Bab 2: Senjata yang Menakutkan

1.5K 14 0
                                    

Cuaca cerah, hawa segar. Tiga buah kereta yang dipajang indah dan megah tengah berlari di jalan raya yang dipagari pepohonan rindang.

Kereta terdepan kelihatannya kosong tanpa muatan seorangpun, namun kereta ini tanpa kuda, sebaliknya ditarik enam laki-laki yang berbadan tegap tinggi dan kekar, sinar mata mereka berkilat-kilat, sekilas pandang orang akan tahu bahwa ke enam orang ini adalah ahli silat yang berkepandaian tinggi, namun mereka terima diperbudak, maka dapatlah dibayangkan bagaimana majikan mereka, tentulah seorang tokoh Bulim yang amat kosen.

Kereta terbelakang, sering terdengar suara cekikikan genit seorang perempuan semerdu kicauan burung kenari, sayang jendela kereta tertutup rapat, siapapun takkan bisa melihat atau tahu muka si penunggang kereta.

Kereta yang ditengah sebaliknya lebih besar dan lebar, keadaanyapun paling mewah, jendela kereta terpentang lebar, namun kerai menjuntai turun, dari balik kerai itu sering terdengar gelak tawa riang gembira. Gelak tawa gembira yang keluar dari mulut Coh Liu-hiang dan Oh Thi-hoa, mendengar Soh Yong-yong berada di Yong-cui-san-cheng, masakah mereka tidak sudi ikut Li Giok-ham pulang kesana?

Memang kereta ini tidak dibuat sebagus kereta KiPing -yan itu, tapi kereta ini lebih luas dan lebar, lebih nyaman dan segar, membuat orang tak merasa letih meski menempuh perjalanan jauh. Bukan hanya sekali saja Coh Liu-hiang bertanya-tanya: "Cara bagaimana Yong ji bertiga bisa tahu-tahu berada di Yong cui san ceng?

Liu Bu-bi selalu menjawab dengan tertawa: "Sekarang terpaksa aku harus jual mahal, yang terang setelah kau bertemu dengan nona Soh kau akan jelas duduknya perkara."

Berhari-hari lamanya mereka kembali ke Tiong-goan lalu lintas jalan raya semakin banyak, orangpun lebih banyak hilir mudik, melihat ketiga buah kereta ini, sudah tentu tiada satupun yang tidak memperhatikan.

Hari itu mereka sampai di Kayhong, hari sudah magrib, terpaksa rombongan mereka masukkota dan mencari penginapan.
Setelah makan malam dan menenggak arak habis beberapa cawan arak, semua orang kembali ke kamar masing-masing untuk istirahat. Hanya Oh Thi-hoa menuruti kebiasaannya, dia tetap duduk di kamar Coh Liu-hiang tidak mau kembali ke kamarnya sendiri.

Masih segar dalam ingatan Coh Liu-hiang akan kejadian masa lalu yang penuh bahaya dan serba misterius yang menimpa dirinya dikota ini, sehingga pikirannya berkecamuk dan tidak bisa tidur. Maka kebetulan juga kehadiran Oh Thi-hoa di kamarnya.

"Pandanganmu memang jitu." kata Oh Thi-hoa, "Li Giok ham suami istri memang pandai menggunakan Kim si bian ciang. Pui san khek biasanya tidak punya murid, namun beliau sahabat kental Li Koan bu laksana saudara sepupu, bukan mustahil bila dia menurunkan keahliannya kepada anak sahabatnya."

Coh Liu-hiang menghela napas panjang: "Yang berada di luar dugaan, jago kosen nomor satu pada masa lalu, kini sudah jadi orang tanpa daksa, para Bulim Cianpwe satu persatu sudah menemui ajalnya, sungguh harus dibuat sayang dan mengenaskan."

"Untungnya dia masih punya seorang putra sebaik itu, sembilan kali sembilan delapan puluh satu jurus Ling-hong-kiam ditambah Kim-si-biau-ciang, memangnya Yong cui-san-ceng kuatir tidak bisa diperkembang luaskan?"

Menurut pandanganku, kepandaian silat Liu Bu-bi bukan saja lebih tinggi dari suaminya, terutama ilmu Ginkangnya terang lebih tinggi."
"Khabarnya kepandaian silat dari ketiga keluarga besar persilatan khusus diturunkan kepada menantu tanpa diteruskan kepada anak gadisnya, jikalau dia sudah menjadi menantu Li Koan hu, sudah tentu ilmu silatnya tidak lemah."

"Umpama kata benar dia menikah dan masuk ke dalam keluarga Li, yang terang tak akan lebih lama dari sepuluh tahun, sementara anak didik dari ketiga keluarga besar persilatan, sejak umur tiga atau lima sudah mulai diajarkan ilmu silat, kukira Li Giok-ham tidak menyimpang dari kebiasaan ini."

Serial Pendekar Harum  - Gu LongTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang