Ajeng sedang menunggu di depan rumahnya, saat jam menunjukkan pukul empat kurang 10 menit, mobil Al sudah berhenti di depan rumahnya. Al turun dari mobil menghampiri Ajeng yang sedang mematung.
"Lagi-lagi jantung aneh ini berdebar. Aduh Ajeng, kontrol, kontrol." Batin Ajeng.
Al tersenyum, lagi-lagi mempesona dan selalu begitu.
"Maaf yah nona maaf, kamu harus ikut soalnya aku nggak tau jalan ke Bandung." Ajeng kembali mengontrol rasa gugupnya. Ia hanya cengengesan kemudian tersenyum.
"Itu kan sudah kewajiban saya Al." ucap Ajeng.
"Ya sudah silahkan naik nona maaf." Al membukakan pintu mobilnya untuk Ajeng. Ajeng hanya memasang senyum mencoba menutupi rasa gugupnya di dekat pemuda tampan ini.
Mobil Al berlalu menuju kota kembang Bandung. Mereka lagi- lagi akward. Tak ada yang berani memulai pembicaraan. Al fokus menyetir sementara Ajeng memandangi setiap sudut jalan yang dilaluinya. Mobil Al akhirnya tiba di tempat tujuan. Setelah perjalanan panjang selama empat jam, akhirnya mereka tiba di Bandung. Al dan Ajeng turun dari mobil bersamaan. Menemui rekan bisnis yang akan berkerjasama dengan perusahaan Al. Mereka menuju hotel tempat Al dan rekan bisnisnya berjanji untuk bertemu.
"Maaf, saya Al Varo Ghazali, saya ingin bertemu dengan Pak Adipati." Al bertanya pada recepsionis hotel.
"Oh, Bapak sudah ditunggu beliau. Siilahkan, kami antar." Seorang karyawan hotel mengantarkan mereka.
Mereka menuju bagian restoran hotel itu. Di sana banyak tamu hotel yang sedang menikmati makan malam, mengingat sekarang sudah jam 7 malam. Karyawan itu menunjukkan meja orang yang akan ditemui Al. Ajeng mengucapkan terimakasih kepada karyawan itu dan menuju meja yang dimaksud.
"Selamat malam Pak Adipati, saya Al Varo Ghazali dari Grand Paradise." Al menyapa seorang pria yang usianya sekitar 30 tahun. Penampilannya menarik, gaya seorang bos muda yang keren. Pemuda itu berdiri menjabat tangan Al, kemudian mempersilahkannya duduk. Al mempersilahkan Ajeng duduk dengan menarik kursi keluar kemudian memasukkannya kembali saat Ajeng sudah siap untuk duduk.
"Oh Pak Al. Saya tidak menyangka pimpinan perusahaan ternama itu adalah pemuda yang sangat tampan dan masih sangat muda. hahaha". Ucap Lelaki itu.
"Ah, bapak biasa saja. Saya hanya menggantikan dadi saya untuk sementara. Dia sangat sibuk di Paris. Al saja supaya kita bisa akrab, sepertinya umur kita juga tidak jauh berbeda." Mereka tersenyum. Dua pemuda itu terlihat akrab.
Adipati mengalihkan pandangannya ke Ajeng. "Wah istrimu cantik juga Al, darimana kamu mendapatkan bidadari sepertinya." Adipati terus memandang Ajeng. Ajeng hanya tertunduk saat mendengar ucapan Adi, merasa canggung dilihat oleh rekan kerja Al tersebut.
Verrel yang menyadari itu kemudian bersuara. ''Oh, dia bukan istri saya Adi, dia wanita baik hati yang bersedia membantu saya selama di Indonesia."
"Saya asistennya Bapak AL pak." Ucap Ajeng.
"Wah beruntung sekali kamu dibantu asisten semanis dia. Bisa tertunda semua pekerjaan kantor melihat wajah manisnya." Adi menambahkan.
Ajeng merasa tidak enak dengan tingkah laku Adi. Ia terus memandangi Ajeng dengan mata nakalnya. Ia memang tidak tampak seperti seorang direktur. Rambutnya dibiarkan gondrong dan terlihat ada tato di bawah lehernya yang terlihat karena kancing atas kemejanya terbuka.
"Dia tidak pernah mengganggu Adi. Bahkan pekerjaan saya menjadi mudah berkat bantuannya." Al memandang wajah Ajeng. Ia tersenyum manis pada Ajeng, berharap Ajeng bisa menghilangkan perasaan tidak nyamannya. Al dan Adi melanjutkan pembahasan mengenai kerjasama mereka.
"Baiklah, sepertinya sudah malam, kami harus kembali lagi ke Jakarta. Silahkan dibaca berkas-berkas ini. Sisanya akan saya fax ke kantormu. Semoga kita bisa bekerja sama dengan baik." Al bangkit dan menyalami Adipati.
"Baiklah, padahal kita belum makan malam." Adi kembali menatap Ajeng. Al yang menyadari itu segera berdehem.
"Nanti saja Adi, kita akan makan malam bersama nanti." Al tetap tersenyum meski sebenarnya ia sudah gerah dengan kelakuan Adi. "Kami pamit." Sambungnya.
"Baiklah, jangan lupa ajak juga asisten cantikmu itu." Adi menaikkan alisnya. Al mengepalkan tangannya sebelum akhirnya berusaha mengontrolnya dan menggandeng Ajeng meninggalkan meja itu.
Ajeng dan Al sudah berada di dalam mobil. Al belum menyalakan mesin mobilnya. Ia terdiam kemudian menatap Ajeng yang sepertinya terlihat murung.
"Maafkan saya Ajeng. Saya tidak tahu Adi itu seorang yang bersikap tidak sopan pada wanita." Al menatap Ajeng lekat, memasang wajah penuh sesalnya. Ajeng menatapnya balik. Bukan ini yang Ajeng harapkan, membuat Al merasa bersalah padanya, padahal itu bukan salahnya.
"Al, ini bukan salahmu. Aku tidak apa-apa kok." Ajeng menunjukkan ekspresi bahagianya. tersenyum begitu manis, memberi isyarat kepada Al bahwa ia baik-baik saja.
"Terimakasih Ajeng." Al kembali tersenyum kemudian mengalihkan pandangannya ke depan kemudi mobilnya. Menyalakan mesin dan melajukan mobilnya.
Al memarkirkan mobilnya. Ajeng terlihat heran melihat ini bukan rumah kontarakannya dan juga bukan apartemen Al. Ini sudah di Jakarta. Ajeng baru menyadari itu karena ia sempat tertidur di perjalanan. Ajeng melihat Al yang sudah turun dari mobil dan berputar ke sebelah kiri, membukakan pintu untuk Ajeng dari luar. Ajeng masih bingung, mengapa Al datang ke restoran tempatnya bekerja. Ajeng akhirnya turun setelah beberapa lama berkutat dengan asumsinya sendiri.
"Kita makan dulu, tadi aku sudah sangat lapar tapi tidak ada nafsu makan melihat si Adi." Al memegangi perutnya. Ajeng tertawa pelan. Wajah Al begitu lucu dengan ekspresi laparnya yang seperti anak kecil, tapi tetap saja mempesona.
Mereka memasuki restoran itu. Nampak ramai pengunjung dan karyawan di sana. Ajeng dan Al duduk di kursi sebelum akhirnya matanya bertemu dengan Verrel. Verrel memandang Ajeng dari jauh cukup lama, sebelum akhirnya ia mengalihkan pandangannya pada lelaki tampan di depan Ajeng. Verrel terlihat berbeda. Wajahnya memerah, nafasnya menderu dan ia merasakan atmosfer tubuhnya meningkat.
"Dia siapa sih? Kelihatannya mereka sangat akrab. Dasar nona galak, pasti ia sudah memasang wajah palsunya yang terlihat polos untuk memperdaya lelaki itu." Batin Verrel.
Ajeng memandang Verrel dari jauh, sesaat emosinya naik lagi mengingat perlakuan dan kata-kata kasar Verrel tadi siang.
"Mengapa mood ku yang lagi bagus ini harus drop lagi melihat bocah manja itu?" Batin Ajeng.
ayo...verrel kenapa tuh readers???
Cieh Al Ajeng dinner romantis nih,,,cieh cieh....

KAMU SEDANG MEMBACA
Arti sahabat ( Arti Cinta)
Romanceini kisah tentang PERSAHABATAN DAN CINTA. dua kata yang berbeda namun memiliki makna yang sama besarnya. SAHABAT DAN CINTA, di dalamnya sama-sama ada sayang, namun dengan racikan yang berbeda. Bagaimana ketika hidup mengaruskan kita memilih, antara...