Bab 2: Rumah Sauna

1.9K 23 1
                                    

Air terasa panas, Coh Liu-hiang dan Oh Thi-hoa terendam di dalam air, dahi mereka penuh butiran keringat. Mereka tidak merasa susah, sebaliknya merasa segar.

Sebab, tempat mereka berada bukanlah sungai yang terbakar melainkan di sebuah bak mandi yang besar. Rupanya mereka sedang mandi uap.

Oh Thi-hoa membasahi handuknya. setelah diperas kering, handuk lantas dikerudungkan di atas kepala, lalu ia memejamkan mata dan menghela napas, gumamnya. "Ehmm, sama-sama berendam, jelas rasanya berbeda. berendam di situ memang berlainan dengan berendam di sungai. Sama halnya dengan manusia, sama-sama manusia, tapi ada yang pintar dan ada yang bodoh."

Coh Liu-hiang juga sedang memejamkan mata dengan rileks. Ia bertanya, "Siapa yang bodoh?"

"Kau pintar, aku bodoh," kata Oh Thi-hoa.

"Eh, mengapa kau jadi rendah hati?" ujar Coh Liu-hiang dengan tertawa.

"Sebenarnya aku pun tidak mau mengaku bodoh. tapi apa daya, kenyataan memang demikian." kata Oh Thi-hoa dengan menyengir.

"Coba, kalau tiada kau, mungkin aku sudah terbakar menjadi abu, mana bisa menikmati mandi uap yang menyenangkan ini. Cuma sayang, tidak ada gadis pijatnya."

Sejenak kemudian ia menghela napas dan menyambung, "Terus terang, waktu itu aku benar-benar bingung, aku tidak habis mengerti, mengapa air sungai bisa terbakar, lebih-lebih tak terpikir olehku bahwa di bawah api masih ada air sungai kalau tidak ditarik olehmu, sungguh aku tidak berani terjun ke bawah."

Coh Liu-hiang tertawa, katanya, "Sebelum api berkobar, bukankah kau mengendus scmacam bau sengak yang aneh?"

"Betul," kata Oh Thi-hoa. "Waktu itu kulupa hidungmu kurang tajam, malahan kutanya padamu. waktu kuingat pertanyaan itu hakikatnya percuma, tahu-tahu api sudah berkobar."

"Apakah kau tahu bau apakah itu?"

"Jika tahu, orang yang punya hidung malahan tanya kepa-da orang vang tak punya hidung. sungguh aneh, sungguh lucu."

Oh Thi-hoa tertawa, katanya. "Tadi kau telah menyelamatkan aku sehingga tidak mati terbakar. tapi aku tidak berterimakasih padamu. Betapa sering kau menyelamatkan aku, toh tetap akan kuhajar kau. Supaya aku, tidak penasaran. kau harus memberitahukan padaku bau apakah tadi?"

"Darimana kutahu bau apa?" uJar Coh Liu-hiang dengan tertawa. "Cuma meski aku tak dapat mencium baunya, namun sudah kulihat jelas."

"Melihat apa?" tanya Oh Thi-hoa. "Minyak," jawab Coh Liu-hiang.

"Minyak? Minyak apa?" tanya Oh Thi-hoa pula.

"Minyak apa, aku sendiri pun tidak jelas. cuma pernah kudengar cerita orang bahwa di sekitar daerah Tibet, di bawah tanah terdapat semacam air hitam yang sangat mudah menyala (minyak bumi zaman ini). Sekali terbakar sukar dipadamkan."

"Ya, betul, aku pun merasa bau itu memang berbau sengaknya minyak," kata Oh Thi-hoa.

"Tapi di Sungai Panjang (Tiangkang) ini masa terdapat minyak hitam begitu?"

"Sudah tentu minyak itu tidak muncul sendiri, tapi dituang oleh orang," kata Coh Liu-hiang.

"Barang cair hitam itu memang aneh, bila dituang ke dalam air, pasti tetap mengambang di atas permukaan air maka tetap dapat dinyalakan Tapi mereka lupa kalau minyak mengambang di permukaan air dan terbakar, air di bawahnya tidak ikut terbakar, asalkan kau berani terjun ke tengah lautan api. tentu pula kau dapat selulup ke dalam air."

"Wah. tidaklah mudah bila orang ingin membakar mati kutu busuk tua macam kau ini." kata Oh Thi-hoa dengan tertawa.

"Tapi orang-orang ini dapat mengangkut minyak hitam jauh dari Tibet sana ke sini serta berani menyalakan api di sungai, suatu tanda mereka bukan orang biasa, tapi punya organisasi yang rapi, besar tenaga dan dananya. pula sangat berani."

Serial Pendekar Harum  - Gu LongTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang