26. Unfair

39.3K 3.1K 44
                                    

Flora menatap kosong handphone di depannya. Tak ada panggilan. Hanya ada satu sms masuk yang isinya maaf oleh kekasihnya. Satu kata itu tak akan cukup. Apa tak ada sebuah pembelaan diri?

Wajah Flora tampak gusar. Ia bungkam sejak pulang dari rumah Farshad. Beban pikirannya bertambah satu lagi, seakan tak cukup saja satu masalah datang menghampiri.

Ia berdiam diri di dalam rumah yang dulunya ia anggap surga, kini tak lagi. Jarum jam dinding berdetak tanpa henti. Detiknya berubah jadi menit dan menit berubah jadi jam. Di hari itu ia menyadari bahwa ia kehilangan semangat hidupnya sedikit demi sedikit.

Flora tak bisa lagi menangis, air matanya telah kering. Ia tak bisa lagi marah, tak bisa lagi bersedih. Mungkin bila ada seseorang yang melihat keadaannya saat ini, orang itu akan berpikir bahwa Flora seperti mayat hidup. Tak berekspresi.

Ia menarik handphone-nya. Bukan berniat membalas pesan tadi, ia hanya berniat menghubungi Citra. Ia butuh Citra sekarang.

Flora Callia : Cit, lo dimana? Gue butuh. Gue hancur banget hari ini.

Send.

Tanpa butuh waktu lama, handphone-nya bergetar lagi. Tapi bukan dari Citra, melainkan Nino.

Nino Nicander : Tahu tek malam-malam kayaknya enak nih. Mau ikut saya?

Flora berdecak, ternyata ia salah mengirim pesan. Untungnya Nino tidak menanyakan kenapa dirinya sedang hancur. Nino malah mengajak makan malam.

Flora mengetuk-ngetuk handphone-nya sambil berpikir. Sepertinya bukan hal buruk untuk pergi bersama Nino. Lagipula, Flora saat ini memang butuh seseorang untuk menghiburnya. Persetan dengan Farshad. Persetan dengan Rissa!

Flora Callia : Boleh juga.

Nino Nicander : Saya jemput 15 menit lagi.

Flora Callia : Gue gak di rumah Nenek. Lo tau rumah gue?

Nino Nicander : Saya kan cenayang. Apalagi tentang Kakak, saya tahu semua hehe.

Flora Callia : Ah masa sih?

Nino Nicander : Iya saya cenayang sekaligus pesulap. Lihat aja nanti saya sulap Kakak yang murung jadi senyum hehe.

Flora Callia : Oke gue tunggu sulap lo berhasil apa enggak.

Flora melangkah gontai menuju lemari bajunya. Walaupun ia diajak pergi keluar, ia tetap kehilangan semangat.

Satu harapannya, semoga saat bersama Nino, ia bisa melupakan masalahnya sebentar saja.

~~~

"Mau kemana?" tanya pria berkacamata tanpa menoleh ke arah Flora. Matanya tetap terfokus pada koran yang saat ini ia baca.

"Tumben peduli," jawab Flora acuh tak acuh.

"Jawab saja, mau kemana?"

"Mau ke mall malingin barang orang banyak-banyak biar Papa malu," balas Flora tersenyum miring.

Ayahnya menghela nafas kencang. Ia memijit pelipisnya. Wajahnya terlihat begitu lelah.

"Papa sedang malas berdebat."

"Kalau begitu permudah saja. Flora tetap akan mematuhi perintah Papa untuk tinggal di sini, tapi Papa juga harus mengikuti kemauan Flora untuk tidak bertemu psikiater dan jangan larang Flora pergi keluar."

Hear My VoiceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang