Di perjalanan pulang, keduanya masih sama saja, dengan diam. Al konsentrasi menyetir sedangkan Ajeng memandangi sekitar yang ia lewati. Menyandarkan kepalanya di pintu mobil, menutup mata dan menarik nafas pelan. Kegiatan hening di dalam mobil itu terhenti ketika mobil Al kini tepat di halaman rumah kontrakan Ajeng. Ajeng membuka pintu, turun dengan perlahan sebelum Al mengeluarkan kata-kata.
" Ajeng, ada yang ingin saya bicarakan. Apa saya boleh meminum teh di rumahmu?" Al bertanya dengan lembut dengan senyuman mempesona. Dia memang selalu mempesona di semua suasana, tak peduli apapun itu yang ia kerjakan.
" Tapi rumah saya begini Pak. Saya..."
" Al saja Ajeng. Ayo masuk." Al melangkah penuh percaya diri, melewati Ajeng yang kini sedang berjuang melawan kegugupannya.
" Silahkan duduk Pak, eh Al. Saya ke dapur dulu buat minum." Al tersenyum. Ajeng melangkah menuju dapur. Beberapa menit kemudian, Ajeng muncul dengan membawa mampan berisi secangkir teh dan sepiring cake yang dibuatnya tadi pagi sebelum ke kantor. Al meminum teh beberapa teguk memakan beberapa cake seperti orang biasa. DIa terlihat berbeda, menanggalkan jauh status sosialnya sebagai konglomerat. Ajeng hanya tersenyum menjawab terimakasih ketika Al berkali- kali memuji cake buatannya.
" Seharusnya kita bicarakan ini tadi di taman itu. Tapi sepertinya kau terlalu menikmati keindahan dan kenangan di sana. Aku jadi ikut menikmatinya. Kau tahu Ajeng, tempat itu yang pertama kali aku datangi sendiri ketika tiba di Jakarta. Aku buta dengan Indonesia. Aku besar di PAris. Tapi aku tetap menunjukkan jati diri sebagai orang Indonesia. Bibi yang merawatku orang Jawa Asli, jadi kami menggunakan bahasa indonesia ketika di rumah."
Ajeng juga bingung, bagaimana Al bisa datang ke taman malam itu. Menyaksikan kelakuan bodohnya yang memalukan. Ajeng menggeleng pelan. Al menatapnya penuh telisik lalu kemudian terkekeh.
" Kau tak usah malu Ajeng, setiap orang punya kenangan akan masa lalunya. Bukankah sangat menyenangkan bisa mengenang masa lalu kita." Al kembali meneguk tehnya. Ajeng hanya terdiam, selalu seperti itu. Entah karena rasa hormat karena Al adalah pimpinannya, entah karena ia malu pernah bertingkah konyol di depan Al, entah karena Al pernah menolongnya berkali-kali, atau karena hal lain atau kekagumannya pada pemuda tampan itu.
" Jadi begini Ajeng, aku mendengarmu di taman tadi. Awalnya aku memang tahu kamu pasti punya masalah. selalu murung dan melamun di kantor. Waktu perjalanan pulang, aku tidak sengaja melihatmu berjalan menuju taman itu. Aku melihat kakimu terluka, jadi aku berniat membawakan hansaplast, tapi aku malah mendengar celoteh seorang gadis. Bahkan gadis itu berteriak. hahaha"
Ajeng membuang pandangannya karena malu. sedangkan Al tertawa kecil, Lelaki itu sukses membuat Ajeng merona karena malu.
"Aku pikir Ajeng hanya bisa berkata Maaf dan terimakasih, ternyata ia cukup cerewet ketika sendirian yah. " Al kembali meneguk tehnya, setelah itu memperbaiki posisi duduknya dan terlihat serius.
"Kamu orang yang baik Ajeng. Kamu bahkan masih memikirkan perasaan mantan direkturmu, memikirkan nasib karyawan dan perusahaannya, bahkan kamu masih memikirkan anak direktur yang sudah menyakiti dan membuatmu dipecat. Kamu lakukan menurutmu yang terbaik Ajeng, saya tidak akan keberatan dengan semua keputusanmu. Jangan buat dirimu terbebani."
Kata-kata Al bagai sebuah penyejuk di tengah dahaga panjang, bagai sebuah oase di tengah padang pasir. Bagaimana mungkin sosok sesempurna ia bisa berpikir begitu bijak. Ditengah kegiatannya yang terpesona pada lelaki itu, Ajeng langsung tersadar. Bukankah ia berjanji akan membalas jasa Al, bekerja membantunya, dan Al juga membutuhkannya karena Al masih baru disini. Ajeng kembali tertunduk.
" Tidak Al, aku udah janji mau ngebantuin kamu, Aku tidak akan berhenti."
Al hanya terdiam, sepertinya Ajeng memang seorang yang tidak akan mengingkari kata-katanya. Al berpikir sejenak, kemudian tersenyum ke arah Ajeng seolah menemukan solusi yang brilian atas permasalahan Ajeng.
" Kalau gitu begini saja Ajeng. Kamu kembalilah bekerja di restoran itu, menyelamatkan perusahaan dan karyawan disana, dan kau juga tetap bisa membantuku."
" Bagaimana bisa Al? Aku tidak mungkin bisa bekerja di dua tempat sekaligus", tanya Ajeng.
" Bisa Ajeng, kau kan sebagai asistenku. Kau bisa membantuku dari tempatmu bekerja. Bicaralah dengan direkturmu agar kamu bisa pulang jam tiga, setelah itu kamu bisa membantuku kan?"
Ajeng berpikir sejenak. Ide yang ditawarkan Al cukup brilian. Al meneguk sisa tehnya sampai habis, sebelum akhirnya hampir tersedak ketika Ajeng bersuara.
" Maaf, terimakasih."
"Kau selalu mengatakan itu Ajeng." Al dan Ajeng tertawa.
Ajeng sangat bersyukur bertemu dengan sosok hebat seperti Al, meski kadang itu membuat Ajeng bimbang, mengapa lelaki ini begitu baik padanya, padahal ia baru saja mengenalnya.
Keesokan harinya Ajeng menemui Pak Bramasta, meminta pertimbangan mengenai usul Al. Pak Bramasta terlihat senang, Ajeng memang wanita yang sungguh bertanggug jawab. Ia rela berkorban untuk kebaikan orang lain. Ajeng mendapat kesepakatan dari Pak Bramasta, jika Verrel sudah berubah maka ia boleh menentukan pilihannya. Ajeng bisa kembali ke perusahaan Al, bekerja sepenuhnya.
flash back off
Ajeng terperanjat ketika suara bass yang terdengar cukup mengusik kegiatan melamunnya.
" Heyyy, bukannya bekerja lo malah asyik melamun,, CK ckck,,,papah tuh kena dukun lo kali ya sampai bisa terpengaruh sama lo." Verrel berdiri di samping Ajeng dengan kedua tangan ia masukkan ke dalam saku celananya.
" Hey, ini kantor yah. Gue ini atasan lo Tuan besar. Jadi berhenti bersikap tidak sopan dan angkuh di depan gue. Gue nggak mau yah, ngelihat anak kecil manja nangis merengek karena harus didepak dari ayahnya. Ngerti lo?" Ajeng mendekati Verrel meletakkan tangannya dipingggang seolah siap meladeni Verrel. Verrel mendengus kesal, menatap Ajeng penuh kesal.
"Kita liat aja, siapa yang bakalan nyerah nona Galak." Verrel juga mendekati Ajeng mengangkat wajahnya seolah menantang.
" Oke, kita lihat saja bocah manja." Ajeng berlalu meninggalkan Verrel, namun sebelum itu sempat menyenggol Verrel. Ajeng berjalan masuk ke restoran dengan tawa kecil penuh puas. Verrel mengacak rambutnya penuh frustasi.
"Cewek galak,,,agh..."
Bagaimana bagian ini, dapet yah feel berantem ala tom and jerry versi ajeng dan Verrel...wkwkwk
Al luar biasa yah,,,Ada nggak yah di dunia nyata yg kayak gitu. Purely lelaki idaman banget...
lanjut,,,KOMEN DAN VOTE yah readers kece...

KAMU SEDANG MEMBACA
Arti sahabat ( Arti Cinta)
Romanceini kisah tentang PERSAHABATAN DAN CINTA. dua kata yang berbeda namun memiliki makna yang sama besarnya. SAHABAT DAN CINTA, di dalamnya sama-sama ada sayang, namun dengan racikan yang berbeda. Bagaimana ketika hidup mengaruskan kita memilih, antara...