Bab 21: Musuh Lama Ternyata Masih Hidup

1.1K 16 0
                                    

Rona muka Coh Liu-hiang sudah berubah tapi kejap lain mendadak dia tertawa besar, serunya: "Kepandaian usang dipakai lagi, bukankah ini kurang cerdik, di pesisir Toa-bing ouw tempo dulu, dengan cara ini kau berhasil meloloskan diri, memangnya kali ini kau hendak lolos pula dengan cara yang sama? Kau kira aku tak punya cara untuk menghadapi permainanmu ini?"

Ditengah tawanya tiba-tiba badan Coh Liu-hiang melambung tinggi mengikuti asap tebal yang mengepul naik menjulang ke angkasa. Bahwasanya Coh Liu-hiang memang sudah berhasil mendapatkan cara untuk mengatasi atau memecahkan cara melarikan diri dengan menghilang meminjam asap tebal sesuai ajaran Jinsut seperti ini, asal meleset terbang lebih tinggi dari tabir asap yang berkembang dan bergulung gulung di udara, perduli ke jurusan lawan melarikan diri, jangan harap bisa mengelabuhi sepasang matanya.

Walau cepat sekali asap tebal ini berkembang, tapi dalam waktu singkat itu, melebarpun tidak begitu luas, begitu badan Coh Liu-hiang melayang ke atas, tampak tiga tombak di luar gulungan asap tebal itu, pasir kuning terbentang kosong, ternyata bayangan Go Kiok kan tidak dilihatnya sama sekali, malah ditengah asap yang tebal itu mendadak kedengaran gelak tawanya yang pongah.

Sebaliknya tenaga Coh Liu-hiang seolah-olah seketika itu juga sirna dan badan menjadi lemas, badannya yang melambung terbang ke angkasa seperti burung itu, seberat batu besar yang jatuh dari angkasa terus anjlok dan terbanting keras di atas pasir.

Terdengar Go Kiok-kan terloroh-loroh:
"Kepandaian usang dilancarkan lagi memang kurang cerdik, tapi aku yakin otakku ini tidak sampai sedemikian goblok, apalagi di hadapan Coh Liu-hiang si Maling Romantis yang serba pintar ini, masakah aku bakal menggunakan cara yang sama untuk kedua kalinya?"

Hembusan angin malam di padang pasir amat santer, meski asap ini amat tebal, tapi sekejap saja sudah tersapu bersih oleh deru angin yang menghembus kencang, samar-samar kabur semakin menipis, dan melihat sesosok bayangan berdiri diantara keremangan malam, dia bukan lain adalah Go Kiok-kan.

Coh Liu-hiang menghela napas, ujarnya: "Benar, soalnya asap tebalmu tempo dulu tidak beracun, kali ini aku tidak berjaga-jaga. Sungguh tidak pernah terpikir olehku bahwa kau bagai mencampurkan obat bius yang dapat melemaskan tulang dan menyedot sukma itu di dalam asap tebalmu ini.

"Sudah tentu kau tidak akan menduganya." ujar Go Kiok-kan tertawa senang, "Karena setiap orang menghadapi sesuatu yang sudah amat dipahaminya, pasti tidak akan bersikap berwaspada seperti dulu, nah disitulah letak kelemahan watak manusia..." sampai di sini dia tertawa geli, katanya lebih lanjut: "Setiap orang mempunyai titik kelemahannya sendiri, dan kelemahanmu ialah keyakinanmu terhadap dirimu sendiri terlalu tebal, hatimupun terlalu lemah.

Oleh karena faktor-faktor inilah maka berulang kali terjungkal di tanganku. Hari ini bila kau mau menusuk ulu hatiku atau menggorok leher ini, hari ini aku tidak akan dan tidak mungkin merangkak keluar dari liang kubur dan hidup kembali."

Coh Liu-hiang tertawa getir, ujarnya: "Akupun tahu akan kelemahan ini, yakni aku terlalu serius dan terlalu berat menilaimu! Oleh karena itu meski aku tahu dalam dunia ini ada manusia rendah dan lemah yang hina dina, demi menyelamatkan jiwa sendiri tidak segan-segan dia pura-pura menemui ajalnya di bawah tusukan belatinya sendiri, tapi mimpipun tak pernah terpikir olehku, seorang beribadat yang romantis hidup bebas disegani seperti Biau-ceng Bu Hoa yang punya kepandaian silat sedemikian tingginya, ternyata juga sudi melakukan serendah ini".

Go Kiok-kan mandah tertawa, katanya: "Aku tahu hatimu amat mendelu sedih, karena Coh Liu-hiang si Maling Romantis yang malang melintang tiada tandingan di kolong langit, hari ini kena diingusi dan kecundang habis-habisan, demi membalas kebaikanmu dulu kepadaku, hari ini akan kuberi kesempatan kepadamu untuk mengundal memakimu sesuka hatimu, berapa banyak kata-kata makian di dalam perbendaharaan hatimu boleh kau limpahkan sesukamu untuk melampiaskan kemendongkolanmu, perduli apapun makian kepadaku, sebelum selesai cacimu, aku pasti tidak akan turun tangan."

Serial Pendekar Harum  - Gu LongTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang