"Ingat gak dulu kita sering banget ke sini hampir tiap hari bareng Kristal." Rissa tersenyum sambil bernostalgia mengingat masa lalu, "Kristal selalu pesen banana split. Kamu juga."
Farshad hanya memainkan es krimnya dengan sendok hingga es krimnya mulai mencair. Ia terus bermain dengan pikirannya sendiri sementara Rissa sibuk mengajaknya berbicara.
"Farsh?"
Farshad baru tersadar dari lamunannya. Ia tersenyum, "Iya, kenapa Nan?"
Nanda tersenyum kecut, "Kamu lagi gak berada di sini ya?"
"Maksudnya?"
"Kamu disini, tapi hati dan pikiranmu gak disini Farsh." Rissa menatap lurus kedua bola mata Farshad, mencari sesuatu di sana.
"Maaf, Nan. Gue-"
"Gak papa Farsh, kamu cepet habisin es krimnya terus kita pulang deh." Rissa tersenyum. Farshad tahu itu hanyalah sebuah senyum palsu. Ia jadi merasa bersalah pada Rissa.
"Aku mau kasih tahu kamu sesuatu Farsh." Rissa mendekatkan wajahnya pada Farshad, "Kamu tahu alasan aku pergi gak bilang-bilang? Karena aku takut kalau aku ketemu kamu, aku gak bakal bisa pergi. Aku pergi untuk berobat dan ikut Ayahku yang kerja. Kamu tahu waktu aku di bandara terus dapat kabar kalau Ibumu udah gak ada? Aku nangis. Tapi aku gak bisa apa-apa, aku gak bisa ikut ke pemakaman. Maaf Farsh. Seandainya waktu itu aku kasih tahu kamu, mungkin kita gak kayak gini."
Ada setitik air mata yang jatuh di pelupuk mata Rissa. Namun, cepat-cepat Rissa menghapusnya. Ia terus saja tersenyum, "Apa kita gak bisa memulai semuanya lagi?"
"Nan-"
"Enggak Farsh, jangan dijawab. Aku tahu jawabannya dengan liat matamu aja." Rissa menggenggam satu tangan Farshad dengan kedua tangannya, "1 minggu Farsh, kasih aku waktu 1 minggu sebelum kita benar-benar berakhir. Kasih aku ketulusan kamu 1 minggu aja. Setelah itu, aku gak akan ganggu kamu lagi Farsh."
"Nan..."
"Bisa?"
Farshad menghela nafasnya panjang.
~~~
"Makasih ya No udah berusaha ngehibur gue. Gue gak ngerasa sendirian lagi." Flora tersenyum tulus sambil menolehkan kepalanya pada laki-laki yang sedang menyejajarkan langkah kakinya di samping Flora menuju parkiran.
"Iya sama-sama Kak. Maaf kali ini perkiraan saya meleset. Harusnya setelah Kak Flora keluar dari studio bakal ceria, saya malah bikin Kakak nangis di dalam." Nino menatap lurus jalan di depannya. Merasa bersalah.
"Enggak kok No. Aku udah seneng banget. Kayaknya kalau aku sedih, aku harus sering-sering ke sana deh. Biar aku ketawa-tawa terus bacain tipsam orang hahaha. Makasih ya No untuk hari ini."
Setidaknya, ada 1 hal yang bisa membuat Flora sedikit bersemangat dan melupakan masalahnya sebentar. Setidaknya, masih ada 1 orang yang berpihak padanya dan berusaha membuatnya terhibur. Flora benar-benar berterimakasih pada Nino.
"Gak gratis loh Kak. Harus ada gantinya." Nino terkekeh.
"Lo mau apa sih No? Hahaha."
"Temanin saya nonton di bioskop besok. Gimana?"
"Itu mah gampang."
"Oke, saya jemput besok malam ya."
Flora mengangguk saja.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hear My Voice
Teen Fiction[COMPLETE]Flora Callia Valerie, atau sering dipanggil Flora. Cewek populer, cantik, tapi ditakuti cowok. Cewek tomboy yang jagonya berantem. Tapi kalau urusan pelajaran, dia mundur. Bukan karna gak pinter, hanya karna malas. Walaupun terkenal serem...