Serpihan 22

3.2K 258 31
                                        

Serpihan 22

In a flash, we’re infested. Not knowing exactly when or how. But, deep down we know it’s meant to be. Feels like I'm falling in love. –Eveline Wang-

***

Mata lelaki itu terpejam, tatkala angin berhembus kencang menimpa wajahnya. Dirinya mengulum senyum. Hembusan itu menggelitik telinganya. Seakan hendak berucap selamat datang padanya.

Langkahnya terhenti tepat di depan sebuah gundukan yang dihafalnya di luar kepala. Senyum lebarnya masih bertahan. Sejenak, ia menarik nafas, lantas bersimpuh dan meletakkan sebuket bunga baby’s breath yang sejak tadi ia genggam.

Tak lama, lelaki itu memejamkan mata, mengatupkan kedua tangannya, dan mulai berdoa. Tiba-tiba, tubuh itu bergetar pelan, lalu sebutir kristal mengalir dari sudut matanya, menjejaki lekuk wajahnya dan tak lama terjatuh tepat di atas pusara bertuliskan ‘Huang Yilei’ tersebut.

“Aku merindukanmu, Yilei…” bisiknya bergetar. Kini saatnya ia bercerita. Pada pusara tanpa nyawa itu.

“Sangat, sangat merindukanmu sampai rasanya aku bisa gila…” Katup matanya perlahan terbuka, dan blass… butiran air mata yang tadinya tertahan, kini jatuh dengan derasnya.

“Kenapa kau tak datang di mimpiku?” Tangannya bergerak kasar mengusap wajahnya. “Membuatku tersiksa saja…” lirihnya berbisik, hampir bagai tercekat.

“Mengapa kau tak datang menyapaku?” Ia menarik nafas pelan, lalu melanjutkan. “Membuatku salah mengira orang lain sebagai dirimu…” Ia tercekat sesaat, menahan tangis.

“Aku terlena… Menganggap ilusi itu bagai suatu yang nyata... Sejenak, diriku jadi bingung.” Tatapannya nanar ke arah batu nisan tersebut. Seakan dirinya tengah benar-benar berbincang dengan raga yang terkubur di dalam sana.

“Aku mencoba mengingat semua kenangan kita. Tapi—“ Ia usap wajahnya kasar. “—kenapa semua terasa samar-samar?” bisiknya tercekat.

“Kau harus datang… Marahi diriku karena tak bisa mengingat semua kenangan kita dengan benar. Kumohon, Yilei…”

***

Beijing – 12.59

“Jika gadis yang menjadi sainganku itu nyata, aku akan berusaha mati-matian untuk menang darinya.” Lay mendongak, menatap lurus ke arah gadis di depannya. “Sayangnya… gadis itu tinggal di dalam hati CEO Zhang. Dan aku tidak tahu bagaimana cara mengusirnya dari sana.”

Mata Lay mengerjap pelan. Begitu lama lelaki itu hanya terdiam terpaku pada gadis di hadapannya. Karena saat ini… pada dasarnya ia berada dalam posisi belum siap untuk dihadapkan dengan kenyataan.

Tapi… ia harus menyelesaikan semua ini. Segera… Jangan biarkan ini berlarut-larut lebih lama dan lebih dalam.

“Cara satu-satunya adalah berhenti…” Pandangannya perlahan turun. Ia mulai terfokus pada daging panggang di depannya. “Karena jika tidak… mungkin akan ada yang tersakiti…” Bisiknya lemah, lebih kepada dirinya sendiri.

Leyi membuang muka. Tersenyum getir pada jawaban dingin lelaki di hadapannya. “Sekarang aku tahu kenapa dari sebelas gadis yang menyatakan perasaannya pada CEO Zhang… empat di antaranya mengundurkan diri…”

Matanya kembali teralih ke depan, menatap nanar pada Lay yang terlihat keras untuk tetap fokus pada menu makan siangnya. “Itu karena CEO Zhang bermain curang…”

Lagi-lagi, gerakan tangan Lay terhenti. Bedanya, kali ini ia masih tetap merunduk. Tak berniat mendongak kembali. Yang mungkin bisa berakibat fatal pada pondasi pertahanannya jika ia bertatap dengan mata itu.

Sasaeng Fans [2]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang