Side Story – Kim Taewoo
Aku hanya seonggok sampah. Yang dipungut kembali lalu didaur ulang. –Kim Taewoo-
***
New York – 15.47
“Kebabnya satu. Tanpa bawang.”
Lelaki itu datang lagi. Lelaki berwajah Asia –aku yakin dia orang Korea karena ucapan koreanya begitu lancar-, sama sepertiku, yang sudah 4 bulan lamanya menjadi pelanggan setiaku. Dia selalu memesan varian kebab yang sama tiap harinya. Dia juga selalu duduk termenung di depan kedai kecilku sembari menatap burung dara liar di taman. Kau menunggu pesananmu jadi.
“Kau tidak bosan hanya jadi penjual kebab seperti ini?”
Aku yang tengah memotong paprika seketika menoleh. Selama 4 bulan kau selalu duduk diam menunggu. Dan baru kali ini pembicaraan antara kita terjadi.
“Hidup di New York memang keras.” Diriku menjawab sekenanya. Merasa tak perlu menceritakan hal-hal tak perlu.
“Bukankah sia-sia jika jauh-jauh datang ke sini hanya menjadi penjual makanan kaki lima?”
Dia menatapku lekat. Satu bibirnya naik. Entah kenapa aku merasa dia tengah meremehkanku sekarang. Ya, aku tahu diriku hanya seonggok sampah di kota ini. Persetan dengan mimpi menjadi koki terkenal.
Aku menanggapinya dengan senyuman lemah. Kembali membuat kebab pesanannya. Berharap ia segera pergi setelah ini dan tak lagi menanyaiku.
“Kudengar sebelum berjualan ini kau co-chef di Restoran Italia di ujung gang sana… Kenapa kau tiba-tiba dipecat?”
Tubuhku tiba-tiba membeku. Sejenak aku merasa takut pada lelaki berkulit sedikit gelap itu. Darimana dia tahu tentang diriku sejauh ini?
Aku berdehem pelan. “Restoran itu membohongi pelanggannya dengan menggunakan bahan berkualitas rendah dan menjualnya dengan harga tinggi. Aku berusaha melaporkannya pada seorang komentator makanan terkenal dari majalah X. Tapi aku sudah dipecat duluan.” Meski aku tidak terlalu menyukainya, kalimat tersebut lolos dengan mudahnya.
Dia tersenyum lagi. Senyum yang sama dengan satu sudut bibirnya naik. Aku benar-benar tak menyukai senyum itu.
“Benar karena itu? Bukan karena kau menolak cinta anak pemilik Restoran tersebut?” Dia menatapku lekat.
Aku terbelalak. Sekarang, aku benar-benar takut padanya. Dia stalker? Atau seorang psikopat? Senyumnya juga mengerikan.
“Mau bergabung dengan Restoranku? Aku bisa menjadikanmu sebagai chef langsung.”
Belum selesai keterpanaanku tadi. Dia menambah lagi dengan kejutan lain. Tubuhku sudah kaku. Lidahku kelu. Dan hari itu, menjadi hari dimana seonggok sampah ini mulai memiliki arti.
***
New York – 08.18
Lelaki itu tidak berbohong. Dia benar-benar seorang pemilik restoran. Meskipun restorannya tak sebesar tempatku bekerja dulu, tetap saja tak bisa dianggap remeh. Tatanan luar restoran sama seperti bangunan Amerika pada umumnya. Namun di dalamnya, tertawa begitu mewah di tempat yang tak begitu besar.
“Bagaimana? Aku bukan pembohong kan?” Dia tersenyum seperti itu lagi. Dan entah kenapa, secara tiba-tiba senyum itu tak lagi menakutkan.
“Perlu kuperlihatkan sertifikat gedung ini supaya kau lebih yakin lagi?” Dirimu bercanda pelan kala aku hanya terdiam.
Tiga hari setelah tawaran –berharga- itu dilontarkan. Awalnya aku ragu dia hanya seorang penipu. Aku tinggal di New York hanya bermodalkan seadanya, tentu aku harus waspada akan hal-hal seperti itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sasaeng Fans [2]
FanficKetika sang bintang terkenal sudah vakum dari dunia entertainer-nya. Ketika mereka yang dulunya lelaki, kini berubah jadi pria sejati. Ketika pernyataan tentang "aku menyukaimu" kini berubah jadi "menikahlah denganku". Apakah Sasaeng masih bertebar...