Chap 42

982 101 26
                                    


Al memukul stir mobilnya, berteriak kencang seperti sangat marah. Entahlah, ia sedang marah pada apa atau siapa. Ia hanya ingin melampiaskan semua beban yang sedang menghimpitnya. Al menatap sekitarnya. Ia hanya sendiri sekarang. Di tempat itu. Tempat yang mempertemukannya pertama kali dengan Ajeng. Tempat yang selalu membuat kakinya melangkah menenangkan diri di sana. Al berlutut di tanah berumput itu. Ia menutup matanya dengan kedua tangannya.

"Agh...Kenapa semua ini harus terjadi padaku Tuhan?"

Bayangan Al kembali mengingat gadis itu. Gadis yang ia temui di rumah kecil sederhana itu. Saat ia ingin mencari tahu mengenai siapa pemilik jantung itu, justru ia mendapati kenyataan bahwa orang yang bisa memberinya informasi telah meninggal. Gadis itu kekasihnya. Dan Al tak ingin membuat luka gadis itu semakin dalam. Ia memutuskan pergi, dengan tangan hampa dan tak tahu harus bagaimana lagi ia menemukan siapa sebenarnya orang yang telah mati untuknya.

***

Verrel keluar dari ruangannya. Ia menghampiri Nina dan Brandon yang sedang bersiap- siap untuk pulang.

"Nin, gue mau ngomong sama lo." Ucap Verrel.

"Woe, nggak liat gue lo? Nina doang?" Seloroh Brandon ketus.

Yah, walaupun Verrel kini direktur mereka, tapi Brandon dan Verrel tak lagi saling memandang sebagai musuh. Sejak Ajeng koma selama tiga bulan, Brandon akhirnya ikhlas melepaskan Ajeng dan merelakannya bersama Verrel. Mereka bersama menjaga Ajeng. Verrel yang berubah drastis sikapnya. Verrel yang setiap saat menjaga Ajeng jika tidak sedang di kantor. Verrel yang selalu menggenggam tangan Ajeng dan berdoa sambil menangis untuk kesembuhan Ajeng. Brandon dan Nina menyadari itu. Mereka sangat menyayangi Ajeng, tapi pria angkuh dan sombong itu juga sangat menyayangi Ajeng. Verrel lah yang setia di saat- saat kritis Ajeng selama ini.

"Lo juga boleh ikut Brand." Jawab Verrel datar.

Brandon memanyunkan bibirnya kesal dengan pengucapan namanya yang semua orang selalu menyingkatnya, kecuali Ajeng. Hanya Ajeng yang bisa mengucapkan namanya dengan jelas, lengkap dan lugas.

"Soal Ajeng?" Tanya Nina.

"Apa gue harusnya nyerah yah? Maksud gue, kayaknya gue egois kalau nggak ngomong sejujurnya ke Ajeng. Gue bukan Yuda yang Ajeng harapin dan cintai." Verrel tertunduk.

"Yah, itu kan bukan mau lo Rel. Kalau kita ngomong yang sebanarnya trus Ajeng kembali sakit, apa itu nggak lebih berbahaya?" Nina menatap dalam wajah frustasi Verrel.

"Iya bro. Lagian kan kita udah berusaha. Biarin Ajeng yang ingat semuanya. Gue harus jujur nih, gue salut sama lo bro. Yah, lo luar biasa rela jadi orang lain demi orang yang lo cintai." Brandon menepuk pundak Verrel.

"Iya Rel, gue sebagai sahabatnya Ajeng seneng banget ada lo yang jagain Ajeng. Biarin Ajeng ingat semuanya dengan perlahan." Nina menambahkan.

"Nggak tau aja lo bro, gimana sakitnya gue. Gue yang tiap hari ketemu dia, belain dia kalau lo lagi betingkah, eh dia juga nggak ingat gue. Bahkan saat dia buka mata trus liat gue, dia kira gue cowok barunya Nina."

"Haha, Thanks guys. Yah walaupun dulu gue nyebelin, anggap ini hikmah dari sakitnya Ajeng. Gue bisa nemuin sahabat baru kayak Ajeng dan kalian. Walaupun pada akhirnya Ajeng bakalan ninggalin gue, gue tetep akan ngejar dia, sebagai sahabatnya." Verrel memasang senyum manisnya dan sontak Brandon kembali menepuk lengannya.

***

Ajeng berjalan pelan. Mengurangi kecepatan langkah kakinya. Ia kembali merasakan dadanya bergemuruh. Pemuda itu, pemuda yang akhir- akhir ini selalu datang dan menatapnya dengan tatapan berbeda. Ajeng sendiri bingung, mengapa ia selalu ingin ke taman itu sendiri. Ajeng merasakan sakit di dadanya, saat melihat pemuda itu menangis.

Arti sahabat ( Arti Cinta)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang