BAGIAN PERTAMA : SI BUTA

1.9K 10 0
                                    

.........Tabib tradisional penjual obat ini meraba jalan dengan sebatang tongkat putih, melangkah memasuki kota kecil yang tenang dan damai ini, lalu dia mulai menabuh gembreng kecil kuningan, namun tanpa diduga...

Bab 1
Tie Da Ye
(Tuan Besar Tie)

Angin menderu-deru.
Angin bertiup dari arah barat, derunya seperti setan mengayunkan cambuk, melecut hati yang ingin pulang, juga melecut pergi arwah para musafir.
Mujurnya di sini tidak ada yang pulang, juga tidak ada musafir yang lewat.
Segalanya tidak ada di sini.

Dijalan tidak ada keledai, kuda, kereta atau pun tandu. Di toko juga tidak ada transaksi. Di dalam tungku tak ada abu bakar dari nyala baru. Di dalam kuali dan belanga tidak ada nasi atau lauk pauk. Di dalam kamar juga tak terdengar suara desahan bisik perayu, dan tidak tercium bau dan terlihat warna gincu serta bedak, dan tidak ada juga bau harum rendaman bunga.

Karena di sini sudah tidak ada orang lagi, bahkan tidak ada seorang pun yang masih hidup.
Suasana hening, sepi, mati.

Entah sejak kapan, angin mendadak berhenti. Di atas jalan panjang itu, mendadak terlihat seekor anjing putih sedang menyeret ekor menaiki jalan panjang yang dilapisi lempengan papan batu hijau.

Ada orang di belakang anjing itu.
Ada satu orang yang buta.

Kota kecil yang dulunya ramai dan makmur ini, kini, karena sesuatu sebab yang misterius, justru mendadak sudah berubah menjadi satu kota mati.
Tidak tahu apa-apa adalah salah satu penyebab paling penting yang membuat orang merasakan kengerian.
Dia berhenti, cakar depan anjingnya mengais-ngais tanah, tapi badannya malah menyurut ke belakang terus.
Tidak ada orang.

Dijalan tidak ada orang, di dalam rumah tidak ada orang, di depan, di belakang, di dalam dan di luar tidak ada orang. Jika tidak ada orang, seharusnya tidak ada bahaya, karena di dunia ini, yang paling membahayakan justru adalah orang.
Di dunia ini, masih ada binatang apa lagi, yang lebih banyak membunuh orang daripada 'manusia'?

Maka, si buta mulai maju berjalan ke depan kembali, bahkan sudah mulai memalu gembreng kecil kuningan itu lagi.
Selang sejenak saja, anjingnya juga mulai berjalan maju ke depan. Sekali ini, dia justru berjalan di belakang tuannya.
Anjing tetap saja anjing.

Apa penyebab sesungguhnya yang sudah membuat kota kecil, yang semula sangat makmur sentosa serta tenang damai, ini bisa berubah mendadak menjadi sebuah kota kecil tanpa jejak manusia?
Si buta tentu saja merasa heran.

Tapi, seandainya matanya bisa melihat, pasti dia akan menjadi semakin keheranan.
Sebab, sekali pun kota kecil ini tampak berserakan dan sepi mati ditinggal tanpa orang, tapi sebetulnya, masih sangat 'baru segar dan bersih". Di sudut-sudut rumah belum juga ada sarang laba-laba, perkakas dari besi pun belum berkarat, minyak dalam lampu belum kering, pakaian, selimut dan kasur belum juga berbau tengik karena berjamur. Bahkan meja dan kursi belum terlapisi debu tebal.

Apa sebabnya penduduk di sini mendadak tergesa-gesa pindah dalam satu malam?
Mengapa mereka begitu panik dan segera pergi?
Orang buta ini, mengenakan pakaian kembang-kembang, yang sudah memutih karena kebanyakan dicuci dan kemudian menguning oleh debu yang tertiup angin. Dia menggunakan tongkat putih penunjuk jalan, yang sudah lusuh sehingga jadi kelabu. Dengan tongkat ini, diketuknya batu jalan, terdengar satu suara "tok". Lalu terdengar suara "pluk" yang teredam, tongkatnya menyentuh tanah kuning dasar jalan panjang itu.
Angin bertiup kembali.

Papan merk toko terayun-ayun ditiup angin. Gelang besi bergesekan dengan kait penggantungnya, menimbulkan suara seperti menarik gergaji, deritnya membuat akar gigi terasa ngilu. Sang anjing putih melolong, suaranya parau. Jendela kertas yang sobek, ditiup angin sampai seperti suara rintihan dan helaan nafas.
Si buta sudah menabuh gembreng kecil kuningan yang suaranya nyaring jernih. Tapi, mendadak dia berhenti.
Ke mana perginya suara-suara yang menggembirakan itu?

Serial Pendekar Harum  - Gu LongTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang