Serpihan 14

3.5K 300 32
                                    

Serpihan 14

Orang bilang, saat jatuh cinta semua hal akan terasa indah. Tapi, saat kau tilik kembali, tak ada hal yang indah kecuali cinta itu sendiri. –Miranda Savia-

***

Hainan – 18.07

Dirinya sudah berjanji ribuan kali. Tak akan ada lagi perasaan menggelitik itu. Tak ada lagi cinta pertama yang lain. Hanya Yilei. Tapi… waktu dan keadaan kadang mengkhianati. Sebuah kemiripan yang dianggap hati kecil –tak berotak- itu sebagai sebuah takdir.

Coklat dingin itu, mulai mencair perlahan-lahan.

“Nona Wang Leyi…”

Setelah memandangi gadis itu mondar-mandir cukup lama, mengurus ini dan itu. Akhirnya bibir Lay tak bisa menahan lagi untuk berteriak memanggilnya.

“Ya, CEO Zhang…” Dan dengan sigap, gadis tinggi ramping itu berlari mendekat padanya. “Ada yang CEO Zhang butuhkan?”

“Duduklah…” Kepala Lay menunjuk ke kursi lipat bertuliskan nama dirinya di bagian belakang.

Leyi mengulum senyum canggung. “Itu kursi CEO Zhang…”

“Kubilang duduk.” Lay mengulang perintahnya datar.

Gadis itu tetap bersikeras menggeleng. “Tidak usah. Itu kursi CEO Zhang…”

Lay bungkam sebentar, mendesah pelan melihat sikap keras kepalanya yang tak bisa dikalahkan itu. Hingga akhirnya, ia memilih cara tercepat. Dengan sigap, jemari Lay meraih pundak Leyi. Kemudian mendudukkannya paksa.

Leyi terlihat hendak melayangkan protes kembali. Namun gerakan tangan Lay yang meraih kakinya, langsung membuat gadis itu diam.

Sudah kubilang kan, coklat dingin itu mulai mencair.

Dengan gerak perlahan, Lay melepas sepatu hak tinggi yang Leyi kenakan. Gadis itu sempat meringis sejenak. Mulai menyadari lecet dan juga luka yang membingkai melingkari kakinya.

“Kenapa memakai high heels untuk pekerjaan yang menuntut dirimu untuk berlari ke sana kemari?” Dia bertanya dengan nada dingin. Rautnya mengeras. Entah marah atau khawatir, semua itu terasa abu-abu di mata Leyi.

“CEO Zhang yang membawa saya secara tiba-tiba untuk pekerjaan di Hainan pagi ini.” jawab Leyi pelan. “Saking tiba-tibanya, saya belum sempat membuat persiapan apapun.”

Lay terdiam. Sedetik kemudian, ia baru menyadari, bahwa baju yang dipakai Leyi adalah seragam kantornya pagi ini. Hanya saja blazernya sudah ia tanggalkan untuk meminimalisir keringat yang terproduksi akibat pekerjaan.

Sekedar informasi saja, seharusnya Luhan lah yang harus menemaninya untuk syuting suatu program televisi di Hainan hari ini dan besok. Tapi entah musibah apa yang menimpa lelaki itu sehingga membuatnya tak muncul barang sejenak. Panggilannya juga tak ada yang diangkat satu pun. Ponselnya mati. Dan tak ada kabar sama sekali.

Pekerjanya yang lain tengah sibuk mengurusi pekerjaan lain. Entah itu mengurus artisnya yang tengah syuting film, rekaman lagu, hingga menghadiri acara reality show secara live. Dan tak ada hal lain yang bisa Lay lakukan selain menarik Leyi tanpa persiapan matang untuk ia bawa terbang ke Hainan. Menjadi asisten pribadinya, menggantikan Luhan.

“Kita harus ke rumah sakit.” Setelah keheningan lama, dan pikiran Lay yang melayang entah kemana. Akhirnya lelaki itu –kembali- melontarkan perintah.

Dan Leyi lagi-lagi berusaha menolak. “Tidak perlu, CEO Zhang… Ini hanya luka kecil.”

“Tapi kau mengalaminya saat di tengah jam kerja. Jadi ini tanggung jawabku.” Lelaki itu menjawab dengan datar. Tangannya menyodorkan sebuah bungkusan coklat pada gadis itu kemudian. “Pakailah…”

Sasaeng Fans [2]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang