Chap 13

1.3K 131 8
                                    

Ajeng mendampingi Al rapat dengan beberapa pemegang saham. Al memang bukan sebagai Direktur utama, ia hanya akan menggantikan ayahnya untuk beberapa waktu, sementara ayahnya mengurus bisnis lain di Paris. Al memperhatikan Ajeng yang sedari tadi terlihat murung dan tidak bersemangat. Sesekali Ajeng bahkan terlihat melamun dan tidak memperhatikan jalannya rapat. Al menghampiri Ajeng setelah rapat selesai dan berjalan sukses.

" Kamu kenapa Ajeng? Sakit? Kalau iya, kamu pulang saja istirahat, nanti saya minta yang lain membantu saya." Al duduk di kursi kerjanya, menyandarkan kepalanya di kursi. Ajeng duduk di sofa yang tak jauh dari kursi Al.

"Tidak Pak, saya tidak apa-apa. Maafkan saya."

Al terkekeh. "Apa kamu hanya bisa mengatakan itu saja? Maaf, terima kasih?"

Ajeng terlihat bingung, bagaimana ia bisa mengatasi ini semua? Ia belum menemukan cara untuk mengatasi masalah Kevin dan Chika, semalam ia mendapatkan kejutan lagi oleh perkataan tak terduga Pak Bramasta. Ia masih bingung harus bagaimana menyikapi permintaan Pak Bramasta.

Ajeng, Dia satu-satunya harapanku yang juga harapan seribu lebih karyawan yang menggantungkan hidup di perusahaan ini. Bagaimana bisa, seorang yang angkuh egois sepertinya bisa memimpin perusahaan dengan baik. Yang ada ia akan bertindak seenaknya dan membuatku kehilangan harapan. Kembalilah bekerja Ajeng. Bekerja di restoran. Bantulah anakku menemukan jati diri yang baik. Saya mohon Ajeng. Kamu akan menjadi manager di sana dan membimbing dia dengan baik.

kata-kata itu terus terngiang di pikiran Ajeng. Bagaimana mungkin ia kembali bekerja di sana, sedangkan ia telah bekerja bersama Al disini. Ia juga bingung, setidaknya ia tidak memberikan penolakan semalam. Al yang melihat tingkah Ajeng berdehem singkat.

"Hari ini kita akan melakukan tinjauan ke lokasi baru pembangunan selanjutnya. Ada beberapa partner kerja yang meminta persentasi pembangunan kita. Jadi setelah ini kamu boleh pulang dan kembali kesini besok pagi jam tujuh. " Ajeng mengangguk iya sebelum akhirnya meminta pamit pulang meninggalkan atasan mempesona nya itu.

***

Ajeng meletakkan tas nya di atas rumput. Membuka high heelsnya kemudian mengecek luka di tumitnya. Yah, Ajeng belum terbiasa memakai heels, tapi itu terpaksa ia pakai karena rekomendasi dari toko tempatnya membeli pakaian untuk bekerja di kantor Al. Belum lagi ia berjalan begitu jauh karena angkot yang ia tumpangi mogok di tengah jalan, jadinya ia berjalan kaki cukup jauh ke taman itu. Kulit kakinya sedikit mengelupas dan berdarah, itu karena gesekan heelsnya. Ajeng merebahkan badannya di atas rumput, menutup matanya menikmati semilir angin memeluk tubuh mungilnya kemudian mencoba mengingat kembali permasalahan yang telah membebaninya.

" Bagaimana ini? Aku tidak mungkin mengatakan kepada Al kalau aku diminta bekerja kembali di restoran itu, tentu itu sangat tidak sopan. Bagaimanapun aku sudah banyak berhutang budi padanya. Ia sudah menolongku berkali-kali bahkan menawarkan pekerjaan yang sangat baik. Tapi, bagaimana dengan Pak Bramasta? Bagaimana dengan rstoran itu. Apa yang akan terjadi jika anak itu betul tidak bisa memimpin dengan baik. Tentu akan banyak orang yang akan kehilangan pekerjaannya. Nenek dan kakek itu juga pasti tidak bisa lagi menikmati makan di restoran dengan perlakuan anak itu yang sombong dan kejam. Ah...Aku harus bagaimana Tuhan?" Teriak Ajeng meski dengan nada yang tak terlalu tinggi.

" Kamu harus mengobati lukamu dulu Ajeng, baru kamu menentukan langkah."

Ajeng membuka matanya, seseorang sedang membungkuk di atasnya. Tersenyum dan menyodorkan plester luka ke arahnya.

***

Hari ini Verrel kembali bekerja, namun ia tetap saja angkuh. Melayani pengunjung dengan wajah datar bahkan dengan ekspresi tidak ingin. Brandon terlihat sangat kesal, pemuda itu selalu bisa melawannya ketika ia ingin mengerjainya. Apalagi hari ini ia sendiri, karena Nina sedang ada kuliah. Hari itu Pak Bramasta mengunjungi cabang lain restoran. Jadinya Verrel bertindak seenaknya dan hanya banyak duduk bersantai karena para karyawanpun masih terlihat segan menegurnya. Ia, awalnya mereka ingin membalas kelakuan Verrel, tapi setelah kejadian kemarin saat seorang karyawan membangunkan Verrel yang tidur di taman belakang, ia mendapat perlakuan kasar. Verrel memarahinya habis-habisan dan bersumpah akan memecatnya nanti ketika ia sudah menjadi direktur. Jadilah tak ada satupun karyawan yang berani, kecuali Brandon dan Nina yang memang masih memperlakukannya sama, meski Verrel lebih banya mengelak.

Semua karyawan tahu akan hal itu. Verrel putra tunggal Pak Bramasta dan akan menjadi Direktur selanjtunya. Mungkin Verrel sengaja dipekerjakan agar dia bisa mengenal lebih jauh restoran dan karyawannya sebelum mengambil alih pimpinan. Jelas para karyawan kecewa, setelah sebelumnya mengira Verrel sengaja disiksa untuk membalas perbuatannya pada Ajeng.


oke...seru nggak???Lanjut nggak nih???

ayo vote dan komen yah!!



Arti sahabat ( Arti Cinta)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang