[53] Kabut Masa Lalu

6K 296 45
                                    

53 :: Kabut Masa Lalu

"Aku takut binar bahagia mu meredup sendu jika aku pergi dari kamu." — Harris Arlando Lazuardi.

"Aku sayang kamu, apa itu bisa nahan buat kamu untuk pergi?" — Nats Lacrymoza.

"Aku suka tawa kamu. Tapi kamu sukanya berbagi tawa dengan dia. Aku suka hadirnya kamu. Tapi kamu suka hilangnya aku. Aku kesal dengan dia. Tapi kamu selalu memancing tawanya. Simplenya kamu suka dia, iya aku cukup tau. Rindu ku hanya rindu sendiri." — Natchadiary.

-Just be Mine-

MALAM detik jam terus bergerak seirama dengan langit yang meneteskan rintikan air ketika dia tertawa menggelitik malam yang sepi. Jam sudah menunjuk pada angka delapan ketika Arsya dan Damar berhasil membujuk Nats untuk di antar pulang.

Cewek itu sedari tadi tetep kekeuh untuk menunggui Harris disana. Mata cewek itu juga kelihatan sembab dan lelah saking khawatirnya dengan keadaan Harris yang sempat sampai di titik terlemahnya tadi. Jantung cowok itu berhenti berdetak selama beberapa detik tadi. Hampir saja dia menghilang dari bumi, tapi dia kembali.

Nats yang paling histeris sedari tadi dan baru bisa agak tenang ketika dokter tadi mengatakan jika Harris selamat walaupun cowok itu masih dalam keadaan koma. Tak mengapa, Nats sudah lumayan lega.

Cewek itu sedari tadi diam duduk di kursi samping kemudi, memandang ke arah jendela yang di penuhi dengan tetes-tetes air yang mengalir. Mengabaikan Damar yang duduk di jok belakang dan Arsya yang menyetir mobil. Pikirannya masih di penuhi oleh Harris.

"Nats mau makan dulu ngga?" tawar Arsya memecah suasana hening dalam mobilnya itu.

Cewek berambut cokelat gelap itu menoleh lantas menggeleng pelan. "Ngga usah, gue udah makan tadi."

"Tadi siang kan?" sahut Damar dari arah belakang. "Lo juga perlu makan kali, Nats. Jangan ikutan ambruk juga."

"Lagi ngga nafsu, Dam." Nats membalas dengan nada malasnya. Dia memang rasanya aneh berada di dalam mobil bertiga dengan Damar dan Arsya, tanpa Harris. Tidak biasa saja rasanya.

Biasanya juga Harris yang menyetir mobil dan Arsya yang selalu bergurau di jok belakang dengan tawa mereka yang tak ada habisnya. Sekarang? Mereka hanya di liputi hening.

Tidak ada Harris yang selalu melemparkan gombalan receh, teriakan Damar saat di ganggu Arsya, dan tawa Arsya yang meledak saat melihat wajah menggemaskan Damar saat mencebik kesal. Iya, Nats merasa kesepian tanpa hadirnya cowok itu.

Lihat, Ris. Aku kesepian, ngga ada kamu, ngga ada yang bisa aku timpukin lagi kalau aku ketawa gara-gara guyonan receh kamu. Ngga ada yang bisa bikin Arsya sama Damar ketawa lagi gara-gara ngeledekin kamu. Cepet bangun, Ris. Aku kangen kamu.

Begitu tulis Nats sehabis mengambil selembar kertas note berwarna biru lalu melipatnya menjadi burung origami. Entah yang keberapa.

Yang jelas semenjak Harris koma dia selalu menyempatkan menulis beberapa kalimat yang kemudian di balutnya dalam bentuk burung origami. Kata orang buat seribu burung origami bisa bikin keinginan kita terkabul. Nats tidak mempercayainya, tapi dia senang membuatnya akhir-akhir ini.

"Lo kangen Harris ya?" tanya Arsya kembali sembari menoleh ke arah Nats sekilas.

Cewek itu menganguk. "Iya," balasnya. "Gue hidupin lagu ya, sepi." ucapnya sembari memutar tape dalam mobil Arsya setelah mendaparkan anggukan dari kedua cowok itu.

Just Be Mine Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang