34. I'm Here

38K 2.9K 74
                                        

Setelah mengerjakan soal terakhir mid semester, Flora langsung melangkah nenuju ke belakang sekolah dengan perasaan kalut. Bahkan selama di kelas, ia tak sanggup bertatapan dengan Farshad. Perasaan marah, sedih, dan benci bercampur aduk ketika ia melihat wajah Farshad--laki-laki yang hari ini mencampakkan dirinya. Itulah sebabnya Flora yang mengatakan putus, agar dirinya tak terlalu menyedihkan. Agar dirinya yang terlihat mencampakkan Farshad, padahal sebaliknya.

Flora menutupi wajahnya dengan kedua telapak tangan. Ia menangis sejadi-jadinya. Tak peduli jika ada yang mendengar. Intinya saat ini ia sedang berada di kehancuran jati dirinya, kehilangan semua orang, bahkan mungkin kehilangan semangat hidup. Apa ia mati saja? Tak ada juga yang mencintainya. Ibunya, Ayahnya, Citra, bahkan Farshad, semuanya membenci dirinya. Kenapa nasibnya seburuk ini?

Flora menangis, ketika tanpa sadar ada seseorang yang berdiri menatapnya selama beberapa saat. Orang itu bahkan tak berani mendekati atau memeluk. Yang ia bisa lakukan hanyalah berdeham canggung.

"Sesuai perkiraan, lo di sini." Suara ini begitu familiar. Flora langsung menengadah ketika mendengar suara itu. Matanya bertemu dengan mata gadis berambut pendek yang baginya sudah seperti keluarga--Citra.

"Cit..."

"Lo jangan salah paham. Gue kesini bukan apa-apa. Sekarang semua teman sekelas di suruh kumpul di kelas. Ada pemeriksaan." Citra mengucapkan hal itu sambil membalik tubuhnya untuk melangkah ke kelas. Jujur saja, ia tak tahan melihat sahabatnya terpuruk seperti itu, sementara mereka masih melangsungkan perang dingin. Ada perasaan bersalah yang memeluk hati Citra.

"Pemeriksaan?"

"Gak usah banyak tanya. Langsung aja ke kelas."

Flora pun menganggukkan kepalanya. Sambil menghapus air matanya cepat-cepat, ia membuntuti Citra dari belakang. Kalau dipikir-pikir, sudah lama ia tak berbicara dengan Citra. Rasanya begitu rindu. Bila bisa, rasanya Flora ingin memeluk Citra erat. Ia begitu menyayangi Citra. Ia tak punya keluarga lagi selain Citra.

Mereka telah sampai di depan kelas. Semua teman-teman sekelas Flora tampak berdiri di depan pintu sambil bergerombol. Flora mengerutkan keningnya, ada apa sebenarnya?

"Handphone lo hilang sejak kapan Na? Astaga serius? Iphone 7 plus lagi omg...." ujar Riska menggeleng-gelengkan kepalanya.

Handphone Ana hilang?

Ana terlihat menangis tersedu-sedu, "Bangs*t siapa yang malingin hp gueee. Gue ngomong apa ini sama bokaapppp." Diva, Rina, dan Egi terlihat memeluknya, berusaha menenangkan Ana.

"Udah Na, insyaAllah ketemu kalau masih rejeki lo," ujar Egi sambil menepuk-nepuk punggung Ana.

Flora melirik ke arah laki-laki yang melipat kedua tangannya di depan dada sambil bersandar di pilar besar sekolah. Laki-laki itu berdiri agak jauh dari kerumunan siswa ini. Dari wajahnya, ia tampak tak peduli dengan kejadian ini.

Flora tersenyum getir. Laki-laki itu--Farshad--nampaknya baik-baik saja setelah putus dengan Flora. Mungkin seharusnya ia bahagia. Selama ini, mungkin Farshad menyesal telah menjadikan Flora pacar, terlebih karena tak lama kemudian Rissa--Nanda datang setelah mereka jadian. Mungkin, Farshad merasa tak enak bila langsung memutuskan Flora. Ah, brengsek.

Flora memalingkan wajahnya, berusaha tak peduli. Kemudian, ia berjinjit, ingin melihat keadaan di dalam kelas. Terlihat Bu Siska, Bu Sulastri, dan Pak Erhas sibuk memeriksa seluruh tas siswa dan menggeledah isinya satu per satu.

Tak lama kemudian, dengan wajah terkejut sekaligus geram, Bu Siska keluar membawa sebuah tas ransel berwarna coklat tua.

"Ini tas siapa!" ujar Bu Siska dengan nada tinggi.

Hear My VoiceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang