Bab 2: Sahabat Masa Kecil

1.3K 22 1
                                    

Mendadak Coh Liu-hiang melompat turun dari punggung kudanya, teriaknya keras-keras, "Oh Thi-hoa, Oh hongcu (Oh si gila), kenapa kau bisa berada di sini?"

Orang itu berpaling dan melihat Coh Liu-hiang pula, seketika ia berjingkrak kegirangan, serunya tertawa besar, "Coh Liu-hiang, kau ulat tua yang busuk ini, dengan cara bagaimana pula kau bisa berada di sini?" Tanpa hiraukan kucing dalam pelukannya lagi ia memburu ke depan, sekali pukul ia hantam pundak Coh Liu-hiang. Coh Liu-hiang tidak mau rugi, sekali sodok iapun pukul perut orang.

Saking kesakitan keduanya menjerit mengaduh, namun tawa riang mereka membuat mata berkaca-kaca hampir menangis saking kegirangan akan pertemuan yang tak terduga ini.

"Tak heran selama beberapa tahun belakangan ini aku tidak melihatmu, kukira kau sudah mampus karena malas, kiranya kau sembunyi di tempat ini." Demikian kata Coh Liu-hiang.

"Kau Lo co jong ulat tua busuk inipun bagaimana bisa tiba di sini, apa diusir oleh gendak-gendakmu itu sampai ngacir ke tempat ini?"

Kembali mereka saling pukul dan tertawa berhadapan, dengan langkah semula mereka masuk ke kedai arak, mereka duduk di pinggir meja yang sudah reot, kucing kembang itu segera loncat naik ke atas meja.

Sekali jewer Oh Thi-hoa segera menariknya turun ke bawah, katanya tertawa, "Pus mungil, jangan kau cemburu, ulat tua busuk ini adalah teman baikku, dia sudah datang, terpaksa kau mendekam di samping saja..." dalam ocehannya Coh Liu-hiang ternyata dinamakan ulat busuk, kalau dipikir dia sendiri hampir pecah perut saking geli.

Kata Coh Liu-hiang tertawa besar, "Sekian tahun tak bertemu, tak nyana kau kucing malas ini sudah punya teman baru.. mari! Pus mungil, kau minum dua cangkir bersamaku!"

"Apa, minum dua cangkir?" tanya Oh Thi-hoa membelalak. "Hari ini kalau tidak kucekok kau dua ratus cangkir, anggap aku bukan teman baikmu." Lalu ia gebrak meja dan berkaok-kaok, "Arak! Arak! Lekas antarkan arak, memangnya kau hendak membuat temanku mati kekeringan."

Seorang nyonya kurus, kecil hitam dan kering, menenteng sebuah poci arak keluar. "Blang," ia banting poci arak yang terbuat dari tanah liat itu ke atas meja, putar badan lalu tinggal pergi. Tanpa bersuara melirikpun tidak kepada Oh Thi-hoa. Sebaliknya kedua mata Oh Thi-hoa terbelalak seperti hendak mencolot keluar, menatapnya lekat-lekat tanpa berkedip, seolah-olah dia mengawasi seorang perempuan yang tercantik di seluruh jagad ini.

Coh Liu-hiang tertawa geli, batinnya, "Mungkin kucing malas ini sudah terlalu lama tidak melihat cewek, macam apa sebenarnya bentuk seorang perempuan jelita, mungkin sudah dia lupakan."

Sebetulnya nyonya ini tidak begitu jelek, usianya pun belum tua. Matanyapun bening bundar dan tidak sipit, cuma badannya kurus kering bobot dagingnya tidak cukup empat kati, seperti ayam babon yang kelaparan dan kering dihembus angin.

Setelah bayangan orang menghilang ke balik pintu sana, baru Oh Thi-hoa berpaling, dia tuang dua cangkir arak, katanya tertawa, "Coh Liu-hiang, kau harus rada hati-hati. Oh Thi-hoa yang sekarang kau hadapi takaran minumnya tidak sama dengan Oh Thi-hoa masa lalu. Masih segar dalam ingatanku kau cekoki aku sampai mabuk sebanyak delapan puluh delapan kati, sekarang aku harus mulai menuntut balas."

"Delapan puluh sembilan... masakah kau sudah lupakan kejadian dalam genteng besar itu?"

"Mana bisa aku melupakan, kali itu aku hanya mencampur sesendok obat urus-urus dalam arakmu, kau malah ceburkan badanku ke dalam gentong arak keluarga Thio itu, sehingga aku mabuk tiga hari tiga malam."

"Apakah kau masih ingat kapan peristiwa itu terjadi?"

"Delapan belas... mungkin hampir genap sembilan belas, waktu itu, aku bocah yang baru berusia delapan sembilan tahun. Jikalau tidak berkawan dengan kau teman jelek ini, masakah aku bisa belajar minum arak."

Serial Pendekar Harum  - Gu LongTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang