Bab 13: Tertangkap

1.2K 22 0
                                    

Waktu Lo-ban menegasi dilihatnya orang itu duduk mematung dengan mata mendelong di atas meja, saking ketakutannya mata terkesima dan mulut tak kuasa berteriak, baru sekarang Lo-ban sadar orang ini dilempar balik oleh seseorang di luar pintu. Cuma kalau orang di luar dapat menyanggah serta melemparkannya balik, jatuh duduk tanpa kurang suatu apa di atas meja, kehebatan ini sungguh amat mengejutkan. Sekian lama Lo-ban tertegun, kembali ia menyurut mundur dua langkah kemudian lalu menggembor sekerasnya: "Bocah keparat di luar lekas masuk........."

Belum sampai ia keluarkan kata-kata "antar kematian", tiba-tiba suaranya tersendat didalam tenggorokan, karena dari luar menerobos seseorang, cuma sekali mata orang itu melotot padanya, seketika ia rasakan bulu kuduknya mengkirik dan dingin sekujur badannya, mulutpun tak berani sesumbar lagi.

Kalau di luar masih amat panas dan terik, sebaliknya suasana didalam rumah seketika dingin mencekam perasaan. Di bawah cahaya remang-remang tampak raut wajah orang itu pucat lesi, sedikitpun tidak menunjukkan perasaan hatinya, seolah-olah peristiwa besar apapun takkan bisa meluluhkan hatinya.

Sepasang mata itu justru teramat tajam dan menakutkan, dingin dan kaku menggiriskan pula, sejak orang ini melangkah masuk hawa dalam rumah seakan-akan membeku secara mendadak, orang-orang yang sedang judi dan berkaok-kaok seketika sirap, biji mata Ciangkuipun terpentang lebar, semua hadirin sama merasa badannya dilingkupi hawa dingin, namun mereka sendiri tak habis mengerti, kenapa hati sendiri kebat-kebit, apa sih yang ditakuti?

Tampak orang ini melangkah lebar masuk ke dalam rumah, bahwasanya seperti tidak melihat kehadiran orang lain didalam rumah ini, tangannya menggandeng dua utas tali, sekali tarik dari luar tersungkur masuk dua sosok tubuh manusia, seorang bungkuk dan seorang kurus burikan, begitu tersungkur jatuh sesaat tak mampu berdiri, dengan napas ngos-ngosan.

Lo-ban menghirup napas panjang, sapanya lebih dulu membuka kesunyian: "Sa.....sahabat kemari mau apa?" meski membesarkan hati, tapi entah kenapa suaranya serasa gemetar dan sumbang.

Laki-laki baju hitam itu menyahut: "Disini tempat apa?"

Lo-ban melengak, sahutnya: "Kita.....kita membuka penginapan."

Laki-laki baju hitam sudah duduk di sebuah kursi, "Brak" ia gebrak meja, katanya: "Kalau penginapan, kenapa tidak lekas siapkan minuman?"

Mengerling biji mata Lo-ban, tampak tujuh delapan laki-laki teman judinya sama mengawasi dirinya, dalam hati ia berpikir: "Aku takut apa? Kau bocah ini seorang diri, apa sih yang perlu ditakuti?" karena pikirannya ini, nyalinya tambah besar, jengeknya dingin: "Peraturan di sini selamanya mengutamakan bayar dimuka, mau minum kau harus keluarkan dulu uangmu."

Tak nyana laki-laki baju hitam menyeringai dingin: "Tidak punya uang."

Lo-ban melengak pula, ingin sebetulnya dia keluarkan kata-kata kasar, tiba-tiba dilihatnya sepasang mata laki-laki itu sedang melotot kepadanya, seketika seperti membeku darahnya, sepatah katapun tak kuasa dikatakan lagi.

Di sana Ciangkui tiba-tiba batuk pelan-pelan, katanya tertawa: "Kalau tuan tamu ini mau minum, kenapa tidak lekas kau suguhkan air teh."

Lo-ban yang galak itu ternyata menurut saja dengan tertunduk ia menuang air teh dan disuguhkan.

Laki-laki yang dilempar ke atas meja kembali melongo heran dan tak mengerti, secara diam-diam hatinyapun sedang bersorak kegirangan: "Kiranya kawanan perampok ini masih tahu takut kepada orang yang lebih galak."

Cepat sekali air teh disuguhkan, tanpa sungkan laki-laki baju hitam segera angkat cangkir terus ditenggak habis, tapi air teh yang masuk kedalam mulutnya tiba-tiba ia semprotkan ke muka Lo-ban, dampratnya gusar: "Air teh seperti ini mana bisa diminum, ganti secangkir air lagi."

Serial Pendekar Harum  - Gu LongTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang