Chap 26

1K 118 6
                                    

Al mengemudikan mobilnya. Ia memutuskan keluar dari apartemennya untuk mencari udara segar. Sebenarnya Al merasa sangat gusar. Ia mengutuk dirinya sendiri yang begitu bodoh karena tak bisa mengungkapkan perasaannya sendiri. Ia masih ragu dengan perasaannya. Bagaimana sosok gadis manis itu terus saja menguasai pikirannya, padahal ia baru saja mengenalnya. Gadis raph yang begitu baik di matanya. Al memukul strir mobilnya. Ia yang selama ini selalu terihat tenang, kini sedang gusar. Semua perasaan itu bergejolak di dalam dada bidangnya. Rahang kuatnya terlihat mengeras.

Verrel mengambil gitarnya. Ini sudah tengah malam, dan ia masih saja belum bisa menutup matanya. Peristiwa di restoran malam tadi masih terus berulang muncul di depannya. Ia merasa sangat bersalah dengan kata- kata kasar yang telah ia lontarkan pada Ajeng.  Jari panjangnya memainkan senar gitar dengan lihai, menatap langit dari  jendela kamarnya.

Well you only need the light when it's burning low
Kau butuh cahaya hanya saat gelap datang menjelang

Only miss the sun when it starts to snow
Rindukan mentari hanya di saat salju mulai turun

Only know your lover when you let her go
Mengenal kekasihmu hanya saat kau melepaskannya


Only know you've been high when you're feeling low
Mengerti bahwa kau bahagia hanya saat kau sedang bersedih

Only hate the road when you're missin' home
Membenci jalan hanya saat kau rindu rumah

Only know your lover when you've let her go
Mengenal kekasihmu hanya saat kau tlah melepaskannya


And you let her go....
Dan kau pun melepaskannya

Suara bass Verrel mengalun merdu di tengah lelap semua orang. Verrel tidak tahu mengapa jarinya begitu saja memetik kunci lagu itu. Mulutnya pun kompak menyanyikan syairnya dengan penuh penghayatan. Tiba- tiba Verrel menghentikan lagunya, menyimpan gitar di atas kasur kemudian terlihat tergesa-gesa meninggalkan kamarnya dan berlari keluar kamar.


Ajeng terus berjalan. Melangkah gontai dengan tatapan kosong. Membiarkan dingin malam kembali memeluk tubuh mungilnya.

"Yud....gue butuh lo...Gue kangen Pangeran kodok. Gue butuh lo."

Ajeng terus saja melangkah, melewati jalan yang sudah sepi. Ini jam 1 malam dan ia tak tahu harus kemana. Ia membiarkan kakinya melangkah begitu saja. Ia sudah lelah, sangat lelah. Kakinya tak mampu lagi untuk melangkah. Air matanya masih tetap saja mengalir dari sudut mata indahnya.


Al menghentikan mobilnya. Ia tidak tahu mengapa ia tiba- tiba ada di tempat itu. Tempat itu adalah di depan rumah Ajeng. Ia melirik jam tangannya, sudah jam 1 malam, ia tidak mngkin masuk membangunkan Ajeng. Lagipula apa tujuannya? Ia sama sekali tidak tahu mengapa ia harus menemui Ajeng. Al melihat lampu rumah Ajeng masih menyala. Apakah Ajeng belum tidur? Apakah ia juga sedang gelisah sepertiku? Apakah Ajeng baik- baik saja? Dia sangat sedih tadi, mungkinkah ia sedang terpuruk sekarang? Al terus saja mengeluarkan pertanyaan- pertanyaan itu pada dirinya sendiri. Hinnga sebuah ketukan menyadarkannya dari lamunannnya. Verrel menurunkan kaca mobilnya.

"Kenapa mas?" Tanya seorang bapak- bapak. Mereka berempat terihat sedang ronda.

"Anuh...em...Pak..." Belum sempat Al meneruskan kata- katanya, seorang lain berbicara.

"Oh tamunya Ajeng yah? Iya nih yang sering mengantar Ajeng malam- malam kan?" Tanya seorang yang berseragam hansip. Al hanya mengangguk perlahan.

"Oh, Ajeng sudah pergi mas. Saya juga tidak menyangka Ajeng seperti itu. MAs ini salah satu pelanggannya yah?" Tanya sang hansip.

Al terkejut. "Pelanggan? Maksudnya Pelanggan apa yah Pak? Trus Ajeng pergi kemana?" Al mulai gelisah.

"Ya elah mas, nggak usah pura- puralah. Si Ajeng diusir dari sini, takut kompleks kita kena bencana membiarkan perempuan nakal tetap tinggal di sini."

Pakkkkkkkk,,Kata- kata itu bagai sebuah batu besar menjatuhi Al. "Ajeng perempuan nakal? Diusir? Kenapa Ajeng? Kenapa bisa?" Al mencengkram stir nya cukup kuat. Otot- otot lengannya terlihat. Ia sedang marah, frustasi dan entah apalah itu.

"Kasihan ya Si Ajeng, padahal dia sangat baik, bagaimana dia bisa bekerja kotor seperti itu." Lanjut yang lain kemudian pergi meninggalkan Verrel yang sedang berkutat dengan dirina sendiri.

Al menekan nomor Ajeng berkali- kali tapi tidak ada jawaban.

"Plis Ajeng, kamu dimana? Kamu baik- baik saja kan?" Al membanting stirnya kemudian berusaha menelusuri jalan, berharap menemukannya. Ajeng, si Nona maaf yang sekarang menguasai pikirannya dan juga hatinya.


Ajeng merelakan segalanya. Pasrah dengan keadaan apapun yang akan terjadi padanya. Jika pun ia harus bertemu dengan ibunya sekarang. Ia sudah ikhlas. Ia sudah tidak memiliki alasan untuk hidup. Ajeng menutup matanya dengan tangan kanannya. Mencoba menghalangi sinar dari sebuah truk yang mendekat dan menghempaskan tubuhnya. Semakin dekat dan.....


wah,,,sedihnya Ajeng. Kaka Author sampai baper lo saat ngetiknya. Ngebayangin kondisi Ajeng tadinya yang menyedihkan dan kini malah .....

silahkan di VOTE dan KOMEn baru author lanjut.

INFO PENTING YA GUYS,,,,AKU punya story baru judulnya "LET HIM GO", Storinya ALKi juga cast nya,, Sebenarnya ini sudah lama aku buat, waktu masih SMA dan lagi suka-sukanya bikin cerpen. Aku ingat-ingat kembali ceritanya dan sekarang aku ganti castnya jadi ALKI,,,Yah, story ini sempat jadi favorit teman2 ku waktu sekolah, semoga kalian juga suka. Yang story ARTI SAHABAT juga tetap update kok...jangan resah,,,heheheh....ditunggu yah....


Arti sahabat ( Arti Cinta)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang