Chapter 30

53 5 0
                                    

Aku sedang berada dimall bersama Nathan. Mall yang pernah ku datangi dan mall ini tempat Nathan menembak ku. Nathan menggandeng tangan ku. Sudah 1 jam aku dan Nathan hanya mengelilingi mall ini tanpa tujuan.

"Nath, kita mau kemana sih?" Tanya ku. Kaki ku sudah terasa pegal.

"Kamu kenapa? Capek ya?" Tanya Nathan. Aku mengangguk.
"Yaudah duduk dulu deh." Aku duduk dibangku panjang yang sudah disediakan dimall ini.

Aku menatap Nathan. Nathan sedang sibuk dengan ponselnya. Aku memutar bola mata. Aku tidak suka keheningan.

"Kamu sibuk banget sih sama ponsel kamu. Udah ah mending pulang aja." Ucap ku.

"Jangan dong sayang. Sebentar dulu dong. Ayok ikut aku." Ucap Nathan.

Nathan menarik lengan ku. Terpaksa aku harus mengikutinya. Entah Nathan ingin membawa ku kemana.

Kini aku dan Nathan sudah berdiri didepan toko 'Muslim'. Aku menatap Nathan. Nathan tersenyum kepada ku.

"Kenapa kamu bawa aku kesini?" Tanya ku.

"Masuk aja udah." Ucap Nathan.

Aku dan Nathan pun masuk kedalam toko itu. Nathan menyodorkan jilbab syar'i  berwarna hitam. Aku mengerutkan kening. Untuk apa Nathan menyodorkan jilbab sebesar itu. 

"Coba lah. Kamu kan dipesantren akan menjadi wanita muslimah." Ucap Nathan. Aku masih bergeming.

Akhirnya Nathan memakaikan jilbab itu ke kepala ku. Untung saja aku memakai baju panjang jadi terlihat cocok.

"Bagaimana? Cantik kan?" Tanya Nathan. Aku menatap diri ku dicermin. Cantik sangat. Aku mengangguk.

"Kamu belajar yang benar dipesantren. Gak boleh terpaksa. Yakin kamu akan terbiasa kalau sudah lama tinggal disana." Ucap Nathan. Aku mengangguk.

"Pakai ini. Ini buat kamu sayang." Ucap Nathan. Aku tersenyum.

"Kamu mau pilih jilbab mana? Silahkan kamu pilih. Nanti yang bayar urusan belakangan." Ucap Tian.

Aku hanya mengambil 3 jilbab berwarna hitam, putih dan biru muda. Aku tahu Nathan belum bisa mengikhlaskan aku pergi dan menjauh. Ku tatap matanya. Matanya sejak tadi terus terusan berair. Aku jadi ikut sedih melihatnya.

"Nath. Kamu sedih ya saat aku ingin pergi?" Tanya ku saat sudah berada diluar toko itu.

"Hhmm?" Nathan bergumam meminta untuk diulangi pembicaraan ku yang tadi.

"Tatap aku dong." Ucap ku. Membuat yang tadinya Kami sedang berjalan menjadi terhenti. Nathan menatap ku.

"Kamu sedih ya?" Tanya ku.

"Gak. Aku udah ikhlas Kok." Ucap Nathan. Aku mengangguk.

Kami melanjutkan perjalanan yang sempat terhenti. Aku berjalan dibelakang Nathan. Sejak tadi aku melihat Nathan, Nathan sekali mengusap wajahnya kasar. Seperti ada sesuatu yang ia pikirkan. Aku menggenggam tangan Nathan. Hingga membuatnya tersentak. Lalu menatap ku dan tersenyum.

"Mikirin apa sih?" Tanya ku. Nathan menggeleng.

"Pulang yuk! Aku capek." Ucapnya. Aku mengangguk.

☆☆☆

Papi POV

Sebenarnya aku tidak tega memasuk kan Anak perempuan ku satu satunya ke dalam pesantren. Tapi Bagaimana lagi? Dia harus dididik menjadi perempuan baik dan sholehah seperti mamanya.

Bukan! Bukan aku tidak menyayanginya. Aku sangat menyayangi Revi. Tapi ini adalah yang terbaik untuk dia. Aku melihat pelipis ku.

Suara ponsel ku membawa ku ke alam nyata. Aku menatap panggilan masuk itu. Tian menelpon ku untuk apa?

"Hallo"

"Hallo pi."

"Ada apa kamu telpon? Bukannya kamu bilang tadi kamu pulang bareng teman mu?"
"Bukan, Bukan soal itu. Apa Papi gak mau dipikir pikir dulu soal memasuk kan Revi ke pesantren?"
"Sebenarnya Papi tidak tega memasuk kan Revi ke pesantren. Tapi Bagaimana lagi? Dia Anak perempuan. Kabur kaburan itu tidak baik. Mamanya tidak pernah mengajarkan anaknya untuk lagi dari masalah. Harusnya jika ada masalah itu disesaikan baik baik. Bukan main kabur kabur aja."

"Iya juga sih Pi. Tapi Papi coba dulu. Bicara baik baik dengan Revi. Mungkin saja Revi luluh dan menuruti apa omongan Papi."

"Hhmm... benar juga Apa kaya kamu. Biar nanti Papi coba ya. Terima masih nak."

"Baik kalau gitu Tian mau pulang dulu ya Pi."

"Kamu baru mau pulang?"

"Iyaah Pi."

"Yaudah hati hati. Pulang kerumah saja ya Tian. Papi sudah tidak marah lagi dengan mu."

"Baik Pi. Assalamualaikum."

"Wa'alaikum salam."

Sambungan terputus. Benar juga apa mata Tian. Aku harus bicara baik baik dengan Revi. Bisa saja dia luluh dan mau merubah sikapnya.

☆☆☆

Revi POV

Aku sudah Sampai dipekarangan rumah. Nathan membuka kan pintu untuk ku. Aku tersenyum kepadanya. Aku melihat ada mobil Valen dan Andre terparkir dihalaman rumah. Mungkin mereka sudah pulang dan rindu bertemu dengan ku. Aku memasuki rumah. Pintu rumah tidak ditutup. Biasanya kalau tidak ditutup ada tamunya.

"REVII!!" Pekik Valen dan Andre. Mereka menghampiri ku lalu memeluk ku.

"Eh? Jangan sentuh sentuh pacar gue." Ucap Nathan sambil mendorong Valen dan Andre. Valen dan Andre menatap Nathan tajam. Tatapan Nathan lebih tajam dibanding mereka berdua.

"Eh? Nath mereka sahabat ku. Valen dan Andre namanya." Aku memperkenalkan Andre dan Valen.

"Gue Nathan."

"Gue Andre dan ini temen Gue Valen."

Aku menatap mereka bertiga. Seperti tom and jerry. Aku mengambil lengan Nathan dan menyuruhnya bersalaman dengan Andre dan Valen. Akhirnya mereka bersalaman.

"Duduk atuh. Kenapa diri gini?" Aku mempersilahkan mereka duduk.

"Mau minum apa?" Tanya ku.

"Udah disiapin sama Tian." Jawab Andre dan Valen serentak. Aku hanya ber-oh ria. Aku berjalan ke arah dapur untuk menuju kamar ku.

"Hai Yan." Saat aku Sampai dapur aku melihat Tian sedang mengaduk sirup yang baru saja dibuat.

"Hai. Dari mana kamu?" Tanya Tian.

"Aku dari mall tadi sama pacar aku. Oh Iya gelasnya tambahin satu lagi buat pacar aku." Ucap ku. Tian mengangguk.

"Aku mau keatas dulu ya." Lagi lagi Tian mengangguk.

Aku masuk ke dalam kamar dan meletak kan belanjaan yang tadi dibeli oleh Nathan untuk ku. Aku turun kembali ke bawah.

Aku tersentak saat melihat Tian sedang mencengkram kerah baju Nathan. Aku segera mendekat dan memisahkan mereka.

"Hei? Ini kenapa coba?" Tanya ku berusaha melepaskan cengkraman Tian.  Tapi nihil sekali gagal. Aku menatap Valen dan Andre yang sedang tertawa terpingkal pingkal.

"Kalian tuh apa apaan sih. Lagi berantem malah diketawain." Ucap ku.

"Tian lepasin dong. Jangan kaya gini." Ucap ku. Aku masih berusaha melepaskan cengkraman Tian. Akhirnya Tian melepaskan cengkramannya juga.

"Ada apa sih ini?" Tanya ku. Aku melihat sudut bibir Nathan mengeluarkan darah segar.

"Yampun kamu Kok--" Aku memotong pembicaraan ku dan menatap Tian tajam.

"Apa sih yang bikin kamu sampe gak bisa ngendaliin emosi?" Tanya ku. Tian hanya menggedik kan bahu.

Aku membawa Nathan ke sofa depan TV. Aku mengisyarat kan Nathan untuk duduk. Aku mengambil kotak obat lalu mengobati luka Nathan. Sesekali Nathan meringis dan mengaduh kesakitan.

☆☆☆☆☆☆☆☆☆☆☆☆☆☆☆☆☆☆☆

Meet And Greet Jadi CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang