bagian 38

460 48 0
                                    

"Biar gue anterin pulang Pic."
Kemas memberikan opsi, melihat kondisi Pica yang masih menangkupkan dua telapak tangan di wajah nya.
"Enggaklah, gampang nanti."Pica menolak halus keinginan Kemas,setelah memaksa dirinya tersenyum, namun Kemas tetap bersikeras ingin mengantar sampai Pica tak bisa menolaknya. Cowo dengan gaya cool, pakaian casual, rambut di mohack, membuat dirinya sama presis adipati dolken, berjalan seolah menggiring Pica dari belakang menuju mobilnya.
"Gue gak mau ada salah paham lagi sama kak Ros. " Pica memberikan alasannya.
"Gak, sante aja."
Mobil melaju mulus dan kencang bahkan lampu lalu lintas selalu saja berwarna hijau selama perjalanan tadi. Kemas dan Pica memilih diam, memilih untuk berbicara sendiri dalam hati mereka.
Seperempat jam kemudian mobil sudah mendarat dengan selamat di depan parkiran kampus.

"Mas, ada kak Ros tuh." Tanganku menunjuk mata jengkol yang sedang melipat tangannya, memasang muka manyun.
"Udah turun aja dulu, gak usah berprasangka." Kemas membuka pintu mobilnya.
"Lu gak takut apa, wajah serem begitu."
"Udah turun aja."paksa Kemas.
Dengan ragu-ragu kakinya ia turun kan dari mobil setelah tangan kirinya membukanya. Belum juga kakinya menyentuh tanah tanpa disadarinya kak Ros sudah mendekatinya, memberi kode supaya gue dan Kemas kembali menutup pintu mobilnya, tanpa babibu gue ikutin perintahnya.
"GUE SEBEL BANGET SAMA LU KAK! LU PSIKO !!!!! pica mengumpat dalam hatinya.

"BLEB BLEB BLEB."suara pintu mobil kembali tertutup, kak Rosita duduk dibelakang kami, dengan bibir terkatup, tatapan matanya dingin dan tajam, kedua tangannya bersedekap.

"BAWA KAMI KE TAMAN."
Kemas seperti seorang supir taksi yang tak bisa menolak keinginan penumpangnya meskipun mungkin akan ada risiko disana tetap saja ia mematuhi perintahnya.
Beberapa kali ku curi pandang wajahnya kak Ros dari kaca spion mobil, wajahnya kini ia palingkan menatap ke arah jalanan yang ramai.
Taman kota terlihat sepi, larik-larik halus mulai turun dari langit, beberapa gazebo kecil juga menunggu pengunjung, pepohonan nan rindang menjadi tempat yang laris buat berteduh, mata dan langkah kami mengikuti kak Ros pergi, meskipun tanpa sepatah kata pun terlontar dari bibir kak Ros,bahasa tubuhnya seolah menghipnotis kami untuk menduduki kursi yang melingkar di meja bundar dengan payung besar bertengger diatasnya.
"Gue mau ngomong ke kalian."wajahnya diktator abis, kaya seorang pemimpin memarahi anak buah, gue dan Kemas hampir tak berani menatap mata jengkol nya.
"Gue gak ngijinin kalian berdua jadian!
Gue gak suka kalo ada yang ngalahin gue, yang melebihi gue, apalagi harus nyenggol punya gue, nyolek aja gue bacok."
Wajah pucat kami berdua mungkin seperti pesakitan dikursi yang sedang menunggu putusan hukuman mati. Merinding disko mendengar ultimatum kak Ros.
Kak Rosita juga sepertinya menyadarinya kalo kami berdua ketakutan.
"Gak usah sok ketakutan, tapi dibelakang gue kalian melakukan pengkhianatan.
Lu lu pada jangan berani beraninya mempermainkan gue. Heh Pikachu! "
Wajah pica mendongak pucat, ketika menyadari sepasang mata jengkol sedang menerobos masuk ke dalam mata Pica.
"Lu boleh jalan backstreet sama Kemas tapi dengan syarat.
1.jangan ketahuan gue, atau sampai mata gue lihat lu!"
2.barter dengan memberikan nomer hape kak Gibran."
"LU UDAH GILAK KAK! GAK MUNGKIN AKAN GUE SERAHIN KAK GIBRAN SAMA LU ORANG GILAAAAA!!!!"
Pica berteriak, berontak dalam batinnya.

"Kak, dengerin ya? Gue .."
Kemas tak diberinya kesempatan ngomong sama ka Ros.
"Lu juga Kemas, lu masih utang banyak sama gue, lu udah banyak gue bantuin ketika pramukaan dan ingat hutang budi itu dibawa mati, DIBA- WA MA-TI!!" Dari suara dan kata-katanya kak Rosita terdengar putus asa sekali,namun kemas berusaha memberanikan diri menjawab ,
"Denger dulu kak.. gue gak cinta sama lu, hati gue buat Pica, meskipun gue sendiri tau kalo Pica juga gak pernah mencintai gue." Tapi kata kata kak Ros sepertinya tak terbantahkan.
"Gak! Gak boleh ada Pica dalam hati lu, harusnya cuma ada gue, Rosita, bukan Picasa, bukan!!!"airmata kak Ros mengalir deras, setiap katanya ia tekan,
"Lu milik gue Kemas, lu gak akan gue biarin jadi milik siapapun! Ingat itu ingat itu!!!!"suaranya berhenti histeris, dadanya naik turun,suara isakan tangisnya semakin cepat. Namun kemas masih rak mau berkompromi dengan kak Ros.
"Kak, hati tak bisa dipaksa, hati juga gak bisa dibelokkan semau kita, bahkan gue udah beberapa kali pernah mencoba mempertimbangkan kaka dihati gue, tetap saja gak bisa."pundak kak Ros berguncang, airmatanya semakin deras kedua telapak tangannya menelungkup menyembunyikan wajahnya yang basah oleh airmata dan meredam suaranya. Pica juga kini ikut terisak dalam diamnya, dia juga merasa telah ikut andil dalam kondisi sekarang pada mereka.

"Gue percaya lu bisa dapetin cowo yang lebih baik lagi dari gue, gue cowo brengsek! Yang tidak bisa menjaga orang yang gue cintai, bahkan gue gak bisa menerima ketulusan cinta ka Ros, gue cowo brengsek!!seandainya saja hati ini bisa dengan cepat menerima mu kak, sudah sejak dulu gue....gue hanya merasa berhutang budi, itu saja, bahkan untuk menjadikanmu sahabat saja susah kak, apalagi harus menjadikanmu kekasih. Gue gak mau ketika terpaksa menerima nya malahan kakak semakin terluka."
Kedua tangannya kak Ros beringsut cepat memegang tangannya kemas,
"Gue mohon, sekali aja cinta i gue, bahkan untuk satu bulan, satu minggu atau satu hari sajaaa... pleeeaseee....."kata-kata ka Ros tenggelam bersama jatuhnya airmata yang deras mengucur, bibirnya bergetar, suaranya gemetar.
Kemas masih menunduk tak berani menatap mata kak Ros.
"Gue gak bisa." Sambil terus menggelengkan kepalanya Kemas menegaskan kembali jawaban singkatnya tadi. Pica juga berusaha membujuk Kemas untuk menerima permintaan kak Ros.
"Mas ...gue mohon, terima kak Ros, dia begitu mencintaimu."
Kemas menatapku dalam seolah berkata.
"Gue gak bisa! Gue cintanya sama lu Pica."
"Gak pic, gue gak mau main main dengan hati, jika gue terima cintanya kak Ros itu karena gue cinta, bukan karena ambisi, gue gak bisa, seorang cowo tak bisa menabrak egonya sendiri, apalagi memberikan hati untuk orang yang tak dicintainya, itu tak mungkin bisa!!!!" suaranya melemah, seperti memohon untuk segera dikabulkan keinginannya.

Kami kembali berbicara dalam hati kami, suara isak tangis ka Ros juga semakin jarang, mata jengkol nya tak sekriuk biasanya,tertelan oleh kelopak matanya yang membengkak, tak pernah terbayang akhirnya seperti ini,
"Harusnya gue sadar i kalo diri gue memang gak pantas untuk dicintai.." kilatan matanya menerawang jauh,
"Bahkan oleh ayah ibuku." Kak Rosita tersedu.
Gue beranikan mendekatinya, kupasang wajah paling peduli ku padanya.
"Jangan mendekat, gue udah terbiasa seperti ini, merasa paling dicintai lalu ditinggalkan."

ku urungkan niat gue, Kemas tak bergeming dengan keputusannya.
Hujan semakin deras turun dari langit, kak Ros masih berjibaku dengan bangku taman, dan gue tak tega untuk meninggalkannya, air hujan mulai merasuki baju seragamku, muka kak Ros mendongak menengadah, Kemas tak bergeming, duduk dan menatap sekeliling yang sudah mulai sepi di tinggalkan pengunjung, kami bertiga masih berdiplomasi dengan hati kami masing masing, siapa yang akan menyudahi berarti kalah, tapi siapa yang akan jadi pemenangnya, gue? Kemas? Atau kak Ros?
"Masuklah ke dalam mobil, nanti masuk angin." Pinta Kemas pada kak Ros.
"Siapa yang peduli, siapa lu?" Tangisnya pecah kembali.
"Maafkan gue kak!"
Kak Rosita hanya menggelengkan kepalanya pelan, airmatanya luruh bersama dengan air hujan,
"HAAAAAAAAAA." Teriakannya terdengar keras sekali,
Kemas sudah berada dibelakangnya kak Rosita mencoba untuk menenangkannya.
"Maafin gue, maafin gue."
Pica pergi meninggalkan dua orang dibangku taman itu, dengan perasaan yng tak bisa digambarkan, hatinya kembali terpukul dahsyat, " bahkan belum sempat kurasakan cinta sudah dibuat trauma."
ia membiarkan tubuhnya di gerayangi air hujan, yang sudah membasahi sekujur tubuhnya, ia berniat menyebrang jalan mencari taksi, atau apapun yang bisa membuat dirinya balik ke asrama, menikmati secangkir caffelate, menghapus sedikit jejak hitam hari ini.
"Picaaaa..." wajahnya ia palingkan kearah suara yang akhir-akhir ini semakin familiar.
"Ooh maaf do..." , dokter wayan ??? Ada disini jangan jangan ia melihat kejadian barusan?? Pica membatin dalam ke terkejut annya.
"Oh maaf, karena mengganggu keasikan kamu."
"Mari dok saya duluan." Tubuhnya ia jauhkan dari lelaki itu, sesekali ia menghembuskan nafas dalamnya.
"Picaaa"
"Ya dok." pica memalingkan wajahnya kembali dan menghentikan langkah kakinya, berusaha menerobos hujan, tapi terhenti saat mendongak keatas ada payung warna merah melindunginya dari guyuran air hujan.
"Bisakah saya meminta tolong??"
"Ya dok."
"Mmm, saya meminta Pica membantu saya bisa?"







Pencet bintang dan kasih coment yaa. ..
Heheheee
Duh sok kepedean nih author.... sekuel nya Pica dan asmara nya akan berlanjut di cerita baru. Buat silent reader di tunggu sekedar vote gak pp..

Love

Kenzie

Asrama, asmara & samaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang