14. Hugging

47.2K 3.7K 117
                                    

"Kak Flora?" Nino terlihat bingung melihat Flora yang tiba-tiba menangis setelah diacuhkan Farshad. Flora tetap menunduk, menangis tanpa suara. Namun, pundaknya naik turun. Nino bingung, tak tahu harus berbuat apa.

"Kak?" Nino mendekati Flora, kemudian dengan tangannya yang gemetar ia menarik Flora kepelukannya. Flora menutupi wajahnya, namun membiarkan Nino memeluknya.

"Kenapa gue... jadi selemah ini...." desis Flora.

Nino menepuk punggung Flora perlahan, "Enggak Kak... Kakak gak lemah. Buktinya, setiap hari Kakak masih bisa senyum kan? Kakak begini karna udah gak bisa nahan lagi aja. Gapapa Kak, keluarin aja semuanya. Tapi, setelah itu senyum lagi ya?"

Kata-kata ini... kenapa sama kayak kata-kata Farshad?

"Lo kenapa ngomong gitu? Gue gak suka!" Flora melepaskan pelukannya, kemudian menghapus air matanya kasar. Nino menatap Flora dengan tatapan bingung.

"Ma-maaf Kak... sa-saya..."

"Enggak No, sorry. Gue cuma keingetan Farshad aja pas lo ngomong gitu tadi. Maaf gue gak jelas."

"Kakak suka Kak Farshad?"

Hening. Pertanyaan itu menggantung di udara. Flora tersenyum getir. Ia juga tak tahu apa ia menyukai Farshad? Farshad adalah satu-satunya laki-laki yang mampu membuat tidur Flora jadi tak nyenyak. Satu-satunya laki-laki yang melihat kondisi Flora yang lemah. Satu-satunya laki-laki yang selalu membuat Flora penasaran. Apa ini rasa suka?

Flora masih belum bisa menyimpulkan apa kemauan hatinya. Hanya dengan sekali hentakan, Farshad bisa membuat Flora ragu akan perasaannya. Apa Flora menyukainya? Kenapa sulit sekali mengakuinya?

"Iya, gue suka Farshad."

Nino membeku di tempat. Kali ini, dirinya yang tersenyum getir.

~~~

Farshad membanting bukunya dengan keras. Ia terus saja mengumpat di dalam hati. Kenapa ia melakukan itu pada Flora? Padahal Flora tak salah apapun.

Kelas sudah sunyi. Semua orang sudah pulang ke rumah masing-masing. Tapi, tidak untuk Farshad. Ia masih betah di sekolah.

Saat ia ingin kembali dari perpustakaan menuju kelas, ia berpapasan dengan gadis itu, Flora. Awalnya, Farshad tak yakin karena ia tak begitu jelas melihat wajah Flora. Namun, setelah Flora memanggil namanya, Farshad yakin. Itu Flora.

Farshad sedikit merasa bersalah. Ia sama sekali tak berniat membuat Flora kecewa. Tapi, entah kenapa setiap mendengar suara Flora, ia jadi begitu takut. Kenangan itu kembali lagi.

Namun, setiap Flora memanggil namanya, Farshad selalu merasa... tenang.

Farshad menghela nafasnya kencang. Seandainya tadi malam ia melihat nama penelpon, mungkin ia tak perlu salah memarahi orang. Ia pikir, perempuan itu yang menelepon. Ternyata Flora. Dan saat Flora memanggil tadi, entah kenapa ia malah mengacuhkan. Bodoh.

Farshad jadi begitu canggung. Ia tak tahu harus berkata apa pada Flora. Karna ia tak punya niatan sama sekali untuk menjelaskan kejadian tadi malam.

Dan saat ini, Flora malah pergi bersama laki-laki lain. Tapi, Farshad tak peduli. Untuk apa dia peduli? Sebentar, apa ia benar-benar tak peduli? Entahlah. Yang saat ini ia pikirkan adalah bagaimana caranya meminta maaf. Karena ia merasa tak enak telah menyakiti teman pertamanya di sekolah ini. Iya, teman pertama, tegas Farshad di dalam hati, teman.

Hear My VoiceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang