Serpihan 20
They’re broken, because they believed. –Kim Jongmin-
***
Seoul – 08.01
Perang dingin. Begitu orang menyebut perang yang terjadi berpuluh-puluh tahun lalu, antara dua negara besar dunia, si penganut komunis, Rusia, dan si penganut liberal, Amerika. Kedua negara besar itu saling mendiamkan, dan seakan tak peduli. Meski sebenarnya mereka tengah berperang. Sebuah perang dingin.
Mungkin, itu penjabaran yang pas bagi dua insan si tokoh utama cerita ini. Saling tak bertegur sapa dan mendiamkan satu sama lain. Dan ini sudah berjalan selama beberapa hari.
Awalnya, pihak wanita tak menyadari semua itu. Ia bertingkah bagai biasanya. Dirinya bahkan sempat menggoda sang suami selama dua malam berturut-turut. Yang keduanya berakhir sama, sebuah pengabaian.
Si gadis yang notabene punya harga diri tinggi, menerima layangan perang dingin yang pihak lelaki ajukan. Keduanya saling mendiamkan. Tidur di ranjang yang sama tanpa bertatap. Sarapan bersama tanpa bersua. Satu atap, tapi saling membuang muka.
Begitupun pagi ini. Masih sama. Dan terhitung sudah seminggu lebih sejak Via keluar dari rumah sakit.
Selama itu juga, Via tak ingin bersusah payah mengajak Sehun berbicara. Tapi, Via tetaplah Via. Pengabaian merupakan hal yang masuk pada daftar teratas hal yang paling dibencinya. Dan setinggi apapun harga dirinya itu, ia tak akan bisa melanjutkan permainan seorang Oh Sehun.
Prang! Dilemparnya asal garpu dan sendok yang sejak tadi digenggamnya erat. Membuat bunyi berisik yang keras akibat berbenturan dengan piring makan paginya. Via melotot marah pada lelaki di depannya. Sedangkan Sehun, masih menikmati makannya dengan santai.
“Sebenarnya ada apa, jinjja?!” teriaknya marah. “Ada sesuatu yang dokter katakan padamu kan? APa itu???”
Via benar-benar tak mengerti. Perubahan drastis semenjak ia dirawat inap di rumah sakit kala itu, merupakan pangkal dari perang dingin ini.
“Tidak ada…”
Sehun menjawab pelan. Masih saja menyuap nasinya pelan. Via mendengus kesal mendengarnya. Jawaban yang sama seperti saat ia menerima permainan kekanakan Sehun ini.
“Jujur saja! Oppa marah kan?? Karena aku menggugurkan anak pertama kita…”
“Aniya…” balas Sehun pelan, datar.
“Lalu karena apa??? Kenapa menganggapku invisible, uh?”
Sehun berhenti menyuap makanannya, lalu menatap Via lekat. “Kapan Oppa seperti itu?” tanyanya pelan.
Via tertawa sinis. “Kapan??” ulangnya sarkatik. “Kau tanya kapan???” Via menggeleng tak percaya.
“Tiap malam Oppa selalu menolak ‘itu’… Bukankah itu berarti Oppa mengabaikanku?!!! HAAHHH!!!!” Didepaknya piring sarapan di depannya dengan keras. Hingga jatuh berserakan.
Raut Sehun masih sama. Tak menampakkan kemarahan sedikit pun. Dirinya malah dengan santai memunguti bekas pecahan tersebut.
Via makin murka dibuatnya. “KALAU OPPA MARAH BILANG SAJA!!! LUAPKAN SEMUANYA PADAKU!! KENAPA DIAM SAJA?!!! HA?!”
Nafasnya terengah. Dadanya naik turun akibat kemarahan bercampur tangis yang kini menyelimutinya. Namun, Sehun masih bertahan dengan pecahan piring tadi. Tak menyadari, ada pecahan lain yang seharusnya lebih ia pedulikan. Hati Via.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sasaeng Fans [2]
FanficKetika sang bintang terkenal sudah vakum dari dunia entertainer-nya. Ketika mereka yang dulunya lelaki, kini berubah jadi pria sejati. Ketika pernyataan tentang "aku menyukaimu" kini berubah jadi "menikahlah denganku". Apakah Sasaeng masih bertebar...