[51] Dukungan Semesta

7K 344 27
                                    

51 :: Dukungan Semesta

"Aku benci mengakui jika aku sangat sulit untuk menanamkan rasa benci untuk dia." - Nats Lacrymoza.

"Gue hanya takut. Jika dia kehilangan di saat sedang memupuk asanya kembali. Gue juga takut gue gagal mempertahankan binar sendu menjauh dari dia." Harris Arlando Lazuardi.

"Gue ingin mendekat. Tapi dia sudah terlampau jauh untuk gue kejar." - Fabian Lazuardi.

"Gue capek selalu mengejar, Lo lari gue lari. Tapi kalau lo tetap berlari kencang. Gue menjauh, Fab." - Larrisa Claudya.

"Ada rasa hampa ketika tawanya menguar dengan tawa yang lain. Menjadi alasan bahagia seseorang yang berhasil merebut perhatiannya. Dan mulai sekarang aku harus terbiasa. Terbiasa dengan melupakannya. Melupakan seluruh asa yang pernah dia urai bersama. Aku ingin berhenti. Tapi cerita ini menolak untuk berheti dan mendesak untuk sampai akhir. Ya, aku masih menyimpan bayangmu dalam cerita ini." - Natchadiary, untuk dia.

HAYYOOO KOMEN YANG PANJANG BIAR BISA CEPAT UPDATE 😚😚

- Just be Mine-

HARRIS mendengus kesal. Cowok itu sedari tadi mengacak rambutnya dengan frustasi saking kesalnya. Iya, kesal dengan perlakuannya pada Nats satu minggu yang lalu. Amarahnya terlalu kental saat itu, hingga membuatnya tanpa sengaja melukai perasaan Nats. Lagi.

Sudah sejak satu minggu juga dia dan Nats menggantung tidak jelas. Antara lanjut atau tidak. Yang pasti seminggu juga dirinya jarang berpapasan dengan cewek itu. Entah dia yang sering bolos sekolah lagi atau Nats yang sengaja menghindarinya. Harris yakin dengan pilihan yang kedua.

Nats pasti sangat kecewa dengannya.

"Bego banget gue." ujarnya dengan nada frustasinya. Beberapa hari juga wajahnya terlihat sangat lelah dengan garis samar lingkaran hitam yang menggantung pada bagian bawah matanya. Kurang tidur.

Padahal baru saja hubungannya dengan Nats membaik. Kenapa juga harus berada di titik konflik lagi? Konflik yang sebenarnya Ia ciptakan sendiri. Iya kalau saja bukan karena emosinya yang sedang terpacu saat itu. Kenapa juga dia bisa menelan mentah-mentah beberapa lembar foto itu. Foto tentang kebersamaan Nats dan Gavin, dan beberapa dengan salah teman Nats yang Harris ketahui bernama Samudra.

"Bangsat!"

Sudah sedari tadi Harris mengumpat dengan segala ucapan kesalnya. Pelan, cowok itu lantas menolehkannya ke arah pintu kamarnya. Ketika seseorang memegang handle pintunya dan mendorong terbukanya pintu berwarna hitam itu. Seorang cowok jangkung menyembul dari balik pintu itu. Fabian—abangnya.

"Ngapain lo kesini!" Harris menatap kesal ke arah Fabian saat itu.

Fabian, cowok itu dengan santainya mengulas senyumannya seolah biasa saja, padahal dia baru saja masuk ke dalam kandang singa alias cari masalah dengan Harris yang sedang kacau begitu. "Emang ngga boleh ya main ke kamar adek sendiri?"

Tau sendiri Harris kalau lagi ngga marah saja sudah begitu ganasnya dengan Fabian. Apalagi jika dia sedang dalam titik kacau begini. Fabian benar-benar cari mati.

"Gue bukan adek lo. Keluar!"

"Masih aja ngeyel ya lo, Ris. Darah lo mengalir di darah gue gitu juga sebaliknya. Ngga inget lo pernah manggil gue 'Bang'. Dulu kan lo manggil gue gitu." Fabian memilih untuk duduk di kursi meja belajar Harris.

Just Be Mine Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang