45. Hear My Voice

54.3K 3.7K 173
                                    

Citra masih berusaha menghubungi Flora. Masih ada waktu 20 menit lagi sebelum bel tanda masuk sekolah berbunyi. Apa dia membolos saja?

Citra menatap nanar sekelilingnya, semua orang terlihat tak peduli. Hari ini semua teman-temannya masuk sekolah lebih pagi karena harus mengerjakan tugas yang diberikan Pak Erhas.

Biadab. Gak ada yang tahu Flora bakal pergi.

Pandangan mata Citra jatuh pada kursi paling belakang ujung. Penghuni kursi itu juga tidak terlihat. Citra mengumpat dalam hati. Laki-laki brengsek.

"Cit dipanggil."

Citra menoleh ke ambang pintu. Terlihat gadis berambut gelombang berdiri di sana. Citra mendengus. Apa mau gadis itu? Menertawakan Citra karena Flora akan pergi dari sekolah hari ini?

Citra melangkah malas menuju ambang pintu. Tasya mengikuti Citra dan duduk di kursi pinggir lapangan basket.

"Kenapa datangin gue? Mau ngetawain gara-gara Flora hari ini berangkat? Mau bikin party di sekolah buat ngerayain keberangkatan Flora?" Tanya Citra ketus. Citra menatap lutus lapangan di depannya, "gue lagi gak mood banget buat berantem hari ini. Sumpah."

"Hari ini gak ada upacara, guru pada rapat. Bahkan kita pulang cepat karena angkatan gue pada tryout. Itu kesempatan lo dan teman-teman lo buat samperin Flora. Masih ada waktu." Tasya juga menatap lurus lapangan di depannya.

Citra terkejut, ia langsung menoleh ke arah Tasya, "kok lo-"

"Gue utang budi sama Flora. Kalau bukan karena Flora, mungkin hari ini gue gak ada di sekolah." Tasya menatap balik ke arah Citra, "gue terlalu bejat sama dia. Dan cuma ini yang bisa gue lakuin buat dia." Tasya tersenyum tulus, "sampaikan salam gue dan permohonan maaf gue ke dia ya," katanya sambil menepuk pundak Citra dan beranjak dari tempatnya duduk.

Citra masih belum bisa mengerti apa yang terjadi pada Tasya. Tapi, ia harus cepat. Jalan menuju Balikpapan akan memakan waktu 1 jam termasuk macet. Itu artinya, ia bisa mencegat Flora sebelum pukul 9 pagi. Tapi, tanpa membawa teman-temannya, tidak ada artinya. Flora tetap tidak akan mendengarkan Citra.

Citra melangkah masuk kembali ke dalam kelas. Ia berdiri di depan kelas. Teman-temannya masih sibuk menyalin tugas. Bagaimana ini? Citra menimbang-nimbang, apa mereka akan mendengarkan Citra? Ah, bodoamatlah yang jelas Citra harus berjuang demi Flora.

"Guys!" Panggil Citra, semua orang pun menoleh ke arahnya.

"WOY BILANG PAK ERHAS TUGASNYA DIKUMPULIN BESOK. KITA PULANG CEPAT WOY!!" Pekikan Afram dari ambang pintu kelas mengaalihkan fokus semua orang dari Citra ke Afram. Mereka semua bersorak sorai, bahkan beberapa teman laki-laki Citra tengah melakukan selebrasi di depan kelas dan berjoget-joget. Ada pula yang naik di atas meja, membuka seragamnya, dan memutar-mutar seragam itu ke atas penuh kebahagiaan.

Alay? Tidak. Ini adalah sebuah keajaiban yang patut dirayakan berhubung Pak Erhas sama sekali tidak pernah menunda pengumpulan tugas. Selain itu, tugas yang diberikan oleh Pak Erhas selalu saja sulit. Hanya Farshad dan Ratih yang bisa mengerjakannya. Hari ini, Farshad tidak terlihat batang hidungnya, alhasil mereka semua menyontek Ratih. Biasanya, Farshad tak peduli bila tugasnya dilempar ke sana kemari untuk diconteki. Ia santai saja.

Bagi Citra, ini tidak lain adalah rencana Tuhan untuk mempermudah dirinya mencegat Flora. Ini kesempatan! Tidak datang dua kali. Citra harus bisa mengajak mereka semua.

"WEH!" Tegur Citra lagi. Semua kembali fokus pada Citra dan menghentikan selebrasi.

"Hari ini kita pulang cepat dan gak upacara karena guru pada rapat dan kakak kelas tryout." Mereka tambah bersorak lebih heboh lagi. Bahkan mungkin suara mereka bisa teedengar hingga ruangan guru.

Hear My VoiceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang