34

1.1K 164 31
                                    

Move On - Kodaline

Mobil yang kutumpangi baru saja berhenti tepat di depan area gedung rumah sakit. Menyadari hal itu, aku segera melepas sabuk pengamanku dan mengangkat tas yang berada di pangkuanku. Namun, ketika aku hendak menyentuh pintu mobil untuk membukanya, dengan cepat Harry menahan pergerakanku dengan memegang tanganku.

"Jane," panggilnya.

Aku menatap ke arah tangannya lalu naik ke wajahnya yang selalu menjadi favoritku sejak dulu. "Ya?"

"Um...bolehkah aku ikut masuk?" tanya Harry dengan ragu.

Aku terdiam sebentar. Tentu saja, aku menginginkannya untuk ikut bersamaku agar semalaman suntuk nanti ia bisa menemaniku. Akan tetapi, jika aku terus-menerus berada di dekatnya, hal ini semakin memudahkanku untuk kembali mengingat kejadian itu. Kejadian dimana aku meninggalkannya karena ia telah memiliki gadis lain.

Sialan, ini benar-benar membuatku bingung.

Aku menghela napas pelan sebentar lalu menjawab, "Tentu." Sebenarnya aku tak tau apa yang baru saja kukatakan. Namun, saat aku melihat respon Harry yang melebarkan senyumannya dengan jelas, membuatku menyadarinya.

Apakah jawabanku ini akan berdampak baik bagiku atau justru sebaliknya?

Harry segera melepaskan tangannya dariku dan bergerak keluar dari mobil. Ah, aku tau apa yang akan dia lakukan. Dan benar saja, sebelum aku ingin membuka pintu mobil, pintu itu dengan cepat terbuka lebih dahulu seperti yang telah kuduga.

Bahkan disaat seperti ini saja, Harry masih melakukan kebiasaan yang dilakukannya ketika bersamaku yang mana justru membuatku gagal untuk berhenti mencintainya.

Aku mengucapkan terima kasih sambil menundukkan kepala, berusaha untuk menutupi pipiku yang kini mulai merona. Aku lalu mengajaknya untuk ikut bersamaku ke dalam.

Kami berjalan beriringan memasuki gedung rumah sakit. Ketika kami baru saja sampai tepat di depan sebuah lift, Harry tiba-tiba berhenti melangkah. Aku mengeryit lalu menoleh untuk memastikan.

"Ada apa?" tanyaku dengan bingung. "Mengapa kau berhenti?"

Ia tersenyum dengan canggung. "Kurasa aku harus pergi ke toilet." katanya dengan nada sedikit malu.

Aku menahan diri untuk tidak tertawa melihat ekspresi wajahnya yang begitu menggelikan. Ya Tuhan, ia sangat menggemaskan jika menahan rasa malu. Jadi, aku hanya tersenyum menatap wajahnya. "Baiklah," jawabku. "Aku akan menunggu—"

"Tidak perlu," selanya dengan cepat. Aku mengeryit bingung mendengarnya. Tidak perlu? "Maksudku, kau tidak perlu menugguku. Aku akan menyusul nanti. Oh ya, dimana letak ruangan ibumu?"

"Lantai lima. Aku akan menunggumu di sana."

"Jane, kau—"

Aku menggeleng dengan cepat. "Aku akan menuggumu di sana," selaku. "Sekarang pergilah ke toilet dan jangan terlalu lama." kataku sambil mendorong tubuhnya untuk menjauh. Harry hanya tertawa dan akhirnya menuruti apa yang baru saja ku katakan.

Tepat setelah ia pergi, lift terbuka. Aku segera masuk lalu meneka tombol angka 5 dan pintu tertutup dengan cepat. Hanya butuh beberapa detik untuk sampa, pintu tersebut kembali terbuka.

Aku melangkah keluar dan berjalan menuju ruangan dimana Mom berada. Namun ketika aku baru saja melangkah dan mengangkat kepalaku untuk melihat ke arah depan, aku melihat Alex. Ku ulang, Alex. Anak itu sedang duduk di tempat di mana kami bertemu untuk pertama kali. Dan tepat saat itu pula, ia menoleh dan memandangku dari kejauhan.

A.M 2 [H.S]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang