Chap 10

1.4K 135 10
                                        

 halo adik2 kece, balik lagi. Sudah pada nunggu nggak??

nggak yah???hiks hiks hiks...ya udah aku tetep update, soalnya aku berharap kalian menantikan lanjutan cerita abal2 ini...oke happy reading yg sudah pantengin story ini

Ini hari pertama Verrel bekerja, menjadi pelayan di restoran mewah yang memiliki banyak karyawan dan gilanya itu adalah restoran ayahnya sendiri. Baru hari pertama, Verrel sudah mendapatkan begitu banyak ujian. Semua karyawan tidak ada yang memperlakukannya istimewa, seperti halnya gadis-gadis di bar. Ia diperlakukan biasa saja, bahkan lebih buruk, dengan tatapan sinis dan penuh dendam dari beberapa karyawan yang mengetahui peristiwa dipecatnya Ajeng. Verrel mendengus kesal, sudah banyak pesanan yang ia antarkan. Tapi ia harus melakukannya, jika tidak ia akan berakhir di jeruji besi lagi begitu menyedihkan.

"Nih, bawa ke meja sana. Cepat yah, jangan cuma bengong aja lo!" Perintah Brandon pada Verrel.

"Nggak, gue udah capek, kan masih banyak pelayan lainnya." Jawab Verrel.

"Eh, sopan yah lo, panggil gue senior. dan lagian lo nggak liat mereka juga lagi sibuk."

Brandon terkekeh dalam hati, Bagaimana tidak, ini adalah momen bahagia untuk membalaskan dendam Ajeng. Kalau bukan pria brengsek ini, Ajeng masih bekerja dan setidaknya memberikan semangat tersendiri bagi Brandon. Verrel mengepalkan tangannya, melempar id card karyawan yang ia kenakan. Verrel melangkah meninggakan restoran sangat kesal.

****

Ajeng menjalani tugasnya sebagai asisten dengan sangat baik. Meski tidak memiliki kualifikasi yang baik, tapi ia menunjukkan semangat dan keseriusan yang tinggi dalam bekerja. Mendampingi Al begitu baik, sebagai asisten tentunya.

"Terimakasih Ajeng, saya tidak salah memilih kamu. Kamu tahu begitu jelas mengenai bisnis ini. Bagaimana bisa?" Al membantu Ajeng merapikan beberapa map yang tersisa setelah rapat tadi.

"Oh, itu. Saya selalu menonton acara ini di Tv, bahkan saya sangat memimpikan untuk memiliki salah satu diantara yang Perusahaan Bapak selalu iklankan di Tv." Jawab Ajeng.

"Apakah saya segitu tuanya sehingga kamu memanggil saya Bapak?" Al terkekeh menatap Ajeng. Orang yang diperhatikan malah salah tingkah. Ajeng tidak sadar menghentakkan kakinya di lantai. Al menatapnya penuh telisik. Ajeng menyadari tingkahnya yang diperhatikan semakin tidak bisa mengontrol kegugupannya.

"Anu, ini. Aneh ya Pak. Saya memang begini kalau gugup".

"Jadi kamu gugup?" Al mendekati Ajeng, semakin dekat menatap bola mata indah Ajeng.

" Al saja Ajeng, kayaknya nggak pantas kamu manggil aku bapak. Aku belum bapak-bapak kan?". Ajeng hanya tersenyum mendengar ucapan Al, direktur tampannya yang membuatnya terus-terusan gugup dan berdebar

***

Verrel terduduk lesu di kursi taman belakang restoran itu. Ia membaringkan badannya yang lelah setelah pekerjaan yang cukup merepotkan. Ini kali pertamanya iaharus bekerja keras, padahal lukanya karena perkelahian di bar beberapa malam yang lalu belum sembuh. Ia menutup matanya dengan lengan bawahnya, mencoba menghalangi sinar matahari menyilaukan mata indah berbinarnya. Mencoba beristirahat sejenak kemudian terlelap dalam kedamaian tidurnya. Tuan Bramasta yang melihat anaknya dari jauh menggelengkan kepala.

"Sepertinya dia butuh seseorang untuk membimbingnya. Dia masih saja belum berubah. Masih egois, masih angkuh dan tidak bisa menerima keadaan." Tuan Bramasta mengusap wajahnya kemudian kembali ke ruangannya, memikirkan cara dan bagaimana agar putranya bisa menemukan arti hidup yang lebih baik.

***

Ajeng melangkah menuju suatu tempat. Tempat yang begitu tenang dan jauh dari kebisingan. Ia mungkin cukup lelah berjalan kaki, pasalnya bus dan angkutan umum hanya berhenti 200 meter dari tempat yang ia tuju. Ia selalu datang di tempat itu. Hanya tempat itu yang bisa menenangkannya dan sedikit mengobati kerinduannya pada Yuda. Ajeng selalu datang dengan wajah sendu, mencoba menceritakan semua yang ia alami pada tempat istimewa itu. Namun hari ini, semua telah berbeda. Ia sudah janji untuk berubah. Mencoba untuk kembali bangkit meski mungkin ia masih tertatih, tetapi bukankah itu mungkin. Ia akan terlatih meski harus terlebih dahulu tertatih.

Langkah Ajeng terhenti ketika ia melihat seseorang termenung disana. Ia bisa melihat punggung seorang pria Ajeng mendekatinya. Kali ini ia tidak akan menerka lagi kalau itu adalah pangeran kodoknya yang telah kembali. Ia sudah cukup kecewa malam itu, ketika ia memeluk dan menyebut seseorang sebagai pangeran kodoknya, yang tak lain adalah direkturnya kini. Meski ia bersyukur, orang itu adalah Al Varo Gazali, pemuda dengan sejuta pesona akan kebaikan hatinya menolongnya, dan bahkan memberikannya pekerjaan. Ajeng semakin mendekat. Pemuda itu akhirnya menoleh, menatap Ajeng dengan tatapan sendu, seolah beban berat sedang menumpuk di pundaknya.

oke...next...silahkan penasaran, siapakah pria itu???ayo, dikoment menurut kalian siapa ayo???





Arti sahabat ( Arti Cinta)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang