Bab 2: Tangan Giok Pencabut Nyawa

1K 7 0
                                    

Andaikata anda melihat ada setangkai bunga segar menjadi layu di dalam telapak tangan anda, mau tidak mau di dalam hati akan ada perasaan menyayangkannya, bahkan bisa muncul semacam perasaan murung dan sedih yang tak kuasa terucapkan!
Sekalipun anda bukan tipe orang yang sentimentil, tetap saja anda akan merasa sayang pada bunga itu.
Mengapa kehidupan yang indah selalu saja begitu singkat waktunya?
Tetapi kalau yang anda lihat itu adalah sebuah tangan yang putus, melihat tangan yang semestinya amat indah itu tiba-tiba menjadi kisut dan kering, maka di dalam hati anda tidak hanya ada perasaan sayang dan murung, anda juga akan bisa memikirkan banyak hal.
Tangan ini milik siapa? Dan siapakah yang telah membacoknya?
***
Tiba-tiba Chu Liuxiang menyadari bahwa tangan ini bukan tangan yang tadi melambai padanya, di punggung tangan ini terlihat satu bagian yang berwarna hitam kehijauan — bekas luka dipelintir orang. Ia yakin bahwa pada tangan yang tadi itu tidak ada bekas luka ini.
Apakah tangan ini milik Ai Qing?
Tadi ia kurang memperhatikan tangan Ai Qing, sebab ada banyak sekali bagian tubuh si gadis yang lebih berharga diperhatikan!
Barangkali ini adalah tangan yang barusan meraba-raba dengan ringan di tubuhnya?
Tiba-tiba ia merasa tangan ini seolah-olah telah mencekik lehernya! Ia memutar badan dan lari keluar, di luar sinar matahari telah menerangi semuanya.
Matahari pagi telah terbit di timur.
Sinar matahari adalah sesuatu yang amat ajaib, kadang-kadang bisa membuat orang sakit panas, tapi kadang-kadang bisa membuat orang menjadi dingin dan tenang.
Sejak dulu Chu Liuxiang memang menyukai sinar matahari, maka ia berdiri lama sekali di bawah sinar matahari pagi, berusaha sekuat tenaga agar di dalam otaknya tidak memikirkan apa-apa, sampai otaknya sudah menjadi tenang sama sekali, barulah urusan ini direnungkan sekali lagi dari permulaan.

Ia merenungkannya dengan amat teliti, setiap detail yang kecil pun tidak dilewatinya.
Urusan ini sebenarnya dimulai oleh Ai Qing, namun anehnya, yang paling banyak terpikirkan olehnya bukanlah Ai Qing, tapi Zhang Jiejie!
Ketika ia sedang memikirkan Zhang Jiejie, maka muncullah Zhang Jiejie! Sepertinya gadis itu dapat kapan saja muncul di hadapannya!
***
Zhang Jiejie sedang berjalan turun dari lereng bukit itu.
Mulutnya sedang bersenandung sebuah lagu yang dan ceria, tangannya sedang memegang setangkai bunga kuning yang kecil, bunga kuning itu bergoyang-goyang ditiup angin pagi, baju kuning muda yang dikenakannya juga bergoyang-goyang ditiup angin.
Gadis-gadis lain yang sebaya dengannya, suka membuat baju yang pas di badan, bahkan kalau bisa, membuatnya lebih baik lagi dari sekedar pas, yaitu membuat dirinya kelihatan lebih langsing.
Tetapi ia berbeda.
Baju yang dikenakannya terlihat longgar dan kebesaran sedikit, namun ini malah membuat dia tampak anggun dan lemah-gemulai.
Kombinasi warna bajunya mungkin tidak sebaik Ai Qing, tapi kelihatan lebih bebas dan lepas, dan lebih terlihat kesan alami dan tidak dibuat-buat.
Gadis ini sama seperti lagu yang sedang disenandungkannya -- riang ria dan menyenangkan!
Apalagi di pagi nan cerah di bulan Maret yang bersih tapi berhawa kering itu, dan di bawah sinar matahari pagi yang sejuk itu, siapa pun yang melihatnya, pasti menimbulkan perasaan nikmat dan gembira di hatinya!
Chu Liuxiang menatapnya.
Ia juga menatap Chu Liuxiang, di wajahnya tersungging senyum yang ceria, dan langkahnya ringan bagaikan angin musim semi.
Ia berjalan sampai di depan Chu Liuxiang, tiba-tiba berkata sambil tertawa "Selamat ya! Selamat ya !"
Jawab Chu Liuxiang: "Selamat? Ada urusan apa yang perlu diberi ucapan selamat?"
Kata Zhang Jiejie sambil terus tertawa "Masa' ketika kamu melihat seorang mempelai pria, tidak pernah mengucapkan selamat padanya?"
Sebelum Chu Liuxiang menjawab, ia sudah berkata lagi: "Kau kelihatannya letih sekali, apakah baru saja mengerjakan pekerjaan yang berat?"
Ia melanjutkan sambil tertawa cekikikan: "Pertanyaanku ini bodoh sekali ya! Mempelai pria tentu akan letih sekali! Mempelai pria mana pun ketika berada di dalam kamar pengantin pada malam pertama, pasti punya banyak pekerjaan yang mesti dikerjakan!"
Chu Liuxiang berkata seraya tersenyum: "Namun itu bukanlah mengerjakan pekerjaan yang berat!"
"Tentu saja bukan."
Zhang Jiejie menggigit bibirnya, lalu berkata seraya tertawa "Yang merasa berat tentu saja bukan si pengantin pria, tapi si pengantin wanita."
Chu Liuxiang terpaksa hanya bisa tersenyum saja.
Ketemu gadis yang amat "berani" ini, ia masih bisa berkata apa lagi?
Zhang Jiejie mengedip-ngedipkan matanya, lalu bertanya: "Di manakah si pengantin wanita? Masa' tidak mampu turun dari ranjang?"
"Aku sedang ingin bertanya padamu." "Bertanya padaku? Bertanya apa?" "Di manakah dia sekarang?"
Mata Zhang Jiejie menunjukkan rasa heran dan terkejut, lalu bertanya: "Masa' dia sudah pergi?" Chu Liuxiang menganggukkan kepalanya.
Zhang Jiejie bertanya lagi: "Kau tidak tahu dia pergi ke mana?"
Chu Liuxiang menggelengkan kepalanya.
Kata Zhang Jiejie: "Jikalau kau tidak tahu, bagaimana aku bisa tahu!"
"Sebab kau sepertinya tahu banyak hal tentang dia."
Kali ini tiba-tiba Zhang Jiejie berdiam diri.
Chu Liuxiang menatapnya dan berkata dengan perlahan: "Kau tahu dia mau membunuhku, dan tahu dia mengenakan sepasang anting-anting yang dapat membunuh orang."
Akhirnya Zhang Jiejie menganggukkan kepalanya.
Tanya Chu Liuxiang: "Selain itu, kau masih mengetahui apa lagi?" "Apakah kamu beranggapan bahwa aku masih mengetahui hal yang lain?"
"Misalnya: Siapakah yang menyuruh dia datang untuk membunuhku? Dan mengapa mau membunuhku?"
Biji mata Zang Jiejie berputaran dan berkata: "Bagaimana aku bisa mengetahui hal-hal tersebut?"
"Pertanyaan ini aku pun ingin bertanya padamu, apakah kau...." Zhang Jiejie memotong kata-katanya "Masa' kau menduga bahwa aku sekomplotan dengannya?"
Chu Liuxiang tidak berkata ya, tapi juga tidak menyangkal, sikap ini umumnya sama dengan mengaku ya.
Kata Zhang Jiejie: "Jikalau betul, mengapa aku mau memberitahukanmu rahasia dia?" "Jikalau tidak betul, bagaimana kau dapat mengetahui rahasianya?"
Zhang Jiejie terdiam lama sekali, tiba-tiba berjalan melewati Chu Liuxiang, dan masuk ke dalam rumah itu.
Di dalam rumah itu masih berantakan.
Benda-benda yang dipakai Ai Qing untuk menimpuki Chu liuxiang, masih berserakan di lantai, belum diberesi.
Mereka tidak punya waktu untuk memberesi.
Zhang Jiejie tertawa lagi dan berkata: "Tempat ini kelihatannya persis sama dengan medan perang, mengapa kamar pengantin selalu...."
Suaranya mendadak berhenti, wajah senyumnya pun berubah. Ia pun melihat tangan itu.
Chu Liuxiang terus menatapnya, dan memerhatikan ekspresi wajahnya, lalu segera bertanya "Apakah kau tahu tangan ini milik siapa?"
Nafas Zhang Jiejie seolah-olah telah berhenti, lama sekali baru berkata seraya mendesah: "Ini bukan tanganku."
"Masa' ini tangan hantu?"
Zhang Jiejie berkata seraya menghela nafas: "Ada apa yang perlu ditakutkan dari hantu? Kapankah kaupernah dengar bahwa hantu benar-benar telah membunuh orang? Tetapi ini adalah 'Tangan pencabut nyawa'!"
Chu Liuxiang berkata sambil mengerutkan alisnya: "Tangan pencabut nyawa?"
"Siapa pun kalau sudah melihat "tangan pencabut nyawa" ini, cepat atau lambat nyawanya akan terca but!"
Ia melanjutkan lagi: "Dengar kata orang bahwa "tangan pencabut nyawa" ini terdiri dari beberapa jenis, jenis yang terjelek saja dapat mencabut nyawa orang tidak lebih dari setengah bulan!"
"Kalau yang ini jenis apa?"
Zhang Jiejie berkata sambil menghela nafas lagi: "Ini jenis yang terbaik!"
"Menurutmu, apakah tangan yang kelihatannya makin indah, ketika mencabut nyawa juga makin. cepat?"
"Sedikit pun tidak salah."
Chu Liuxiang menjadi tertawa.
Zhang Jiejie berkata seraya mendelik: "Apakah kau kira aku sedang menakut-nakutimu? Apa kau kira ini lucu? Nanti setelah nyawamu tercabut, mau tertawa pun sudah tidak bisa."
"Aku cuma ingin tahu dengan cara apa ia mencabut nyawa? Cara itu pasti amat menarik."
"Aku tidak tahu, tiada seorang pun yang tahu, karena yang tahu sudah masuk peti mati!"
"Tetapi kau tahu."
"Aku cuma tahu ini adalah "tangan pencabut nyawa."
"Apakah dulu kamu pernah melihatnya?" "Aku hanya dengar kata orang."
"Siapa yang mengatakannya?"
"Seorang. . .seorang teman."
"Apakah temanmu itu tahu banyak hal?"
"Hal-hal yang aku beritahukan padamu, semuanya aku dengar dari dia."
"Sekarang dia ada di mana?"
"Apakah kau tahu sekarang waktu apa?" "Waktu pagi."
"Pada waktu pagi, teman-temanmu biasanya ada di mana?"
Chu Liuxiang tertawa, sebab tiba-tiba is teringat pada Hu Tiehua, lalu berkata: "Mereka ada kalanya sedang berbaring di dalam pelukan orang lain, ada kalanya berbaring di bawah meja di sebuah kedai arak kecil."
Zhang Jiejie pun tertawa, tapi segera menyeriuskan wajahnya dan berkata: "Teman-temanku bukan si pemabuk, juga bukan si gila, mereka semuanya normal sekali, dan orang normal pada saat seperti ini tentu saja masih berada di rumah."
Kata Chu Liuxiang: "Baiklah, kalau begitu marilah kita berangkat" "Berangkat? Mau ke mana?"
"Tentu saja ke rumah dia."
Zhang Jiejie berkata seraya memelototkan matanya: "Mengapa aku mesti membawa kamu pergi ke sana?"
Chu Liuxiang menjawab seraya tersenyum "Sebab jika kamu selalu tidak mau membawa aku pergi ke sana, aku bisa sedih sekali, disebabkan kamu adalah teman baikku, tentu saja tidak akan membuat aku sedih kan!"
Zhang Jiejie menggigit bibirnya, lalu berkata dengan geram: "Aka sengaja tidak mau membawa kau pergi ke sana! Justru mau membuat kau sedih! Lebih baik kau mati karena mendongkol!"
***
Tetapi dia pergi juga.
Sewaktu seorang gadis berkata bahwa lebih baik anda mati karena mendongkol, seringkali maksudnya ialah ia suka anda!
Tiada seorang pun yang lebih dapat memahami kebenaran ini dari pada Chu Liuxiang!
Langit biru, awan putih, matahari baru terbit dan menyinari bunga-bunga merah dan daun-daun hijau, di atas daun-daun hijau masih terlihat embun-embun segar yang bening.
Angin pun terasa segar dan harum, bak nafas gadis yang penuh kelembutan.
Di pagi hari semacam ini, ada seorang gadis muda dan cantik yang menemani berjalan, berjalan di bawah langit biru dan awan putih, berjalan di antara bunga-bunga merah dan daun-daun hijau, tentu saja ini adalah hal yang amat menggembirakan!
Tetapi hari ini Chu Liuxiang tidak terlalu merasa gembira, sebab punya perasaan sepertinya ada satu bayangan yang selalu mengikutinya. Bayangan sepasang tangan.
Seolah-olah sepasang tangan itu dapat muncul kapan saja dan di mana saja dari dalam kegelapan, menjulur dan mencekik lehernya sampai mati!
Sebaliknya Zhang Jiejie kelihatannya jauh lebih gembira dari dia.
Tangan si gadis sedang memegang setangkai bunga liar yang berembun yang baru dipetiknya, dan mulutnya sedang bersenandung sebuah lagu daerah pegunungan.
Ia muda dan cantik -- Gadis yang semacam dia ini, mestinya tidak memiliki kerisauan. Barangkali ia sama sekali belum belajar untuk menjadi risau dan gundah-gulana.
Sebuah gerobak yang ditarik bagal muncul dari belakang bukit, setengah gerobak itu terisi dengan selada yang warnanya sehijau zamrud.
Yang menjalankan gerobak itu adalah seorang kakek yang sedang menghisap pipa rokok, rambut putihnya bergemerlapan bak perak di bawah sinar matahari.
Dengan berlompatan Zhang Jiejie berjalan mendekati gerobak itu, lalu bertanya sambil tersenyum "Apakah paman tua mau pergi ke kota?"
Pada awalnya kakek itu menyipitkan matanya, tapi begitu melihat dia, tiba-tiba matanya bersinar, lalu berkata dengan lantang: "Betul! Mau pergi ke kota untuk menjual selada."
Tanya Zhang Jiejie: "Bolehkah kami ikut numpang di gerobak paman untuk pergi ke kota?" Tetapi sebelum jawaban tiba ia sudah loncat ke gerobak itu.
Jikalau ada gadis secantik ini yang naik ke gerobak, maka setiap pria dari usia 18-80 tahun tidak akan memaksanya turun!
Si kakek berkata seraya tertawa nyaring: "Gerobak kan masih kosong, kalian suami istri naiklah bersama-sama."
Chu Liuxiang mengelus—elus hidungnya, lalu dengan terpaksa naik ke gerobak itu.
Zhang Jiejie memandang dia sambil tertawa cekikikan, lalu bertanya dengan diam-diam: "Kata dia kita adalah suami istri, mengapa kau tidak menyangkalnya?"
Chu Liuxiang menjawab seraya tersenyum: "Kau sendiri tidak menyangkal, kenapa aku mesti menyangkal?"
Zhang Jiejie berkata seraya mengedip-ngedipkan mata "Apakah kita kelihatannya mirip pasangan suami istri yang benaran?"
Chu Liuxiang memandang dia dari atas sampai ke bawah beberapa kali, baru berkata sambil tersenyum: "Seandainya dulu aku kawin muda, maka anak perempuanku sudah hampir sebaya denganmu."
Mata Zhang Jiejie mendelik, lalu berkata dengan dongkol: "Sekalipun kau ingin jadi anakku, ibu tuamu ini masih keberatan karena kau agak kemudaan."
Kata-katanya belum selesai, ia sudah tidak bisa tahan lagi dan tertawa cekikikan lagi, sebab ia merasa bahwa istilah ini "Ibu tuamu ini" benar-benar sesuatu yang baru dan amat menarik!
Tampaknya ia amat mengagumi dirinya sendiri: Kok bisa ya memikirkan serta mengucapkan istilah ini!
Chu Liuxiang terus menatapnya, dengan tak tertahankan, perasaannya menjadi lebih gembira.
Ada sejumlah orang sepertinya punya bakat untuk menggembirakan orang, dan Zhang Jiejie salah satunya.
Baik ia melakukan tindakan apa pun pada anda, tetap saja anda tidak mampu marah padanya!
Si kakek menoleh dan memandang mereka, lalu berkata seraya tersenyum: "Melihat kalian tertawanya begitu mesra, pasti baru nikah!"
Zhang Jiejie mengedipkan mata dan berkata: "Paman kok bisa tahu?"
Si kakek menghela nafas panjang, lalu berkata: "Jika suami istri sudah menikah lama dan telah berusia lanjut, maka sudah tidak bisa tertawa lagi, misalnya seperti aku itu, begitu melihat istriku yang tua itu, bahkan mau menangis pun aku tidak bisa."
Zhang Jiejie tertawa renyah, lalu tiba-tiba mencubit hidung Chu Liuxiang dengan keras.
Chu Liuxiang cuma bisa mendelik saja, mengaku dirinya lagi naas. Tetapi si kakek yang membelanya dengan berkata: "Kenapa tanpa sebab kau mencubitnya?"
Biasanya seorang pria akan membantu omong untuk pria lain.
Zhang Jiejie berkata dengan senyum dikulum: "Kemudian hari aku pun juga akan menjadi istri yang tua, kalau sekarang aku tidak menggencet dia, maka sampai saat itu tiba, aku terpaksa digencet oleh dia."
Si kakek tertawa terbahak-bahak, lalu berkata seraya menganggukkan kepala: "Benar! Omonganmu memang masuk akal. Bukankah ketika istriku masih muda dan cantik, ia pun tiap hari menjadikan aku sebagai bulan-bulanan pelampiasan amarahnya!"
Kemudian ia mengetukkan pipa rokoknya dengan keras pada gerobak, memandang Chu Liuxiang sambil berkata dengan tersenyum: "Tampaknya jika seorang pria mau mendapatkan istri yang rupawan, ia mesti belajar menahan dongkol lebih dulu selama beberapa tahun."
Tanya Zhang Jiejie: "Sekarang bagaimana? Apakah sekarang anda yang menjadikan dia sebagai bulan-bulanan?"
Tiba-tiba si kakek menghela nafas panjang, lalu berkata seraya tersenyum masam: " Sekarang yang menjadi bulan-bulanan tetap adalah aku."
Zhang Jiejie berkata sambil tertawa terkekeh-kekeh: "Hal apa pun kalau sudah jadi kebiasaan, tidak jadi soal kan?"
Si kakek menyipitkan mata dan berkata seraya tertawa "Betul juga, lambat laun aku sekarang malah merasa jadi bulan-bulanan kok ya enak juga, seandainya istri tuaku itu tidak membuat aku marah selama tiga hari saja, aku malah merasa sedih."
Chu Liuxiang pun tidak bisa menahan senyumnya.
Si kakek berkata seraya menghela nafas panjang lagi: "Sekarang aku hanya ada satu hal yang masih tidak terlalu paham."
Tanya Chu Liuxiang: "Apa itu?"
Ia pun mulai ikut nimbrung, sebab tiba-tiba ia merasa bahwa kakek ini menarik juga.
Si kakek bertanya "Kata banyak orang bahwa orang yang takut istri itu bisa jadi kaya, tetapi sampai saat ini aku tetap miskinnya luar biasa, ini kenapa ya?"
Kata Chu Liuxiang seraya tersenyum: "Mungkin takutnya belum terlalu hebat"
"Harus takutnya bagaimana baru bisa jadi kaya? Ingin sekali aku mempelajarinya", kata si kakek.
Chu Liuxiang berkata sambil tersenyum: "Kalau begitu, anda belajarnya harus mulai dari prinsip '3M dan 4 Harus'."
"Orang—orang pria yang lain juga mempelajari prinsip ini?" tanya si kakek.
"Sekarang sudah mulai mempelajarinya, dan kelak pasti akan dipelajari sampai lebih mendalam lagi", jawab Chu Liuxiang.
"Jika begitu, cepat terangkan padaku", pinta si kakek.
Chu Liuxiang berkata seraya senyum terus: "'Prinsip 3M': Mematuhi perintah dan istri; Menuruti secara membabi-buta apa yang dikatakan istri; Mengikuti istri ke mana pun ia pergi."
"Ternyata ini disebut Prinsip 3M', lalu apa itu 'prinsip 4 Harus'?" tanya si kakek.
Chu Liuxiang berkata seraya tersenyum simpul: "'Prinsip 4 Harus': Harus merelakan istri keluar uang seberapa banyak pun; Harus memahami apa yang dimaui istri; Harus bisa menahan dongkol yang diberikan oleh istri; Harus bisa bersembunyi ketika istri mau memukul anda, dan bersembunyinya makin jauh makin baik."
Si kakek menepuk pahanya sendiri, kemudian berkata seraya tertawa "Luar biasa! Kau anak muda yang hebat! Aku kira kelak kau pasti jadi jutawan!"
Ia melanjutkan sambil tertawa keras: " Sekarang aku baru mengerti para jutawan itu telah memakai cara apa!"
Tiba-tiba Chu Liuxiang berkata lagi seraya tersenyum: "Tetapi orang pria tidak selalu harus takut istri baru bisa jadi kaya!"
"Masa' ada cara lain?" tanya si kakek_
"Masih ada satu cara", jawab Chu Liuxiang.
"Apa itu?" tanya si kakek.
"Jangan punya istri", jawab Chu Liuxiang.
Ketika mereka terus berbicara dan tertawa, rasanya cepat sekali sudah mau masuk kota. Seseorang kalau masih bisa tertawa, pasti akan melewati hari-hari dengan lebih mudah. "Kalian suami istri ini hendak pergi ke mana dalam kota ini?" tanya si kakek.
"Kalau paman mau ke mana?" Zhang Jiejie balik bertanya.
Si kakek menjawab: "Aku sudah hampir tiba, yaitu pasar yang di depan itu. ..." Mendadak is menutup mulutnya, dan wajahnya jadi pucat.
Chu Liuxiang mengikuti pandangan mata si kakek, terlihat ada seorang perempuan tua yang tinggi dan gemuk sedang berjalan keluar dari pasar, dengan tangan menenteng sebuah galah timbangan.
Si kakek begitu melihat dia, ekspresi wajahnya persis seperti anak ayam ketika ketemu burung elang, sebelum si kakek berbicara, nenek itu telah menarik turun si kakek dengan paksa dari gerobak, lalu memukulkan galah timbangan itu ke badan si kakek dengan membabi-buta, sambil
memaki-maki: "Si tua bangka yang tidak mati-mati! Kau yang pantas disayat-sayat pisau ini! Aku sedang heran, kau mati di mana kok belum sampai-sampai? Ternyata kau di tengah jalan kecantol seorang perempuan liar!"
Si kakek sambil menghindar sambil memohon ampun: "Kau jangan omong sembarangan, itu istrinya orang lain."
Si nenek menjadi lebih galak, memukul tambah keras dan berkata: "Omongan kentut! Ia istrinya siapa? Dari modelnya "rubah kecil" ("Rubah kecil", suatu istilah dalam bahasa Tionghoa, ditujukan pada seorang wanita muda (biasanya cantik) yang merusak rumah tangga orang lain.) dari kepala sampai kaki, mana ada bagian yang mirip dengan perempuan baik-baik?"
Sampai saat ini Zhang Jiejie baru sadar kalau yang dimaksud si nenek itu adalah dia, dan menjadi tertegun karena makian-makian nenek itu.
Namun ketika melihat si kakek dipukul sampai mau merangkak-rangkak di tanah, ia menjadi tidak tega, lalu tangannya mendorong Chu Liuxiang dengan diam-diam dan berkata: "Ia dipukuli habis-habisan karena kita, mengapa kita tidak melerainya?"
Chu Liuxiang berkata seraya menghela nafas panjang: "Jikalau seorang istri sedang memukuli suaminya, bahkan kaisar pun tidak sanggup melerainya."
Zhang Jiejie berkata dengan cemas: "Paling sedikit kau kan bisa memberi penjelasan bagi dia? Masa' kalian sesama pria tidak dapat saling bersimpati?"
Chu Liuxiang mengelus-elus hidung, dengan sangat terpaksa maju, baru berkata: "Ibu tua...."
Si nenek sudah berjalan ke arahnya dan berkata seraya memelototkan mata: "Ibu tua itu siapa? Ibumulah ibu yang tua!"
Si kakek amat geram, lalu berkata seraya menjejak-jejakkan kaki: "Kau lihat sendiri kan bahwa perempuan ini mau menang sendiri dan tidak mau menuruti akal sehat! Sudah jelas ia adalah istrimu, tapi perempuan ini sengaja tidak mau percaya."
Mata si nenek melotot kian besar dan berkata: "Benarkah 'rubah kecil' itu istrimu?"
Chu Liuxiang mengangguk dengan senyum masam yang dipaksakan.
Selama ini yang paling ditakuti dia ialah ketemu perempuan yang mau menang sendiri dan tidak mau menuruti akal sehat! Dan nenek ini termasuk yang paling menyakitkan kepala dari type
perempuan ini!
"Betul dia istrimu? Jika begitu aku tanya Siapa nama istrimu?" tanya nenek itu. Pertanyaannya memang masuk akal: Tentu saja si suami harus mengetahui nama si istri.
Sewaktu mengadakan razia penggerebekan pelacur-pelacur liar, para petugas juga mengajukan pertanyaan ini kepada pria-pria hidung belang yang terjaring razia!
Chu Liuxiang menjawab dengan tersenyum masam: "Ia bernama Zhang Jiejie...." Ia sedang merasa beruntung bahwa ia tahu namanya Zhang Jiejie.
Siapa tahu bahwa kalimatnya belum selesai diucapkan, tiba-tiba si nenek mencaci maki lagi: "Kau si anak haram jadah! Jelas—jelas ia kakak perempuanmu, tapi sengaja bilang ia istrimu! Kau anak haram dari siapa? Apakah kau anak haram dari si tua bangka ini? Atau kau menerima uang sogok berapa banyak dari dia?
Ia makin memaki, amarahnya kian menjadi-jadi, galah timbangan yang ada di tangannya itu dipukulkan secara membabi-buta ke badan Chu Liuxiang.
Ini betul-betul keterlaluan, si kakek dengan cemas datang menarik si nenek, sambil berteriak: "Ia kan bukan suamimu, mengapa kamu memukuli dia?"
Mendengar kata-katanya, seorang perempuan memukuli suaminya kayaknya adalah sebuah azas kebena ran!
Si nenek berteriak-teriak: "Aku justru mau memukuli si anak haram jadah ini sampai mati...."
Si kakek menarik si nenek dengan gelisah, tapi si nenek tetap mau memukul dengan kalap.
Chu Liuxiang menjadi bingung, tidak tahu mau tetap diam di tempat, atau sebaiknya melarikan diri.
Tiba-tiba, kakek yang menarik dan nenek yang memukul itu sama-sama mau jatuh, dan jatuhnya mereka menuju ke arah Chu Liuxiang.
Dengan terpaksa dan gerakan yang otomatis, Chu Liuxiang mengulurkan tangan untuk menahan tubuh mereka agar mereka tidak terjatuh.
Tiba-tiba, si kakek merangkul pinggang Chu Liuxiang erat-erat dari bawah, dan gerakan si nenek cepat bagaikan angin, galah timbangan yang ada di tangannya, dalam waktu sekejap mata, telah menotok 7-8 jalan darah di tubuh Chu Liuxiang!
****
"Tiada seorang pun yang bisa mengelabui Chu Liuxiang!"
Tampaknya kalimat ini sudah seharusnya direvisi, setidaknya mesti ada tambahan kata di depannya, sehingga menjadi: "Kecuali wanita, tiada seorang pun yang bisa mengelabui Chu Liuxiang!"
Chu Liuxiang mendadak juga menyadari satu hal: "Perempuan tua juga adalah wanita, dan wanita dari usia 18-80 tahun tidak ada yang dapat dipercayai!"
Ia sudah lama bersumpah akan ekstra hati-hati terhadap kaum wanita, cuma sayangnya ia telah melupakan hal ini!
Tampaknya sudah suratan takdir bahwa ia mesti terpelanting oleh kaum wanita! ****
Gerobak yang ditarik bagal itu menuju keluar kota lagi.
Si kakek sambil menghisap pipa rokok, menjalankan gerobak dengan perasaan puas dan gem bira.
Chu Liuxiang berbaring di setumpukan besar selada, persis seperti selada yang berukuran ekstra besar -- Ia biasanya amat jarang memakai pakaian hijau, kecuali hari ini.
Pakaian hijau ini dibuat khusus oleh Su Rongrong bagi dia, sebab salah satu sahabat wanita terdekatnya ini berkata pada dia: "Kalau pergi ke rumah orang untuk mengucapkan selamat panjang umur, maka seharusnyalah memakai pakaian yang berwarna terang dan sedikit menyolok, agar tidak dianggap sial oleh keluarga itu."
Chu Liuxiang berfikir seraya menghela nafas: "Mengapa tidak memilih pakaian yang berwarna merah atau kuning, tapi justru memilih pakaian hijau?"
Ia tidak menyukai selada.
Selama ini ia beranggapan bahwa selada, wortel dan sejenisnya ini adalah makanan untuk kelinci.
Nenek itu sedang duduk di sampingnya, dan memandangi dia dari atas ke bawah dan sebaliknya, sepertinya menaruh minat besar padanya.
Asalkan ia adalah wanita, pasti akan menaruh minat pada Chu Liuxiang, dari usia 18-80 tahun adalah sama saja.
Lalu Zhang Jiejie?
Sejak tadi ia telah menghilang.
Tiba-tiba si nenek tersenyum dan berkata kepada Chu Liuxiang: "Hal ini pasti telah memberi pelajaran untukmu kan?"
"Pelajaran apa?" tanya Chu Liuxiang.
"Mengajarimu bahwa lain kali jangan mencampuri urusan suami istri orang lain. Sekalipun si suami dipukuli sampai mati oleh si istri, itu nasibnya si suami! Memang tiada seorang pun yang mampu menangani urusan ini", kata si nenek.
Chu Liuxiang berkata seraya menghela nafas: "Pelajaran yang aku dapatkan dari hal ini bukan cuma itu saja."
"Oh? Masih ada pelajaran apa lagi?" tanya si nenek.
"Yang pertama: Mengajariku dengan amat mendalam bahwa lain kali jangan sembarangan mengaku diriku adalah suaminya orang lain", kata Chu Liuxiang.
"Kemudian?" tanya si nenek.
"Yang kedua: Mengajariku dengan amat mendalam bahwa lain kali jangan lupa bahwa nenek yang tua pun juga adalah wanita", kata Chu Liuxiang.
Raut muka si nenek menjadi dingin dan berkata: "Apakah kau merasa sedikit tidak rela bahwa kau jatuh di tanganku?"
Chu Liuxiang menjawab seraya menghela nafas panjang: "Sekarang aku hanya menyesal kenapa kemarin aku kok tidak jatuh di tubuhnya nona-nona yang muda dan cantik itu!"
Si nenek berkata seraya tersenyum dingin: "Yang disayangkan adalah: Sekarang kau menginginkannya tapi sudah terlambat!"
Chu Liuxiang berkata seraya tersenyum kecut: "Makanya sekarang aku cuma berharap satu hal." "Apa itu?" tanya si nenek.
"Berharap berubah menjadi seekor kelinci", jawab Chu Liuxiang.
Si nenek berkata dengan terkejut: "Kelinci?"
Chu Liuxiang berkata seraya tersenyum "Jika anda melemparkan seekor kelinci ke tumpukan selada, kelinci itu akan merasa senang sekali, namun andalah yang akan menyesal."
Mendadak si kakek menolehkan kepalanya dan berkata sambil senyum: "Istriku yang tua, apakah kau tidak merasa bahwa orang ini ada sesuatu yang luar biasa?"
"Apanya yang luar biasa?" tanya si nenek.
"Sudah sampai pada situasi ini pun, ternyata ia masih bisa bergurau, bahkan kata-katanya banyak sekali."
***
Ini memang betul adalah keluarbiasaan Chu Liuxiang!
Pada saat-saat makin sial dan paling berbahaya, ia makin suka berbicara.
Ini tidak saja disebabkan ia selalu beranggapan bahwa berbicara dapat menenangkan perasaan hatinya, juga disebabkan ia seringkali dapat menemukan kelemahan lawan!
Jikalau lawan ada kelemahan, ia baru punya kesempatan. Jikalau tidak ada kelemahan, ia juga bisa menciptakannya.
***
Gerobak itu berbelok masuk ke sebuah jalan yang sepi dan terpencil. Biji mata Chu Liuxiang berputar-putar, lalu berkata: "Jalan ini menuju ke mana? Aku kok belum pernah lewat?"
Si nenek berkata dengan dingin: "Jalan yang belum pernah kamu lewati masih amat banyak, lain kali lewatilah dengan pelan-pelan."
"Lain kali aku masih ada kesempatan?" tanya Chu Liuxiang. "Itu tergantung", jawab si nenek.
"Tergantung apa?" tanya Chu Liuxiang.
"Tergantung kami senang atau tidak", jawab si nenek. "Kalau tidak senang? Masa' mau membunuhku?"
"Hmm!" si nenek mendengus.
"Aku dengan kalian kan tidak pernah bermusuhan atau punya dendam, seandainya mau membunuhku, ini pasti bukan ide kalian kan?" tanya Chu Liuxiang.
Tiba-tiba si nenek jadi bungkam.
"Aku tahu ada seorang yang mau membunuhku, tapi sampai sekarang masih tidak terfikirkan dia itu siapa?"
Chu Liuxiang melanjutkan kata-kata seraya memutar-mutar biji matanya: "Apakah orang itu adalah Zhang Jiejie? Apakah kalian sudah saling mengenal? Apakah ini adalah sandiwara yang sudah kalian rancang sejak semula?"
Si nenek tetap mengatupkan mulutnya, kelihatannya telah memutuskan untuk tidak ngobrol lagi dengan Chu Liuxiang.
Tiba-tiba Chu Liuxiang berkata sambil senyum "Aku sekarang baru menyadari bahwa anda pun memiliki sesuatu yang luar biasa --- Yang juga merupakan keunggulan terbesar anda."
Sewaktu orang lain menyinggung tentang keunggulan diri sendiri, sedikit sekali orang yang bisa menahan diri untuk tidak bertanya.
Dan memang si nenek akhirnya bertanya juga: "Apa yang kamu maksud?"
"Keunggulan terbesar anda ialah: tidak panjang mulut seperti perempuan lain", jawab Chu Liuxiang.
"Hmm!" Si nenek mendengus.
Walaupun is mendengus, namun ekspresi wajahnya sudah lebih "enak dipandang."
Chu Liuxiang tersenyum lagi, lalu berkata: "Orang bilang perempuan tua paling panjang mulut, dikarenakan anda tidak panjang mulut, anda pasti belum terlalu tua."
Ia melanjutkan sambil menghela nafas: "Hanya sayang bahwa anda terlalu tidak memerhatikan periasan diri, sehingga anda kelihatannya agak tua. Anda mesti memahami pepatah ini yang berbunyi 30% wajah, 70% merias diri. Setiap wanita melakukan hal demikian."
Tanpa terasa si nenek membetulkan belahan bajunya, dan mengelus-elus wajahnya.
"Umpamanya Zhang Jiejie sama sekali tidak merias diri seperti anda, pasti kelihatannya tidak lebih muda banyak dari anda", kata Chu Liuxiang.
Tanpa terasa si nenek berkata seraya menghela nafas: "Ia masih gadis muda, bagaimana aku bisa dibandingkan dengan dia?"
"Anda tahun ini berusia berapa? Ada 38 tahun?" tanya Chu Liuxiang.
Si nenek berkata seraya "mendinginkan" ekspresi wajahnya "Kamu jangan pandai menjilat ya!" Walaupun demikian, ia sudah hampir mau tertawa dengan senang.
Gadis muda mengharapkan orang lain mengatakan bahwa ia sudah besar dan dewasa, sebaliknya perempuan tua mengharapkan orang lain mengatakan bahwa ia masih muda!
Azas kebenaran ini dari dahulu kala sampai sekarang pun tetap berlaku!
Si kakek menoleh lagi, lalu berkata sambil tertawa: "Istriku yang tua, dengar kata orang bahwa orang ini memiliki mulut manis yang telah menipu banya kwanita! Kau harus hati-hati agar tidak terjebak olehnya."
"Saya mengatakan yang sebenarnya", kata Chu Liuxiang.
Si kakek berkata seraya tersenyum: "Masa' kamu betul-betul menganggap dia masih berumur 38 tahun? Bukan berumur 83 tahun?"
Tiba-tiba si nenek lompat berdiri, menampar si kakek dan memaki: "Omongan kentut! Kalau aku benar-benar berumur 83 tahun, bukankah kau adalah cucuku?"
Si kakek mengerutkan kepala dan tidak berani berbicara lagi.
Chu Liuxiang tersenyum lagi, lalu berkata dengan santai: "Sebenarnya tidak bisa menyalahkan dia, karena setiap suami akan merasa istrinya lebih tua dalam pandangan orang lain."
Si nenek saking marahnya sampai nafasnya agak terengah-engah, lalu berkata dengan marah: "Makanya wanita seharusnya tidak boleh menikah!"
Chu Liuxiang berkata sambil menghela nafas: "Ngomong secara jujur ya, di dunia ini posisi wanita terjepit: Jika tidak menikah, orang akan mengejek dan berkata dia tidak laku; Jika menikah, harus berjagajaga agar si suami tidak berubah hatinya!"
Ekspresi wajahnya penuh dengan rasa simpati, lalu melanjutkan: "Orang semuanya sepertinya melupakan satu hal: Yaitu din mereka juga dilahirkan oleh perempuan."
Di bawah kolong langit ini, sepertinya sudah tidak ada perkataan lain lagi yang sanggup membuat wanita jadi terharu dari kalimat ini!
Tanpa dapat menahan diri lagi, si nenek pun berkata seraya menghela nafas: "Andaikata semua pria di dunia ini penuh pengertian seperti kamu ini, pastilah kehidupan kaum wanita menjadi lebih mudah!"
Chu Liuxiang berkata sambil tersenyum masam "Namun apa manfaatnya menjadi orang semacam aku ini? Sebab malahan ada orang yang menginginkan nyawaku! Bahkan justru ada wanita yang menginginkan nyawaku!?"
Si nenek menatap dia, ekspresi mukanya tampak ada rasa simpati serta sedikit rasa bersalah, lalu berkata dengan suara lembut: "Barangkali ia tidak sungguh-sunguh mau menginginkan
nyawamu, mungkin hanya sekedar mau bertemu denganmu"
Chu Liuxiang menggelengkan kepala dan berkata: "Jika ia hanya sekedar mau bertemu denganku, mengapa tidak langsung menemuiku? Mengapa mesti memeras otak membikin jebakan¬jebakan? Mengapa mesti bersusah-payah demikian?".
Ia melanjutkan dengan wajah murung: "Seandainya aku berbuat salah pada dia, maka mati pun aku tidak menyesal, tapi yang membuat aku menyesal ialah: Bukan saja aku tidak pernah melihat wajahnya, bahkan aku tidak tahu dia itu siapa!"
Si nenek berkata dengan suara yang makin pelan: "Sebenarnya kami tidak punya dendam denganmu, juga bukan sungguh-sungguh mau mencelakaimu, cuma.. .cuma...."
"Aku pun tahu bahwa kalian pasti punya kesulitan yang sulit diutarakan, maka aku juga tidak ingin kalian melepaskanku, aku cuma ingin. ..cuma ingin....", kata Chu Liuxiang.
Si nenek berkata dengan tegas: "Jangan segan-segan untuk mengatakan apa yang kamu inginkan, asal itu dalam batas kemampuanku, aku pasti mau membantumu."
"Sebenarnya juga tidak ada apa-apa, cuma dikarenakan selama ini aku tidak makan selada, juga amat takut pada baunya, maka sekarang perutku terasa mulas dan mau muntah", kata Chu Liuxiang.
Si nenek berkata dengan sikap bersimpati: "Memang benar selada ada semacam bau yang aneh, aku pun tahu ada banyak orang yang tidak berani memakannya"
"Seandainya sekarang beri aku minum beberapa teguk arak, aku akan merasa jauh lebih enakan", kata Chu Liuxiang.
Si nenek berkata sambil senyum: "Hal ini mudah."
Ini memang tidak termasuk permintaan yang kelewat batas, sekalipun ia seorang narapidana terhukum mati, sebelum hukuman mati dijalankan, juga akan diberikan semangkok arak.
Si nenek berdiri, lalu berkata dengan suara keras: "Kakek tua, aku tahu kau pasti menyimpan arak, cepat keluarkan!"
Si kakek berkata sambil menghela nafas: "Tidak masalah jika minum beberapa teguk arak,
namun beberapa jalan darah di dadanya telah kau totok, lalu bagaimana ia bisa menelan arak?"
"Kalau aku bisa menotoknya, apa aku tidak bisa melepaskan totokannya?" kata si nenek.
Si kakek berkata dengan terkesiap: "Kau ingin melepaskan totokannya? Kalau dia lari, siapa yang bertanggung-jawab?"
Si nenek berkata dengan tersenyum dingin: "Tenang! Ia tak akan bisa lari."
Chu Liuxiang berkata dengan tersenyum kecut: "Tidak salah, kalau seluruh jalan darah di kedua kakiku ditotok, bagaimana aku bisa melarikan diri?"
Dengan gerakan yang amat lambat, si kakek mengeluarkan satu botol arak dari bawah alas gerobak, dan mau minum arak seteguk dulu.
Dengan sigap si nenek merampas botol arak itu, lalu menggoyang-goyangkan botol itu di depan muka Chu Liuxiang dan berkata: "Anak muda, dengarlah! Hanya disebabkan aku merasa kau orangnya lumayan juga, maka aku izinkan kau minum arak, tapi kamu sekali-kali jangan macam-macam, jika tidak jangan salahkan aku kalau aku berlaku tidak sungkan lagi padamu!"
Si kakek berguman: ia betul-betul berlaku tidak sungkan, aku boleh jamin bahwa tiada seorang pun yang sanggup bertahan."
Si nenek mendelik pada si kakek, namun tangannya telah menotok 6 jalan darah di kedua kaki Chu Liuxiang.
"Masih ada tangannya yang belum kau totok — Jika kau begitu menyukai dia, sekalian saja kau bantu dia dengan menyuapkan arak pan dia", kata si kakek.
Si nenek berkata seraya tersenyum dingin: "Suap ya suap, siapa takut? Menurut umurku kan sudah pantas jadi. ..kakak perempuan terbesarnya, masa' ada orang yang mau curiga padaku?"
Si kakek bergumam lagi: "Ternyata kau bisa jadi kakak perempuan terbesarnya, padahal aku kira kau sudah boleh jadi ibunya."
Mulut si nenek memaki-maki lagi, namun tangannya telah menotok seluruh jalan darah di kedua tangan Chu Liuxiang.
Walaupun ia telah tua, tetapi kedua tangannya masih mantap sekali, totokannya cepat dan tepat Tidak kalah dengan ahli-ahli totok terkenal mana pun!
Sejak tadi Chu Liuxiang telah bisa mengetahui bahwa pasangan suami istri ini pasti adilah tokoh persilatan yang amat termasyhur, namun sampai saat ini ia masih belum terpikirkan bahwa mereka itu siapa.
Setelah si nenek melepaskan totokan di dada Chu Liuxiang, lalu memapah bangunkan dia, menutup mulut Chu Liuxiang dengan botol arak, dan berkata: "Kamu minumlah dengan pelan¬pelan. Bukannya aku tidak dapat mempercayaimu, hanya dikarenakan banyak orang berkata bahwa dalam situasi sebahaya apa pun, kamu tetap bisa menemukan kesempatan untuk melarikan diri!"
Chu Liuxiang minum dua teguk arak, bernafas panjang sebentar, lalu berkata seraya tersenyum pahit: "Ilmu menotok yang anda miliki ini, di dalam dunia ini paling-paling cuma ada 2-3 orang yang dapat menandingi! Jika masih ada orang yang dapat lolos dan anda, ini baru disebut peristiwa aneh!"
Si nenek berkata sambil senyum: "Kamu termasuk orang yang pengamatannya jeli sekali ya! Sebenarnya aku pun tidak percaya kamu bisa lobs dari tanganku, namun berhati-hati sedikit kan tetap baik!"
Chu Liuxiang minum arak sambil menganggukkan kepala.
Si nenek berkata lagi sambil senyum: "Kamu tidak perlu minum begitu tergesa-gesa, arak dalam botol ini kan milikmu."
Ia agak menjauhkan mulut botol itu agar Chu Liuxiang bisa bernafas lebih lega.
Chu Liuxiang memang sedang bernafas, sampai nafasnya memburu dan wajahnya memerah.
Si nenek meninggikan kepalanya dan bergumam: "Mengapa kaum pria sepertinya semua adalah "setan mabuk?" Aku sendiri sampai sekarang kok tidak habis pikir: Apa manfaatnya minum arak?"
Ia segera akan mengerti: Sekalipun boleh dikatakan bahwa minum arak tidak ada manfaatnya, tapi toh tetap saja ada satu macam manfaatnya, yaitu kadang-kadang dapat menyelamatkan nyawa seseorang!
Tiba-tiba sebuah semburan arak keluar dari mulut Chu Liuxiang, menyembur ke muka si nenek laksana anak panah!
Dengan terkejut si nenek melompat ke belakang dan turun dari tumpukan selada itu, namun dengan tiba-tiba semburan arak itu berubah arah dan mengenai kaki Chu Liuxiang!
Si kakek pun amat terkejut, dengan sigap berkelebat dari muka gerobak, serta menimpukkan cambuk ke leher Chu Liuxiang.
Reaksi si nenek lebih cepat, badannya melesat bagaikan ada pegasnya, sepuluh jari tangannya mencengkeram ke mata kaki Chu Liuxiang laksana cengkeraman rajawali!
Hanya sayang bahwa mereka terlambat satu langkah saja! Sewaktu Chu Liuxiang mau melarikan diri, selamanya tiada seorang pun yang bisa menerka cara apa yang akan dipakainya!
Dan ketika orang sudah tahu cara apa yang dipakainya, seringkali sudah terlambat satu langkah!
Ketika semburan arak itu mengenai kakinya, telah melepaskan seluruh jalan darah di kakinya yang tertotok!
Chu Liuxiang melingkarkan kedua kakinya, badannya segera melesat pergi laksana anak panah
yang baru lepas dari busur!
Begitu badannya melesat, maka tiada seorang pun di kolong langit ini yang dapat menangkapnya lagi!
"Ilmu meringankan tubuh Pendekar Harum nomor satu di dunia!" Kalimat ini memang bukan isapan jempol!
Badannya melesat lalu bersalto di udara, setengah teguk arak yang tersisa di mulutnya disemburkan untuk melepaskan totokan di jalan darah lengan kanannya.
Badannya bersalto lagi di udara, tangan kanannya telah melepaskan totokan di jalan darah lengan kirinya.
Begitu seluruh jalan darah di kedua lengannya sudah terbebaskan, maka sepertinya ia ketambahan sepasang sayap, dan terlihatlah kedua lengannya diayunkan, lalu badannya berputaran dengan cepat di udara, segera saja badannya telah hinggap di ranting-ranting pohon yang jauhnya kira-kira 20-30 meter, dan ranting-ranting itu hampir tidak bergoyang sama sekali!
Ketika ia berada di ranting-ranting pohon, tampaknya ia berdiri lebih teguh dari orang lain yang berdiri di tanah datar!
Si kakek dan si nenek hanya melihat dengan melongo saja. Mereka tidak mengejar, sebab mereka sudah mengerti Sekalipun dikejar, juga tidak bisa menyusul Chu Liuxiang.
Dan lagi, sekalipun mereka bisa menyusul Chu Liuxiang, mereka bisa berbuat apa pada dia? Mereka pun tidak melarikan diri, sebab mereka pun tahu itu tiada gunanya.
Mendadak Chu Liuxiang berkata seraya tersenyum "Hal ini barangkali juga telah memberikan pelajaran bagi kalian."
Si nenek menghela nafas panjang, lalu berkata: "Betul! Aku sekarang baru tahu omongan pria sama sekali tidak boleh didengar! Jikalau seorang pria bermulut manis dan menjilat-jilat, maka satu kata pun tidak boleh dipercayai!"
"Kau baru tahu azas kebenaran ini?" kata si kakek.
"Sebab aku sudah hidup 60 tahun lebih, baru pertama kali ketemu pria semacam kau ini", kata si nenek.
Si kakek berkata seraya mengedipkan mata: "Kau sudah berumur 60 tahun lebih, padahal aku kira kau masih berumur 38 tahun."
Si nenek segera melayangkan sebuah tamparan.
Si kakek berlari sambil menutupi kepalanya, dan berteriak: "Ketika istri yang tua memukul kamu, haruslah kamu bersembunyi kian jauh kian baik!"
Mereka yang satu memukul, yang satu berlari untuk menghindar, dalam waktu sekejap mata, mereka telah lenyap entah ke mana.
Chu Liuxiang masih sedang tersenyum, sama sekali tidak punya niat mengejar.
Kebaikan terbesarnya barangkali ialah: Pada saat-saat yang paling kritis ia seringkali dapat melepaskan lawan-lawannya.
Ketika dengan ringan badannya baru turun dan pohon, tiba-tiba mendengar ada semacam bunyi --Semacam bunyi yang amat aneh, dan berasal dari suatu tempat yang amat aneh!
Bahkan ia tidak pernah menduga bahwa bunyi ini bisa keluar dan tempat ini!
Chu Liuxiang bukanlah seorang yang mudah kaget, tapi pada saat ini ia betul-betul merasa kaget!
Bunyi tepuk tangan bukanlah semacam bunyi yang aneh, meskipun Chu Liuxiang bukan artis panggung, namun masih sering mendengarkan bunyi tepuk tangan orang lain karena kehebatan dia.
Bagian bawah gerobak pun bukanlah semacam tempat yang aneh, baik gerobak itu besar atau
kecil, punya bentuk atau model apa pun, pasti punya bagian bawahnya.
Tetapi pada saat ini dan di tempat ini, dari bagian bawah gerobak bagal ini terdengar bunyi tepuk tangan, ini bukan saja amat aneh, bahkan luar biasa anehnya!
Hanya orang yang bisa bertepuk tangan -- Jika ada bunyi tepuk tangan dari bagian bawah gerobak, itu pasti ada orangnya, dan karena gerobak itu di sepanjang jalan tidak pernah berhenti, berarti orang itu sejak awal sudah bersembunyi di bagian bawah gerobak itu!
Pada mulanya Chu Liuxiang merasa kaget, tapi wajahnya segera tersenyum lagi. la telah dapat

Serial Pendekar Harum  - Gu LongTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang