03

2.1K 224 18
                                    

Honest - Shawn Mendes

Sama seperti yang ku janjikan pada Sam sebelumnya, aku mengantarnya ke rumah sakit. Setelah sampai, aku meminta Sam untuk ikut ke dalam, tentu saja untuk melihat keadaan adiknya. Beruntung, Sam mengijinkanku ikut bersamanya.

Selama di perjalanan tadi, Sam banyak menceritakan tentang adiknya yang mengalami penyakit gagal ginjal sejak berumur 4 tahun. Dan sejak dulu gadis itu bersama ibunya mengerahkan segala cara agar Rey cepat sembuh. Sam bahkan rela tidak lagi bersekolah sejak berumur 15 tahun hanya demi mencari sepeser uang untuk keluarga, terutama Rey adiknya.

Dan selama ia menceritakan keadaan keluarganya dan juga penyakit yang di alami adiknya, Sam tak pernah menyinggung soal ayahnya. Aku tak tau mengapa ia tak menyinggungnya sama sekali, tetapi entah mengapa firasatku berkata bahwa ayahnya telah meninggalkannya. Bukan 'meninggalkan' dalam arti meninggal, hanya saja 'meninggalkan' dalam arti pergi meninggalkan keluarga untuk hidup dengan yang lain. Lebih tepatnya, orang lain.

Aku mengelus dahi Rey yang saat ini sedang tidur terlelap. Siapapun yang melihat Rey tak akan pernah percaya jika anak perempuan tersebut sedang menderita penyakit gagal ginjal. Karena perlu kau ketahui, sejak ke datanganku dan juga Sam kemari, Rey terlihat seperti anak kecil yang sehat dan bersemangat. Tak terlihat sama sekali jika ia sedang dalam keadaan sakit.  Terbukti, ia tak henti-hentinya mengajakku untuk bermain lalu berjalan-jalan berkeliling rumah sakit.

Awalnya, aku sedikit bingung dengan tingkahnya, karena jujur aku baru kali ini mengunjunginya dan tentu saja tak mengenalnya sama sekali. Tetapi setelah Sam menjelaskan bahwa Rey adalah anak perempuan yang mudah sekali bergaul ataupun dekat dengan orang yang bahkan belum ia kenal, aku mulai mengerti.

"Ini sudah larut, kau tak ingin pulang?"

Aku menolehkan kepalaku ke arah Samantha yang sedang berjalan mendekat padaku. "Kau mengusirku?"

"Oh astaga," Sam terkekeh kecil lalu menggeleng. "Maksudku, kau tak ingin mengkhawatirkan orang tuamu 'kan?"

"Aku sudah memberi tahu mereka," jawabku membohonginya. Bodoh, aku lupa akan hal itu. Aku kembali beralih ke arah Rey tersenyum kecil. "Tetapi kau benar, ini sudah larut malam. Sebaiknya aku harus pulang sekarang."

Aku berdiri dari kursi dan mengecup dahi Rey singkat, sebelum akhirnya kembali beralih pada Sam. "Aku tak tega meninggalkannya." ucapku pada Sam sambil melirik ke arah Rey yang sedang tertidur.

"Kau bisa mengunjunginya kapanpun kau mau."

"Yeah," Aku menghela nafas. "Sampai kan salamku pada ibumu."

"Tentu."

Aku memeluk Sam sebelum keluar dari ruangan ini. "Terima kasih untuk hari ini. Terutama untuk mengajak gadis kecil itu berjalan-jalan, karena ya aku tak pernah ada waktu untuk mengajaknya berkeliling." ucapnya disela-sela kami berpelukan. Aku hanya mengangangguk dan tersenyum. "Tentu, aku justru senang melakukannya."

Melepas pelukannya, Sam tersenyum padaku lalu mengangguk. "Hati-hati di jalan."

Setelah itu aku berjalan keluar untuk kembali pulang. Berjalan sendirian sepanjang lorong sepi berwarna putih, membuatku sedikit aneh. Maksudku, aku sering berjalan sendirian, tetapi tidak untuk tempat yang sepi seperti ini. Terakhir kali aku berjalan di tempat sepi seperti ini, ketika aku masih kuliah. Dan itu adalah pengalaman terburukku yang membuat diriku sedikit trauma di tempat sepi.

Secara tak sengaja, aku menabrak sesorang yang sedang berjalan berlawanan arah denganku. Ini salahku, aku berjalan terlalu cepat karena takut jika peristiwa yang pernah mengalami diriku di tempat sepi seperti ini kembali terulang.

A.M 2 [H.S]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang