teras, setelah pintunya terbuka hanya dengan satu komando suara pemiliknya."buka."

"Ada apaan sih pica, kok jadi serem begindang!"
Pica hanya mengangkat bahunya .
Setelah memarkir mobilnya digarasi dokter wayan mempersilahkan kami masuk ke dalam ruang tamu nya.
"Simbook." Ekspresinya hanya terbengong kayak melihat sekelompok penyamun.
"mbook."setelah beberapa kali tangannya dokter wayan diayunkan didepan wajahnya simbok, orang ytua yang memakai daster bali ini tersadar juga.
"Yang mana mas?"
Wayan malahan terkekeh sambil mempersilahkan tamunya masuk.
"Silahkan duduk dulu."
Pica, uming, duo lidi sudah menghempaskan bokong mereka di sofa putih.
"seleranya bagus juga dokter wayan ya pic."
"Husst! Hari ini belajar desi ratnasari kenapa? "
"Apaan sih pic." Uming terbengong
"No coment!"
"oh."mulutnya duo lidi membulat mendengar penjelasan pica.
"Beneran ada apaan sih pic?"
"kita lihat saja."
"Maksudnya lu juga gak tahu gitu?apa pura pura gak tahu?"pica hanya mengangguk, matanya masih sibuk melihat-lihat seluruh isi ruangan, deretan bunga kristal berada dilemari pojok dipajangan.
"Ada apaan sih pic?"
"Penasaran yaaa?"jawab pica dengan muka meledek.
"Gak tau apa pura pura gak tahu." Mulut meli mengerucut.
"Gak tahu."jawab pica ketus.
Simbok sudah membawa nampan berisi enam gelas jus, sepertinya memang sudah disiapkan dari tadi.

Asrama, asmara & samaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang