Chap 14

1.2K 127 9
                                    


Restoran mewah itu sudah terbuka. Beberapa karyawan terlihat sibuk dengan pekerjaan mereka masing-masing. Verrel melangkah santai. Ia sama sekali tak merasa bersalah meskipun sudah terlambat satu jam. Restoran itu buka jam 7 pagi dan selalu ramai oleh pengunjung yang singgah untuk sarapan. Beberapa dari kalangan pekerja kantoran, pegawai negeri bahkan mahasiswa yang singgah untuk menjanggal perut sambil menikmati hidangan spesial restoran mewah itu. Restoran itu juga menjadi salah satu pilihan yang banyak diminati beberapa perusahaan untuk catering karyawan.

Verrel masuk ke dalam restoran itu, menghampiri beberapa karyawan yang sedang sibuk. Ia masih tetap memasang tampang datarnya, yang mungkin bagi orang yang baru melihatnya menganggap itu sangat cool. Seseorang terlihat keluar dari ruangan direktur dan tiba-tiba.

" Hey, ini jam berapa? Kamu sudah terlambat satu jam. Sekarang buruan kerja!" Seseorang itu melemparkan seragam restoran ke depan Verrel. Semua karyawan terkejut tak percaya dengan apa yang sekarang dilihatnya.

"Tinggalkan kebiasaan manjamu itu Tuan!" Sambung orang itu dengan penekanan di setiap kata-katanya. Verrel bangkit, wajahnya memerah.

" Hey, lo kan...Ngapain lo nyuruh-nyuruh gue? Lo siapa? Lo kan udah dipecat." Verrel marah.

" Iya, saya memang sudah dipecat jadi pelayan disini, tapi saya sekarang adalah manajer disini. Atasan kamu Tuan."

Semua orang semakin terkejutnya, berkali-kali lipat. Pertama, Ajeng datang dan dengan berani memarahi sang putra mahkota. Kedua Ajeng mengeluarkan statement yang mengejutkan.

" What?? Manajer? Jangan ngimpi lo!" Verrel menunjuk wajah Ajeng. Ajeng menepisnya dengan kasar.

" Anda yang bermimpi tuan, sekarang adalah kenyataan. Saya manajer restoran di cabang ini. Paham?" Nina dan Brandon mendekati Ajeng, berbisik pelan untuk memastikan kebenaran ucapan Ajeng, sebelum akhirnya Pak Bramasta menengahi keadaan yang sudah mulai memanas itu.

" Jadi perhatian. Mulai hari ini saya akan melepaskan cabang ini untuk sepenuhnya di urus oleh manajer baru dan saya akan fokus pada cabang lain yang masih perlu dikembangkan. Dan perkenalkan Nona Rahayuki Ajeng manajer baru kalian." Pak Bramasta menjelaskan, semua karyawan bertepuk tangan bahkan Nina dan Brandon terlihat sangat histeris.

"Come on Pah...nggak mungkin."  Verrel mendekati Pak Bramasta.

" Jadi sekarang Ajenglah pemimpin utama cabang ini. Dia sama seperti saya yang harus kalian hormati. Semua keputusan dan kendali ada di tangan Ajeng. Ajeng, mulai sekarang Saya menyerahkan sepenuhnya tanggung jawab restoran ini padamu. Saya yakin kamu bisa memimpin dan mengelolanya dengan baik." Pak Bramasta tersenyum, dibalas senyuman dari Ajeng sambil membungkukkan badannya.

" Pasti Pak, Ajeng yang terbaik. Nina dan Brandon kompak kemudian menatap Verrel dengan tatapan penuh dendam. Verrel membuang nafas pasrah.

***

Ajeng sedang menceritakan mengenai mengapa ia sampai kembali lagi ke restoran itu. Tiba-tiba hp nya berdering. Ajeng tersenyum, itu adalah orangnya.

"Iyya walaikum salam pak. Eh Al. maaf."  Ajeng terlihat salah tingkah dan kemudian berjalan keluar saat Brandon dan Nina menginterogasinya lewat tatapan mata.

" Bagaimana? Beres kan?" Tanya Al

" Iya Pak terimakasih banyak. Eh Al."

" Al Ajeng, kita kan bukan di kantor. Kamu yah, taunya cuma dua kata itu saja, maaf dan terimakasih. Saya harus banyak-banyak belajar dua kata itu padamu nanti. Bye".

Tut tut...Ajeng menutup telponnya. Tersipu malu atas perlakuan istimewa atasannya itu. Ajeng sungguh tak menyangka Al begitu mempesona, bukan hanya dari tampilan fisiknya, tapi juga kepribadiannya. Ajeng sangat yakin, dia pria yang sangat langka di dunia ini.

flash back

" Kamu harus mengobati lukamu dulu Ajeng, baru kamu menentukan langkah."

Ajeng membuka matanya, seseorang sedang membungkuk di atasnya. Tersenyum dan menyodorkan hansaplast ke arahnya.

Ajeng merapikan rambut dan pakaiannya yang sedikit berantakan karena baring di rumput. Lelaki itu mendekat dan duduk di sebelahnya. Menatap Ajeng cukup lama sebelum kemudian meraih kaki Ajeng. Ajeng terperanjat, berpikir apa yang akan dilakukan lelaki ini padanya? Sebelum akhirnya Ajeng hanya pasrah diam terpaku melihat tangan atletis itu dengan lembut menempelkan hansplast di kakinya.

" Nah. sudah. Jangan menyiksa dirimu kalau itu tidak nyaman buat apa kau pakai?"

Lelaki itu mengalihkan pandangannya ke depan. Menatap lurus danau kecil yang jernih dan tenang. Ajeng masih terbelalak, jantungnya berdebar lebih cepat dan cepat lagi. Ia duduk mengangkat lututnya diatas. Tidak sengaja menghentak-hentakkan kakinya di rumput. Laki-laki itu melihatnya sekilas kemudian terkekeh.

" Terima kasih Pak." Ajeng tetap menatap laki-laki itu.

"hegh..Terimakasih. Kamu gugup?" Lelaki itu tiba-tiba menoleh ke arah Ajeng. Ajeng terperanjat. Mata mereka saling bertemu, jelas sekali wajahnya merah merona dan juga kebiasaan dengan kakinya ketika gugup. Ajeng langsung membuang pandangannya berharap eksperinya tidak terlihat. Lelaki itu mengalihkan pandangannya kembali ke danau.

" Al saja Ajeng, ini bukan kantor." Lanjutnya.

Dan setelah itu Al mengantarnya pulang, melihat kondisi kaki Ajeng dan juga waktu yang menunjukkan sudah malam. Mereka terlalu asyik menikmati pemandangan di danau itu, meski hanya terdiam dan tanpa kata-kata. Mereka hanya sibuk dengan diri mereka masing-masing, melawan rasa gugup yang menggerogoti. Di perjalanan pulang itulah Ajeng mendengarkan kalimat luar biasa itu. Kalimat yang sungguh membuatnya telah mengubah pemikirannya tentang lelaki tampan. Bahwa lelaki tampan pun juga ada yang baik, bahkan sangat baik. Buktinya seseorang di dekatnya itu, Al Varo Gazali.

agh,,,so sweetnya AL dan Ajeng...Lanjut nggak yah...nggak usah deh biar readers nya penasaran...wkwkwkkw

komen dan vote yang banyak yah biar rasa penasarannya hilang..hehehhe







Arti sahabat ( Arti Cinta)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang