2. Slapped

86.8K 5.6K 116
                                        

Seorang laki-laki bertubuh jangkung berjalan malas menuju kelas. Begitu malas untuk pergi ke sekolah. Kepalanya pusing melihat wajah asing setiap hari.

"Hai Farsh," sapa perempuan berambut gelombang yang saat ini berdiri di depan Farshad. Dengan wajah datar, Farshad pergi begitu saja. Tak membalas sapaan gadis itu sedikitpun. Seperti tak mendengar sapaan gadis itu.

Gadis itu membeku. Senyumnya yang lebar tiba-tiba menghilang. Ia hanya diam menatap punggung Farshad yang lama kelamaan menghilang. Ia menghela nafasnya.

Seperti itulah Farshad.

Ia tak akan pernah membalas sapaan orang lain. Bahkan teman sekelasnya sendiri. Semua orang bingung dengan sikap anehnya. Setiap hari Farshad seperti orang baru. Itulah salah satu penyebab Farshad tak memiliki teman. Semua orang berpikir bahwa dirinya sangat sombong.

Mentang-mentang ganteng, pinter, terus nganggap semua orang rendah.

Farshad sudah biasa mendengar celotehan tajam seperti itu. Tak masalah. Baginya ucapan mereka semua hanya seperti angin lalu. Ia tak peduli apa kata orang. Yang penting hidupnya tenang tanpa gangguan orang lain.

Iya, Farshad tampan. Hidungnya runcing, kulitnya bersih, alisnya tebal, matanya coklat pekat. Sayang, dirinya begitu dingin dan tertutup. Ia seakan tak membiarkan orang lain masuk ke dunianya.

Farshad jarang berbicara. Sehari-hari kegiatannya di kelas ketika istirahat hanyalah membaca buku sambil mendengarkan lagu. Farshad tak bisa disamakan dengan anak-anak kutu buku lain yang bertampang culun karna wajah Farshad terlalu sempurna.

"Minggir," titah gadis yang saat ini berdiri di lorong kelas begitu dingin menghempas kasar tangan laki-laki yang saat ini menggenggam tangannya.

Farshad menghentikan langkahnya sejenak. Ia menaikkan sebelah alisnya. Entah kenapa ia jadi penasaran ingin mendengar suara gadis itu lagi. Semua mata orang-orang saat ini memang mengarah padanya.

Suara itu...

"Enggak..." ujar laki-laki itu menggelengkan kepalanya. Ia menarik tangan gadis berikat satu lebih kuat hingga tubuh gadis itu kembali berhadapan dengannya.

Nanda? Ah... gak mungkin....

Tangan Farshad seketika mengepal. Rahangnya mengeras. Gadis itu berdiri membelakangi Farshad. Ada kilatan marah di mata Farshad. Tapi berusaha ia tahan. Apa gue gila?

"Flora, gue suka sama lo. Please terima gue jadi pacar lo." Laki-laki itu menatap gadis di depannya dengan tatapan yang begitu dalam. Sementara, gadis itu terus saja mengedarkan pandangannya. Ia terlihat malas menatap laki-laki di depannya. Laki-laki itu masih menggenggam tangannya.

Farshad tersenyum miring. Kenapa ia berpikir bahwa gadis itu adalah Nanda? Jelas-jelas gadis itu adalah Flora. Gadis badung yang tak pernah memikirkan dirinya sendiri. Gadis menyebalkan yang tak bisa berhenti berbicara di kelas. Kenapa masih ada saja laki-laki yang menyukai gadis seperti itu?

Rahang Farshad yang tadinya mengeras kini perlahan melemah. Bukan Nanda. Itu saja yang terus ia gumamkan. Entah kenapa Farshad menghela nafasnya begitu lega. Ia melanjutkan langkah kakinya kembali. Tak berminat untuk menonton sinetron itu lagi.

Flora, bagi Farshad Atharizz Calief tak lain hanyalah gadis sampah yang suka mencari-cari perhatian orang lain dengan terus membuat masalah. Entah bolos sekolah atau terlibat perkelahian dengan laki-laki. Kadang Farshad bingung, kenapa masih banyak lelaki yang memuja gadis seperti itu. Cantik? Entahlah. Di mata Farshad semua gadis sama saja. Tidak menarik.

Hear My VoiceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang