34

2.6K 183 19
                                    

NAOMI POV

Aku segera memacu kendaraanku, menyalip setiap kendaraan yang menghalangi jalanku. Bahkan beberapa kali aku beberapa kali aku menghiraukan dan menerobos lampu merah.

Akhirnya. Aku sampai di apartemant veranda. Keringat dingin keluar. Nafasku masih tersanggal dan tak teratur.

"Gimana keadaan ve?" Tanyaku panik dan khawatir.

"Dia masih belum saar ka. Tubuh kak ve juga panas." Frieska memberitahu keadaan ve.

"Kita bawa ke rumah sakit." Ucapku.

Aku dan frieska memapah veranda menuju bastmant parkir. Membawa ve ke dalam mobil.

Aku segera mengambil kemudi. Tiba-tiba saja tanganku bergetar hebat. Beberapa kali mencoba memasukkan kunci mobil namun getaran ditanganku sulit di kontrol.

"Ka biar aku aja yang bawa mobilnya." Usul frieska yang mengerti keadaan panikku. "Ka naomi jaga ka ve aja."

Kupeluk veranda yang sangat kurindukan. Air mataku menetes. Semakin deras. Aku tak kuasa melihat bidadariku dalam kondisi seperti ini. Benar kata sinka ve seperti bidadari yang baru kehilangan sayapnya atau mungkin diusir dari kayangan.

"Ve.. maafkan aku. Maafkan aku." Kalimat itu tak henti terucap dari bibirku dan kudaratkan sebuah kecupan dipuncak kepalanya.

Sesampai di rumah sakit ve mendapatkan penanganan dan perawatan dokter. Dokter memberikan penjelasan mengenai kondisi ve. Dokter mengatakan bahwa ve mengalami hipoglikemia atau kekurangan gulkosa dalam darah asupan nutrisi yang kurang pada tubuhnya membuatnya pingsan dan drop.

"Kapan terakhir pasien makan?" Tanya dokter.

"Saya kurang tahu dok. Saya menemukannya telah pingsan."jawabku.

"Sepertinya selama beberapa hari pasien tidak makan dengan baik. Sehingga membuat asupan gula dalam tubuhnya kurang. Dan ini yang memicu tubuhnya drop dan pingsan."

"Sepertinya pasien mengalami sedikit depresi. Apa pasien mengalami tekanan dalam beberapa waktu sebelumnya?" Tanya dokter.

"Sepertinya memang ada masalah yang sedang mengganggu pikirannya." Jawabku dan bagaimanapun aku lah penyebab depresinya.

"Buatlah pasien merasa nyaman. Dengan begitu akan mempercepat pemulihannya." Nasehat dokter.

Setelah menyelesaikan administrasi. Ve dipindahkan ke ruang rawat inap. Aku sengaja memilih kelas terbaik. Untuk memberikan kenyamanan padanya dan mempercepat pemulihannya.

Aku memandanginya yang berbaring dalam keadaan tangan di infus. Sungguh miris melihat keadaannya tak berdaya seperti ini. Sakit. Dan semua adalah kesalahanku. Semua salah diriku yang katanya sangat mencintainya. Tapi justru aku sendiri yang menyakitinya.

"Maafkan aku ve." Ucapku mengelus rambutnya. "Aku kangen kamu ve." Aku mencium punggung tangannya.

"Kakak."seseorang memegang pundakku. Kuyakini tangan itu milik frieska.

"Kak. Kakak istirahat dulu. Kakak makan dulu." Aku sama sekali tak menanggapi sikap perhatiannya.

Bagaimana aku bisa makan jika veranda saja masih terbaring dan belum sadarkan diri?

"Kakak harus makan. Kalau kakak kaya gini gimana kakak ngejaga kak ve? Kakak harus kuat biar bisa nguatin ka ve."

Benar yang diucapkan frieska. Aku harus sehat. Aku harus kuat. Agar tetap bisa menjaga ve. Agar bisa melindunginya. Dan agar bisa kembali mencurahkan perasaan cinta untuknya.

"Freis tolong jangan beritahu kinal." Pintaku.

"Tidak kak. Aku takkan memberitahu kinal."

Ve pov

ROTASITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang