[25] Hurt

8.5K 347 22
                                    

25 :: Hurt

"Lucu ya aku mengharapkanmu dan kamu mengharapkannya?" -Larissa Claudya, cewek yang belum mau berhenti menyukainya.


-Just be Mine-

FABIAN benar-benar merasa bosan saat ini mendengarkan perbincangan keempat orang yang tengah berbincang seru dalam meja yang berisikan enam kursi.

Agatha tentu saja duduk di samping Jonathan, Harris di samping Nats. Sedangkan dirinya? Hanya ada kursi kosong di dekatnya. Berasa jones ya iya.

Perasaan cemburu sedari tadi membuncah pada relung hatinya melihat Nats yang tersenyum lebar karena gurauan Harris yang mendadak lebih ramah dan supel tak seperti biasanya yang terkesan dingin dan bodo amat. Apalagi melihat bagaimana cara adiknya itu membuat Nats kesal lalu detik selanjutnya tertawa geli.

Cukup tau saja gadis itu lebih bahagia bersisian dengan Harris daripada dengan dirinya. Tawa tak pudar sedari tadi dari wajah cantiknya, dan alasan Nats tertawa adalah Harris. Bukan lagi dirinya.

Gue rasanya pengen masuk ke dalam dunia imajinasi gue yang lebih indah dari pada nerima kenyataan kalo lo sekarang udah milik adek gue. Tapi tetap aja susah ngejalanin apa yang gampang diucapin asal lo tau, batin Fabian tersenyum getir.

"Oh ya Nats, Mama kamu masih sering ada schedule pemotretan gitu ngga ya?" Tanya Agatha.

Nats menelan makanan dalam mulutnya sebelum menjawab pertanyaan Agatha. "Euhm..ya udah ngga sesering dulu sih, Bun. Mama malah sekarang jadi managernya Nats sama Kakak Nats," ucapnya sambil tersenyum lebar.

"Sibuk dong ya?" Tanya Agatha lagi.

"Ya sibuk pastinya iya sih, Bun. Apalagi anaknya tiga bandel bandel semua," sahut Harris dengan nada santainya membuatnya meringis merasakan kakinya diinjak sepatu dengan hak lima belas senti milik Nats. "Aww..sakit anjir," bisik Harris.

"Kamu nih ada-ada aja, Ris." Agatha tak habis pikir dengan sikap Harris yang malam ini lebih santai dan sesekali mengajaknya bergurau membuatnya tersenyum lega.

Merasa dirinya di abaikan disini membuat Fabian menghela napasnya. "Euhm.. Fabian ke toilet dulu ya," ucap Fabian yang benar-benar jengah dengan obrolan memuakan ini.

Setelah mendapat anggukan Fabian lalu bangkit berdiri dan berjalan menjauh dari keempat orang itu, tapi bukannya melangkah kearah toilet anak laki-laki itu berjalan ke arah mobil jeep berwarna kuningnya yang terparkir di luar gedung. "Gue galau anjir!" ucapnya dengan kesal sambil mengacak rambutnya dengan frustasi.

Fabian lalu menghembuskan napas kasar, mengenyahkan perasaan kesal yang merayapi batinnya kini, menenangkan hatinya yang berdenyut sakit saat ini, meresapi pekat yang menggelayutinya. Mengingat Harris yang datang bersama Nats saja sudah membuatnya putus asa, jika gadis itu benar-benar menjalin hubungan dengan Harris.

Kemana saja dia selama ini hei?

Bunyi getaran ponselnya membuat Fabian meraih ponselnya dan beberapa chat nampak masuk kedalam benda pipih berwarna case hitam itu.

Cowok jangkung itu lalu mengetikan sederet kalimat pada aplikasi chatting itu pada chatroomnya dengan seseorang sambil berjalan.

Fokusnya terbelah antara layar handphonenya dan jalanan di hadapannya. Fabian mungkin tidak sadar kalau sederet kalimat yang ia kirimkan pada seseorang mampu membuat seseorang diseberang sana merasakan denyutan perih yang sama.

Just Be Mine Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang