Ajeng berjalan lemah, kondisi fisiknya masih belum pulih ditambah kenyataan menyakitkan bahwa kekasihnya Yuda dan juga sahabatnya Kevin telah lebih dulu menyusul orangtuanya ke surga. Ajeng merapikan selendang yang menutupi kepalanya. Sesekali ia menoleh, menarik nafas pelan berharap Tuhan memberinya kekuatan yang lebih besar. Ajeng tahu ia tak seenuhnya senidri. Ada sahabat- sahabatnya yang akan selalu memberinya kekuatan, mendampinginya dan merangkulnya ketika ia tertatih melangkah.
Ajeng menatap dari jauh, lelaki tampan yang dulu dianggapnya sebagai bocah angkuh. Ajeng tersenyum puas, tugasnya telah berhasil ia kerjakan. Tanggung jawab akan janjinya pada pak Bramasta untuk mengubah anaknya yang angkuh dan egois itu telah sukses. Ajeng tak salah. Bahwa kelak pak Bramasta akan bahagia memiliki anak yang bertanggung jawab seperti Verrel. Setelah itu. matanya kembali menatap Nina, sahabatnya yang selalu ada sejak dulu, sayang kini Chika tak lagi berdiri di samping Nina. Ajeng harus segera menjelaskan pada Chika bahwa ia sangat menyayangi Chika. Bahwa bukan kuasa Ajeng, jika Yuda dan Kevin harus meninggalkan mereka dengan cepat. Senyuman Ajeng melingkar sempurna, bahkan terlihat tertawa. Yah, lelaki dalam bayangan bola matanya adalah Brandon. Sahabat yang baru dikenalnnya beberapa tahun lalu di restoran. Sahabat yang selalu memberinya tawa dan keceriaan dengan tingkah konyolnya. Sahabat baru yang selalu memberi warna baru dalam kehidupan Ajeng. Brandon, sahabat yang sangat menyayanginya dengan tulus seperti yang lainnya.
Langkah Ajeng semakin dekat, ketiganya memasang wajah cemas. Dalam benak ketiganya muncul berbagai tanda tanya. Apakah Ajeng bisa menerima kenyataan itu? Apakah Ajeng akan bangkit dan tetap berjuang kembali. Ataukah Ajeng kembali semakin menyedihkan. Semua ketakutan itu timbul di benak sahabatnya itu.
"Ajeng." Lirih Nina.
Ajeng tak menjawab. Ia melangkah cepat memeluk Nina erat. Tersenyum manis pada Verrel dan Brandon.
"Ajeng..." Verrel menatapnya.
"Terimakasih telah ngasi gue kekuatan. Kalian adalah sahabat terbaik. Gue beruntung memiliki kalian." Ajeng tersenyum, mengusap air matanya yang jatuh membasahi pipinya.
"Jadi cuma Nina nih yang dipeluk. Kasihan banget sih, cowok setampan gue dianggurin." Brandon menyeletuk dan sontak dibalas jitakan oleh Nina.
Verrel menatap lekat wajah Ajeng, begitupun Ajeng. Dalam pandangan yang beradu itu, Verrel tahu persis, bahwa tatapan cinta yang sempat ia temukan di mata Ajeng bukan untuknya lagi. Verrel akan memulai semuanya dari awal lagi. Berjuang untuk mendapatkan cinta Ajeng. Berjuang membahagiakan gadis cantik di depannya.Sedangkan bagi Ajeng, ada sekelumit beban lain di sana. Bahwa ia merasa bersalah pada Verrel sekaligus berterimakasih untuk semua pengorbanan Verrel untuknya. Tapi Ajeng tak bisa memungkiri, bahwa ia tak bisa memberikan hatinya untuk Verrel. Bahwa ia telah jatuh pada hati orang lain. Hati pemuda tampan mempesona yang kini tak lagi ia bisa tatap mata indahnya. Dia, Al.
Mobil Verrel meluncur ke restorannya. Mengantarkan Brandon dan Nina kembali bekerja. Brandon dan Nina turun dari mobil.
"Ajeng, lo balik kerja lagi dong. Restoran nggak seru nggak ada lo. Lo tau kan nggak ada yang bsa gue percaya bisa nyebut nama gue dengan benar. Jadi plis lo balik lagi. Nih temen lo taunya cuma ngomel terus." Brandon menunjuk Nina, Nina membalasnya dengan sikutan tepat di perutnya.
"Awas yah lo." Gerutu Nina.
"Aduh, ayang Brandon atit nih Nina. Ayang Ajeng, Nina nakal nih. Jahat sama ayang Brandon." Brandon memasang wajah pura- pura sedih yang membuat Verrel dan Ajeng yang masih di dalam mobil terkekeh.
"Ajeng, kalau lo udah baikan, lo balik lagi yah. Gue juga seneng banget kalau ada lo." Nina mencubit pipi Ajeng.
"Iyah, Ajeng bakal datang lagi kok. Lagian, bukan hanya Nina yang makin bawel semenjak Ajeng nggak ada. Lo tau kan oma- oma dan opa- opa itu makin menjengkelkan. Nanyain Ajeng mulu nggak jelas." Verrel menambahkan.
"Ya udah, kalian kerja yang bener. Nanti gue janji bakalan balik lagi nemenin kalian." Ajeng tersenyum dan disambut senyum sumringah oleh ketiganya.
Mobil Verrel melaju kembali, ia akan mengantarkan Ajeng ke rumah kontrakannya. Nina dan Brandon melangkah masuk kembali akan menjalani tugasnya di restoran.
Ayah Al melihat dari jauh mobil mewah itu berhenti di depan rumah gadis itu. Nampak gadis itu turun kemudian melambaikan tangan kepada orang yang sedang mengemudi. Tersenyum mengantar kepergian mobil itu dari pandangannya. Ayah Al menarik nafasnya panjang kemudian menghembuskannya dengan berat. Lelaki dengan beberapa uban di rambutnya itu melangkah, mengikuti langkah gadis itu yang kini hendak membuka pintu rumahnya. Dan saat gadis itu mengetahui keberadaannya dan menoleh padanya. Ayah Al terdiam. Ia tak mampu berkata apa- apa. Rangkaian kalimat untuk menjelaskan semuanya pada gadis itu kini seolah menguap di udara.
Gadis manis dengan tatapan yang penuh kasih sayang itu seolah menambah rasa bersalahnya pada pemuda itu. Gadis di depannya menatapnya penuh tanya, namun kemudian memberinya senyuman yang hangat. Senyuman seorang wanita yang tulus yang tak pernah ia dapati setelah istrinya meninggal.
"Maaf, bapak cari siapa?" Tanya gadis di depannya lembut.
Ayah Al menarik nafasnya. Ia tak tahu harus memulai dari mana semua itu. Gadis di depannya sangatlah lembut dan mengiris hatinya. Tapi ia harus melakukannya. Meminta maafnya agar anaknya bisa melewati semuanya dengan mudah. Ia tahu, bagaimanapun ia berjuang menyembuhkan Al, jika ia masih menyembunyikan kebenaran itu, maka semuanya tak akan berjalan dengan baik. Meski harus terpenjara dalam jeruji besi pun, ia rela asalkan ia bisa melihat anaknya kembali menatap dunia.
"Pak....Bapak nyari siapa? "
Kembali gadis itu bertanya padanya, dan lelaki itu akhirnya menjawab dengan nafas yang berat.
"Saya mencarimu nak." Ucapnya yang kemudian membuat gadis di depannya menatapnya heran.
Sudah diupdate...comennya yah!!!
KAMU SEDANG MEMBACA
Arti sahabat ( Arti Cinta)
Romanceini kisah tentang PERSAHABATAN DAN CINTA. dua kata yang berbeda namun memiliki makna yang sama besarnya. SAHABAT DAN CINTA, di dalamnya sama-sama ada sayang, namun dengan racikan yang berbeda. Bagaimana ketika hidup mengaruskan kita memilih, antara...