Chap 19

1.2K 120 6
                                        

Kevin memandangi foto persahabatannya waktu SMA dulu. Lima Tahun lalu, saat mereka melewati masa remaja yang begitu indah. Persahabatan yang begitu kokoh hingga tak ada satupun yang mampu menumbangkannya. Kedua bola matanya fokus pada dua wajah. Itu gambar Ajeng dan Yuda yang berdiri berdampingan, tammpak senyum bahagia terukir di bibir kedua pasangan yang dulu sangat berbahagia ini. Kevin mengusap gambar Ajeng.

"Maafin gue Ajeng." Lirihnya.

***

Motor Al berhenti tepat di depan rumah Ajeng. Ajeng turun dari motor, Al ikut turun. Al berdiri tepat di depan Ajeng tersenyum manis.

"Terimakasih. Maaf merepotkan." Ajeng menatap Al. Al hanya terkekeh.

"Iya nona maaf, nona terimakasih. Istirahatlah. Terimakasih juga telah merawatku. Ehm, bubur buatanmu sangat lezat. Selamat tidur, nona maaf." Al membalikkan badannya menaiki motornya. Belum sempat Al memakai helm, Ajeng menghentikannya.

"Al..." Panggil Ajeng. AL berhenti dan menoleh ke Ajeng.

"Ini." Sambil memberikan sweater ia pakai tadi. "Terimakasih. Hati-hati."

Al memakai sweater itu tersenyum manis sekali lagi kepada Ajeng. Tangan Al reflek mengacak rambut Ajeng pelan kemudian menarik gas motornya dan berlalu membelah jalanan Jakarta. Ajeng terdiam, terpaku, mulutnya bungkam. Lelaki sepertinya hobi membuat jantung Ajeng bergerumuh. Membuat pipi Ajeng merona dan sekali lagi sukses mengalihkan dunia Ajeng yang pernah terpuruk. Pemuda dengan sejuta pesona yang merubah mood buruk Ajeng ketika di restoran harus menghadapi tingkah menyebalkan Verrel menjadi cair karena senyuman memikatnya.

Pemuda itu Al, Al Varo Ghazali.

***

Restoran Bramasta sudah ramai meski masih pagi. Terlihat sekelompok orang lanjut usia datang bergerombolan, beriringan masuk. Hari itu, Nina tidak masuk, dia sudah izin untuk cuti beberapa hari karena ingin mempersiapkan sidang akhirnya. Brandon juga izin pulang ke Surabaya, ayahnya sedang sakit. Verrel terlihat sudah siap-siap, takut sang manajer galak mengamuk pagi-pagi mengubah mood nya jadi lebih buruk. Ajeng sedang sibuk di dapur restoran, mengatur beberapa pesanan catering yang akan diantarkan yang lain. Verrel melihat sekelompok lansia itu sudah mengambil tempat. Ia menelisik berkali-kali agar pelayan lain yang melayani lansia itu, namun ia melihat tak ada yang bergerak. Beberapa sedang sibuk dengan pengunjung lain. Ia tetap berdiri mematung, mencoba menghindar menunggu pelayan lain saja, namun seorang karyawan mendekatinya,

"Hey cepatlah lo layanin mereka." perintah kasir yang menggantikan Brandon dan Nina.

"Ogah, tunggu yang lain aja. Gue malas berurusan sama nenek-nenek bawel." Verrel malah duduk santai.

"Lo nggak lihat yang lain sedang sibuk? Cepetan sana, mereka itu pengunjung setia restoran ini, lo mau manajer marahin lo?"

Verrel terdiam kemudian berdiri, melangkah dengan wajah sangat kesal. Menghampiri para lansia itu.

"Mau pesan apa?" Tanyanya datar. Nenek-nenek dan kakek itu sontak menghentikan pembicaraan mereka, menatap Verrel kompak.

"Hey bukankah kamu anak sombong itu? Dasar tak tahu diri." Seorang nenek terlihat memandang Verrel lekat. Verrel sontak kaget, mendengar dirinya merasa dihina.

"Iyya dia anak kurang ajar itu. Mau apa dia disini?" Yang lain menambahkan. Anggota rombongan lain terlihat saling berbisik.

"Aduh, nenek dan kakek, kesini mau memarahi saya atau mau makan? Kalau tidak mau makan, silahkan peergi!" Verrel menghentikan pembicaraan rombongan itu.

"Dasar anak kurang ajar!" Seorang kakek terlihat marah dan ingin menampar Verrel. Verrel memasang wajah menantang. Tiba-tiba seorang datang menghampiri mereka.

"Halo nenek, kakek." Terdengar suara yang ramah menghentikan amarah para orangtua itu. Verrel berbalik mendapati Ajeng sedang memasang senyuman manisnya.

"Halo nona manis." Jawab mereka kompak.

"Kami kira kamu sudah dipecat.?"tanya seorang nenek, yang lain mengangguk.

"Anak kurang ajar ini kan yang membuatmu dipecat." Sambung seorang nenek yang menunjuk tepat di depan wajah Verrrel. Verrel mengepalkan tangannya geram.

"Oh...hahaha, aduh Ajeng mana bisa meninggalkan restoran ini, Ajeng kan sudah janji akan menemani nenek sama kakek. Ajeng berpikir bagaimana kalau ada yang ingin makan steak tapi tidak bisa mengiris steak nya. trus, jangan sampai kalian berani makan daging terlalu banyak dan meningkatkan kolesterol kalian. Makanya Ajeng tetap akan mengontrol kalian. Jangan senang dulu yah, walaupun Ajeng dipecat, kalian tetap akan berada di pengawasan Ajeng." Ajeng bertolak pinggang, memandangi nenek- nenek dan kakek- kakek itu memperingatkan. Rombongan itu tertawa.

Verrel meninggalkan rombongan yang sedang tertawa lepas itu dan seolah tak menganggapnya ada.

"Dasar, memang ia cocok sama para akik akik itu. Cewek bawel dan galak."

Verrel kembali duduk santai sambil memperhatikan Ajeng yang aktif menjadi pembicara dirombongan itu. Kakek2 dan nenek2 itu terlihat mendengarkan seksama sesekali tertawa terbahak-bahak. "Dasar cewek aneh".

Ajeng menghampiri Verrel yang terlihat sedang mengotak atik hp nya. Verrel melihat begitu banyak sms dari teman-teman wanitanya di bar yang sudah seminggu tidak ia temui. Bagaimana bisa, kini Verrel bukan si milyuner lagi. Ia tak punya fasilitas apa-apa kecuali hp. Mobil-mobil mewahnya diparkir digarasi rumahnya. Semua kartu kreditnya disita, tentu akan memalukan ia kesana dengan tangan kosong, malah mungkin ia akan berakhir di jeruji besi lagi seperti yang lalu.

"Hey, cepet sana bawa daftar ini ke chef di dapur. Kemudian bawa ke meja mereka." Ajeng mengagetkan verrel. Verrel tetap diam, menutup matanya membalikkan badan. " Hey bocah manja, cepet lo." Teriak Ajeng.

"Ogah gue, noh akik-akik bikin gue gerah, suruh pelayan lain noh." Tolak Verrel.

"Lo nggak liat yang lain sedang sibuk? Dan hanya lo yang nganggur tuan manja." Verrel geram terus-terusan dipanggil bocah manja. Ia bangkit kemudian mengambil catatan di tangan Ajeng dengan paksa.

"Dasar cewek galak, bawel banget kayak nenek2, pantesan temennya akik-akik". Verrel melangkah menuju dapur. Ajeng menarik nafas dalam-dalam kemudian membuangnya pelan. Pemuda itu cukup merepotkan, bahkan lebih susah mengaturnya dibanding rombongan lansia itu.

"Sabar Ajeng, Ini cuma sementara aja kok. Pokoknya lo harus berusaha demi Pak Bramasta, demi Restoran yang udah ngasi lo makan ini. Demi para karyawan yang menggantungkan hidupnya disini. Demi mereka lo harus tahan Ajeng. Tahan."

Ajeng mengelus dadanya pelan, menatap punggung Verrel. Pemuda tampan namun begitu angkuh dan sombong. Pemuda yang selalu menguji kesabarannya dan menaikkan tensi darahnya tiap hari. Pemuda dengan segala sifat menjengklekannya. SI Angkuh dan sombong yang tidak bisa menghargai orang lain.

Dia, Verrel Bramasta.

chap pertama yang diupdate hari ini,,,next???







Arti sahabat ( Arti Cinta)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang