Chapter 38

54 4 0
                                    

Malam ini aku sedang duduk manis didepan teras ditemani secangkir teh hangat buatan bunda. Angin malam menerpa wajah, membuat anak rambut ku berterbangan.

Aku menyesap teh buatan bunda. Hangat dan manis. Aku merasa ada menangkup pipi kanan ku. Rasanya hangat dan nyaman. Aku memejam kan mata.

"Tidur lah manis. Kau bisa masuk angin jika berlama lamaan diluar lalu diterpa angin malam." Mata ku yang tadinya terpejam kini membuka. Mendengar suara Azka. Ya! Aku tidak salah dengar itu suara Azka.

"Azkaa...!" Teriak ku.

Tangan yang menangkup pipi ku sudah terlepas. Aku yakin sekali yang menangkup pipi ku adalah Azka.

"Bundaa... Bundaa..!" Teriak ku. Aku meraih tongkat yang ku sandarkan di kursi sebalah.

"Kenapa Rev?" Tanya bunda.

"Bunda antar aku ke kamar." Ucap ku. Bunda menuntun ku dan mengantar ku ke kamar.

Sekarang kamar ku pindah. Kamar yang ku tempati sekarang adalah kamar milik Mas Revo. Dan Mas Revo tidur dikamar ku.

Aku dan Mas Revo memang bertukar kamar. Papi yang menukarnya. Kata papi dengan keadaan seperti ini kamu memaksa untuk tetap tidur diatas? Tidak. Begitu katanya. Ya sudah sebagai anak yang baik dan berbakti aku menurut saja apa kata Papi selagi itu yang terbaik untuk ku.

Aku duduk ditepi ranjang. Rasanya hari ini begitu lelah dan sangat lelah. Aku membaringkan diri diranjang.

"Bun.." ucap ku lembut.

"Iya sayang?"

"Ah? Aku kira bunda sudah keluar. Aku ingin tidur. Apa bunda masih ingin tetap disini?" Tanya ku.

"Tidak sayang bunda juga lelah bunda akan tidur. Selamat malam sayang." Ucap bunda lalu mencium kening ku. Aku menarik selimut hingga leher. Dan akhirnya aku pun terlelap.

☆★☆

Tak terasa hari mulai pagi. Aku menyibak selimut tebal yang selalu menemani ku sepanjang malam. Aku berdiri dan meraih tongkat ku.

Aku memutuskan untuk mandi. Setelah itu mungkin aku hanya duduk diruang TV atau diteras. Tidak ada pekerjaan lain.

Apa aku sekolah? Tidak. Aku telah berhenti sekolah. Ya! Sedih memang. Tapi ini aku yang memintanya. Papi menurutinya.

Setelah selesai dengan ritual mandi ku. Aku langsung berpakaian. Berpakaian yang bukan santai. Aku memakai rok selutut bewarna biru pastel. Serta sweater berwarna putih bergambar kumis. Aku sangat menyukai baju ini.

Aku berjalan keluar ingin mengambil flat shoes. Flat shoes yang akan ku pakai berwarna putih senada dengan baju ku.

"Bi..!" Pekik ku.

"Iya non?" Tanya bi Odah.

"Bi, tolong ambil kan flat shoes Revi yang warna putih ya Bi." Ucap ku. Yang ku yakin bi Odah sedang mengangguk dan melakukan apa yang ku suruh.

Tak lama bi Odah memasangkan flat shoes itu ke kaki putih ku. Aku mencoba menolak tapi bi Odah memaksa ku.

"Makasih ya bi." Ucap ku tersenyum. Aku langsung pergi meninggal kan bi Odah.

Aku juga bingung kenapa aku berpakaian rapi seperti ini. Dan aku tidak tahu ingin kemana aku. Aku memutuskan untuk duduk diteras depan.

"Ini non susunya." Bi Odah mengantar kan susu. Aku hanya mengangguk.

Aku meneguk susu coklat hangat yang dibuat oleh bi Odah. Rasanya manis seperti buatan bunda.

Entah kenapa tiba tiba pikiran ku tertuju pada Nathan. Apa Nathan tahu bahwa keadaan ku sekarang sangat lah buruk? Aku ingin menemuinya tapi aku ragu. Aku ragu dan takut Nathan akan menolak ku dengan keadaan seperti ini.

Aku ingin menelponnya tapi aku tidak bisa melihat dan mencari kontaknya. Aku berdiri dan mencari keberadaan pak Hasan. Peduli setan Nathan akan mengusir ku nanti.

"Pak Hasan..!" Pekik ku.

"Iya non?"

"Antar saya kerumah Kak Nida." Ucap ku.

Pak Hasan langsung menuntun ku menuju mobil. Aku duduk dikursi penumpang dibelakang. Tak lama mobil yang ku naiki berjalan.

Tak butuh waktu lama untuk kerumah Nathan. Mobil yang ku naiki berhenti.

"Sudah sampai non." Ucap pak Hasan sambil membuka kan pintu untuk ku. Aku tersenyum lalu turun dari mobil.

Pak Hasan membantu ku untuk berjalan. Aku banyak menyusah kan orang. Kalau saja.., ah sudah lah.

"Terima kasih pak. Saya boleh minta tolong untuk tekan bel?" Tanya ku.

Entah pak Hasan melakukannya atau tidak. Aku tidak melihat itu. Menjadi orang buta harus banyak berpikir positive.

"Iya? Mencari siap--." Aku mendengar suara Nathan dan kalimatnya terpotong. Entah karna apa aku juga tidak tahu.

"Revi?"

"Haii." Ucap ku.

"Non, kalau gitu bapak permisi dulu." Ucap pak Hasan. Aku mengangguk.

"Kamu... Kamu bukannya dipesantren? Untuk apa tongkat itu?" Tanya Nathan. Nada pertanyaan seperti terkejut.

"Iyaah. Aku sudah pulang. Ini tongkat yang memberi arah untuk jalan ku." Ucap ku. Aku sengaja membuat Nathan bingung. Hehe. Maaf kan aku Nath. Batin ku.

"Maksud mu?" Tanya Nathan.

"Akan ku ceritakan. Apa kah seperti ini sikap Tuan rumah yang baik saat didatangi oleh tamu?" Tanya ku.

"Ah? Iyaa silahkan masuk." Ucap Nathan.

Aku mengarahkan tongkat ku dan berjalan masuk. Tak perlu diminta Nathan langsung membantu ku. Dia menyuruh ku duduk disofa. Entah, sofa yang mana yang ku duduki.

"Kamu ingin apa?" Tanya Nathan.

"Terserah kau saja." Jawab ku.

"Baik tunggu sebentar." Ucap Nathan. Aku mengangguk.

Aku memilih diam. Tak lama terdengar suara derap langkah. Aku mencerna baik baik suara itu. Apa benar itu suara derap langkah.

"Ehemm." Aku mendengar suara berdeham.

"Nathan?" Aku mencari cari dari arah mana suara dehaman itu. Aku mendengarnya bukan dari arah dapur tapi dari kamar utama.

"Bukan, saya Mamanya Nathan." Ucap perempuan itu dingin. Aku menjadi takut. Bagaimana jika mamanya Nathan tidak menyukai ku?

"Siapa kamu? Untuk apa kamu datang kesini?" Tanya Tante Shanti. Tante Shanti nama mamanya Nathan.

"Aku--aku... aku ingin bertemu dengan Nathan." Ucap ku gugup.

"Mama? Ngapain mama disini?" Tanya Nathan.

"Oh iya ma. Kenalin ini--." Ucap Nathan terpotong karna Tante Shanti.

"Mama udah tau." Ucap Tante Shanti. Masih sama dengan ucapan pertama kali 'DINGIN'.

"Dengar ya Nath. Kamu kalau ingin cari pacar yang beneran dikit dong. Yang gak ngeliat kamu pacarin. Mau kamu diperbudak sama ini cewek? Ini cewek tuh nyusahin tau gak." Ucap Tante Shanti membuat dadaku terasa sesak.

"Mama gak setuju kalau kam--." Kalimat Tante Shanti terpotong karna Nathan membanting gelas atau apa aku tidak tahu. Yang ku tahu sesuatu yang terbuat dari kaca.

Prangg!!

"Ma, cukup jelek jelekin Revinya. Bagaimana pun dia, dia tetap ciptaan Tuhan. Dulu juga dia bisa melihat ma. Kan mama tahu sendiri. Bahkan dulu mama selalu memuji mujinya." Ucap Nathan dengan suara dinaikan.

"Berani kamu membentak mama? Pergi kamu dari sini." Teriak Tante Shanti.

"Baik ma. Aku akan pergi." Ucap Nathan. Tiba tiba ada yang menarik tangan ku. Seketika aku langsung berdiri dan meraih tongkat ku.

Aku masih bergeming. Aku tidak ingin membuat suasana semakin panas. Andai aku bisa melihat lagi Ya Tuhan.

Aku diajak masuk ke dalam mobil. Ah? Tidak lebih tepatnya aku disuruh untuk masuk ke dalam mobil. Aku tahu betul ini mobil siapa. Bukan mobil ku, ini mobil Nathan.

☆☆☆☆☆☆☆☆☆☆☆☆☆☆☆☆☆☆☆

Meet And Greet Jadi CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang