17

1.5K 176 63
                                    

Spaces - One Direction

Aku kembali mengunjungi adik Sam sore ini. Entahlah, semakin lama ini menjadi rutinitasku hampir setiap dua hari sekali. Oh atau mungkin hampir setiap hari. Bahkan Rey sudah mengetahui hari kapan saja ketika aku datang. Jadi tidak heran jika misalkan hari itu aku tidak datang, Sam pasti menghubungiku dan memintaku untuk datang ke sana.

Aku menyuapkan satu sendok bubur kesukaannya ke dalam mulut gadis itu. Rey melahapnya dengan cepat, membuatku tersenyum senang.

Terkadang aku tidak mengerti, dengan gadis kecil ini. Maksudku ia bahkan tidak terlihat sakit sama sekali. Rey terlihat seperti gadis kecil normal biasanya yang senang berlarian, melompat-lompat, dan berteriak kencang ketika merasa terganggu.

Walaupun itu hanya terlihat dari luar, tetapi setidaknya jika orang yang belum mengenalnya pasti akan berasumsi, untuk apa gadis ini dirawat di sini jika keadaannya sangat sehat? Percaya padaku.

"Selesai," kataku setelah menyuapkan satu sendok terakhir. Aku lalu meletakan mangkuk tadi dan berganti mengambil segelas air putih. "Kau harus menghabiskan satu gelas ini."

Rey menggeleng. "Ini terlalu banyak, Jane. Perutku bisa membesar nanti."

"Oh baiklah, setengahnya." kataku membuat Rey tersenyum senang lalu mengambil gelas yang ku pegang dengan cepat. Gadis ini meminumnya sangat cepat membuatku khawatir jika ia tiba-tiba tersedak. "Astaga, pelan-pelan, Rey." kataku.

Setelah itu Rey mengembalikkan gelas tadi sembari tersenyum senang. Aku tidak mengerti, ada apa dengan gadis ini? "Bolehkah aku menanyakan sesuatu, Jane?"

Aku tersenyum. "Tentu, apa yang ingin kau tanyakan?"

Rey terdiam sebentar seperti sedang memikirkan sesuatu. "Um, Jane," katanya sedikit ragu. Astaga, bukankah tadi ia terlihat sangat senang? Mengapa ia tiba-tiba berbeda? "Apa perempuan boleh mempunyai sahabat laki-laki?"

Aku mengeryit bingung. "Tentu saja, boleh. Aku bahkan memiliki sahabat laki-laki," kataku. Rey terlihat menghela nafas. "Mengapa kau bertanya seperti ini?"

Rey menggeleng. "Tidak apa-apa."

"Kau yakin?" tanyaku memastikan.

Gadis kecil ini kembali terdiam. Aku tau ia sedang berpikir keras. Aku bahkan masih tidak mengerti. Apa ini karena anak laki-laki bernama Daniel itu? Ya, Rey pernahsekali menceritakan tentang si Daniel ini. Ia berkata jika Daniel adalah anak laki-laki yang sangat baik. Bahkan lebih baik daripada teman sekolahnya dulu.

Oh mengenai sekolah, Rey memang tidak menempuh pendidikan layaknya anak kecil lainnya. Kondisi fisiknya yang tidak stabil membuat Christina—ibu Rey dan juga Sam—memilih agar Rey tidak lagi sekolah. Sebenarnya aku memiliki usulan agar ia tetap sekolah walaupun homeschooling. Aku juga mengatakan akan membantunya dalam hal biaya, tetapi ia menolak.

Christina tidak ingin aku menghamburkan uangku hanya untuk Rey yang notabennya bukan siapa-siapaku, saudarapun bahkan tidak. Namun karena hal itulah, akhirnya aku mengikuti permintaannya tersebut.

"Daniel kemarin ke sini bersama ibunya," kata Rey. Benar bukan? Ini pasti berhubungan dengan Daniel. Aku menatap Rey yang sedang menundukkan kepala. "Kau tau, Jane? Ia bercerita jika ginjalnya sudah di operasi dua hari yang lalu."

"Itu bagus! Akhirnya dia sudah sembuh, benar?"

Rey mengangguk lesu. "Kabar buruknya, ternyata kemarin adalah hari terakhirnya ke kamarku."

Aku terdiam sebentar. Tunggu, jadi itu terakhir kali mereka bertatap muka? "Dia pulang?"

Rey kembali mengangguk. "Sebelum ia kembali ke kamarnya untuk bersiap-siap, Daniel memintaku untuk menjadi sahabatnya."

A.M 2 [H.S]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang