Serpihan 19

3.2K 268 22
                                    

Serpihan 19

Kebahagiaan itu tidak didapatkan. Tetapi diciptakan. –Xiang Liu Mei-

***

Seoul – 19.09

Jongmin buru-buru menginjak pedal rem, ketika lampu jalanan berubah merah. Dirinya lantas memandang jalanan dengan kosong. Lampu-lampu jalan yang semula jelas, perlahan mengabur. Dan pikirannya pun, melayang ke percakapan sore tadi.

“Kenapa harus terikat hubungan rumit bernama pernikahan? Jika itu semua sama dengan menjadi sepasang kekasih.”

Gadis itu, dengan gamang memandanginya. Lelaki yang tengah melakukan monolog-nya sendirian.

“Berapa kali pun aku berfikir, hubungan pernikahan… malah seperti mengikat orang. Kita merasa sudah memiliki dia sepenuhnya. Lalu, melupakan apa yang biasa dilakukan pasangan kekasih. Hingga akhirnya terjadilah pengabaian satu sama lain. Karena kita selalu menekankan, kita pasangan menikah.”

Kai menghela nafasnya dalam. Matanya kosong, ia terlihat berfikir sebentar. Kemudian kembali berorasi tentang monolog-nya tadi. “Sebab orang hanya memikirkan bagaimana cara sampai ke hubungan pernikahan, mereka melupakan hal selanjutnya dalam dunia pernikahan. Hingga akhirnya… mereka berubah secara perlahan.”

Kelopak mata Kai, pelan-pelan terpejam. Kesepuluh jarinya saling bertaut. Dan ia mulai mengulum senyum getir.

“Itu alasanmu tak mau menikah? Kau tak mau terikat?” Dengan lirih, Jongmin melontarkan tanya.

Perlahan, kelopak mata Kai terbuka kembali. Masih dengan tatapan kosong, pandangannya menerawang ke depan.

“Aku takut…”

Alunan nada itu, ikut meloloskan kesakitan. Melantunkan syair yang menggema di keremangan yang menyayat. Membiarkan pahit itu mengambang bersama udara yang kian mencekatnya.

“Bagaimana jika aku juga berubah seperti mereka?” bisiknya lemah. “Aku takut… jika aku berubah seperti Chanyoung hyung…”

Kalimat terakhir itu, lantas mencekat Jongmin hingga ke ulu hati. Satu dari ribuan alasan bocah ini takut berkomitmen. Tak lain karena kegagalan darinya.

Bocah polos yang hanya melihat dunia dari keluarganya.

Jongmin menghela nafas panjang. Lantas kembali menggerakkan tuas, dan mulai membawa mobilnya melaju perlahan. Membawa pergi setelah lampu itu tak merah lagi.

***

Seoul – 19.22

Kai berdiam diri di sana. Di depan pintu apartemen milik seseorang, dengan tangan kanan yang melayang di udara. Membiarkan menit berlalu dengan posisi yang sama.

Dan menit kemudian berlalu dengan kebimbangan yang sama. Haruskah ia memencet bel? Haruskah ia memasukkan kode pintu? Atau… haruskah ia berbalik lantas pergi?

‘Apa yang kau takutkan? Kau bahkan belum mencobanya sedikit pun?’

Helaan nafasnya terdengar berat. Kelebatan suara kakak perempuan –yang selama perjalan dari Busan ke Seoul terus menghantuinya- menggema lagi di sistem otaknya.

‘Noona tahu, kau belajar hidup dari keluargamu. Kau jadikan noona panutanmu. Dan kau selalu berkata ingin menjadi lelaki hebat seperti Chanyoung. Tapi… dunia tidak sekecil yang kau lihat itu.’

Tangan Kai yang tadinya melayang di dekat kenop pintu, perlahan turun. Jatuh di samping tubuhnya, dan mulai terkepal erat.

‘Orang juga melakukan kesalahan. Bahkan dalam dunia pernikahan sekali pun.’

Sasaeng Fans [2]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang