PART X (BAG.3)

2.3K 132 0
                                    

Via langsung menahan tangan Alvin sebelum pemuda itu masuk kedalam lift yang sudah terbuka dengan napas terengah-engah karena sedari tadi terus berlari.

"Tunggu Kak!" kata Via sambil mengatur napasnya.

Alvin memejamkan matanya. Memijit kepalanya yang tiba-tiba kepalanya terasa sangat pening dengan tangannya yang bebas. Memikirkan gadis ini membuatnya benar-benar frustasi.

"Kita harus bicara Kak!" Alvin langsung menarik Via masuk kedalam lift sebelum pintu lift tertutup. Alvin langsung melepaskan tangan Via yang memegang lengannya pelan setelah pintu lift tertutup.

Hening.

"Ada apa?" tanya Alvin dingin setelah terdiam cukup lama.

Ting

Pintu lift terbuka.

Via mengedarkan pandangannya. Saat ini dia ada dilantai 11. Hanya 4 lantai dibawah Penthouse Rio yang ada dilantai 15. Via bingung saat melihat Alvin keluar dari lift. Tanpa pikir panjang Via mengikuti Alvin keluar dari lift dan mengikuti langkah pemuda itu. Via mengerutkan keningnya saat Alvin berhenti disebuah pintu dan mengkombinasikan beberapa angka yang sepertinya password untuk membuka pintu itu.

 Via mengerutkan keningnya saat Alvin berhenti disebuah pintu dan mengkombinasikan beberapa angka yang sepertinya password untuk membuka pintu itu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Dan benar saja. Pintu itu terbuka dan Alvin masuk kedalam ruangan itu. Karena bingung akhirnya Via ikut masuk kedalam ruangan itu bersama Alvin. Via mengedarkan pandangannya. Kamar ini tak berbeda jauh dengan kamarnya menginap semalam. Tapikan ini bukan kamar Alvin, Cakka, dan Iel.

Ahh.. pasti Kak Alvin booking kamar sendiri karena nggak mau satu kamar sama Kak Iel. Pikir Via dalam hati.

Via hanya memperhatikan saja apa yang sedang Alvin lakukan saat ini. Terlihat Alvin membawa kitak P3K keatas kasurnya. Dia ingin menutup lukanya. Nggak lucu jugakan kalau Alvin pulang sekarang dengan keadaan seperti ini? Yang ada Omanya akan cerewet menanyakan apa yang terjadi dengannya. Dan Alvin sangat malas untuk menjelaskannya.

Alvin terlihat kesulitan saat akan menempelkan plester pada luka yang ada disudut bibirnya. Tak tahan melihatnya akhirnya Via melangkahkan kakinya mendekati Alvin dan mengambil alih plester yang ada ditangan Alvin setelah mendudukkan bokongnya disamping Alvin.

Sedangkan Alvin hanya menatap Via tanpa melawan. Memperhatikan apa yang dilakukan gadis itu. Via terlihat telaten memotong plester itu menyesuaikan ukuran luka Alvin. Via langsung menempelkan plester yang telah siap itu pada sudut bibir Alvin dengan telaten. Sesaat kemudian pandangannya bertemu dengan mata Alvin yang sedang menatapnya intens. Waktu seakan berhenti berjalan.

"Maafkan aku!" kata Alvin tulus dan penuh penyesalan sambil terus menatap Via dengan intens. Via terdiam mendengar permintaan maaf Alvin itu. Dia seakan terhipnotis dan tetap berada diposisinya sambil menatap tepat pada mata Alvin.

"Nggak seharusnya aku kayak semalem. Nggak seharusnya aku bikin kamu nangis. Maafkan aku!" kata Alvin sambil mengusap lembut pipi Via. Seakan menghapus air mata gadis itu.

Via memejamkan matanya. Menikmati setiap sentuhan tangan Alvin dipipinya. Nyaman. Itulah yang dia rasakan saat ini.

_____

Via terdiam melamun. Memikirkan kejadian beberapa jam yang lalu. Saat ini semua orang sudah kembali kerumah masing-masing. Termasuk Via yang kini sudah ada didalam kamarnya sendiri.

"Kan gue tadi mau marah-marah sama Kak Alvin. Kok nggak jadi sih marahnya?" gumam Via pelan.

"Ahhhh.., beteeee!!!" teriak Via frustasi.

"Kak Alvin sih! Ngapain coba bersikap manis gitu?" gumam Via lagi.

"Aaaaa.., lagian gue kok kebawa suasana sih. Aaaaa....." Via benar-benar frustasi.

"Tau ah!" kata Via langsung menyembunyikan wajahnya dibalik selimut. Dia ingin tidur sebentar. Lelah sekali badan ini.

_____

Alvin masih saja tak menghilangkan senyumnya dari tadi. Dia tak tau bagaimana dia bisa bersikap manis pada Via. Dan Via tak keberatan sedikitpun.

Senyum Alvin langsung memudar saat mengingat apa yang terjadi sebelum dia meninggalkan Hotel tadi.

Alvin sedang berada didalam lift menuju lantai satu. Dia ingin pulang sekarang. Namun baru menginjakkan kakinya keluar dari lift, Iel sudah berdiri tegap didepannya. Menghadangnya lebih tepatnya. Alvin membalas tatapan Iel yang tajam dengan tatapan yang sama tajamnya.

"Lo nggak mau berubah pikiran?" tanya Iel langsung. Alvin menautkan alisnya bingung.

"Via." Kata Iel mengerti tatapan bingung Alvin. Alvin menggelengkan kepalanya yakin. Iel memejamkan matanya dan menghela napasnya.

"Lo tau apa artinya itu buat persahabatan kita?" tanya Iel tajam. Alvin tersenyum lirih.

"Gue nggak mau ada apapun sama persahabatan kita." Jawab Alvin pelan.

"Kalo gitu itu artinya lo akan berubah pikiran." Kata Iel tersenyum remeh.

"Yel! Ini nggak ada hubungannya sama persahabatan kita." Kata Alvin tak habis pikir dengan apa yang dipikirkan Iel sekarang.

"Sorry Vin gue nggak bisa. Senang bisa bersahabat sama lo selama ini." Kata Iel lalu berbalik dan meninggalkan Alvin yang menatapnya dengan tatapan tak percaya.

Alvin menghela napasnya berat. Apa yang harus dia lakukan sekarang? Mana mungkin dia bisa kehilangan Iel. Bagaimanapun juga Iel adalah sahabatnya. Tapi dia juga tak mungkin melepaskan Via begitu saja. Apakah yang dia lakukan semalam itu keterlaluan? Ahhh.. Alvin pusing.

_____

LOVE GREET Seri 2 : You Are My Destiny #Y.A.M.DTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang