Chapter 15

2.9K 300 87
                                    


#AUTHOR

Pitcher berdiri di tengah lapangan basket. Memegang bola basket di tangan kanannya dengan matanya yang menatap tajam ke arah ring. Sedetik kemudian dia mulai berlari mendribble bola dengan susah payah dan melakukan lay up untuk memasukkan bolanya ke ring.

Ketika dia mendaratkan kakinya di tanah, rasa sakitnya luar biasa hingga dia jatuh terduduk di tanah.

Tapi dia tidak peduli. Dia bangkit kembali sambil terus berlari mendribble bola ke arah ring dan mencoba memasukkannya, namun usahanya selalu gagal.

"Aaaaaahhh!!!" Pitcher yang geram akhirnya melemparkan bolanya dengan keras ke tanah.

Pitcher mulai lemas. Seakan kakinya sudah tak bisa lagi menopang berat tubuhnya. Dia jatuh terduduk di tengah-tengah lapangan basket sambil merintih menahan sakit. Kaki kirinya mulai terlihat membengkak. Rasa sakitnya luar biasa. Tetapi itu pun tidak bisa mengalahkan rasa sakit di hatinya saat ini.

Hatinya hancur.

Lebih dari berkeping-keping.

Cintanya pada Arthit bertepuk sebelah tangan. Dia tau kenyataan itu sejak awal, tetapi rasanya masih tetap menyakitkan ketika mendengarnya sendiri dari mulut Arthit. Pitcher merasa hidupnya telah berakhir. Perjuangannya selama 11 tahun, mencari orang yang sama karena rasa cintanya yang tidak pernah bisa dia lupakan, akhirnya berakhir dengan sebuah kata penolakan.

Pitcher mulai menemukan tujuan hidupnya ketika Arthit meninggalkannya. Dia hidup, berjuang mati-matian, membentuk fisik dan mentalnya yang hampir membuat dia mati, berkelana di Bangkok tanpa sanak saudara yang mengenalnya, semua hanya demi satu nama. Arthit. Namun hidupnya seketika hancur begitu saja, dengan sebuah kenyataan bahwa Arthit tak mencintainya. Sejak awal Arthit tak pernah mencintainya.

"Maaf Na, tapi aku sangat mencintai Kongpob."

Kalimat itu terus terngiang di kepalanya.

"Seberapa banyak pun kesempatan yang ku berikan padamu... itu tidak akan pernah bisa menggoyahkan hati dan cintaku pada Kongpob."

Pitcher menghela nafas pelan. Dia duduk tertunduk. Memeluk lututnya erat sambil membenamkan wajahnya disana. Suaranya mulai tersekat. Rasa sesaknya sudah sampai di tenggorokan. Dia tidak bisa menahannya lagi, dan akhirnya, dia pun runtuh juga.

Selama ini dia selalu menganggap air mata menjadi sebuah kelemahan utamanya. Karena itu, dia selalu berusaha mati-matian untuk tidak menangis. Tapi kali ini berbeda. Dia membiarkan tubuhnya bereaksi akan perasaannya. Dia menangis. Meraung. Terisak. Berteriak sejadi-jadinya. Dia melepaskan emosinya disana, sendirian, di tengah lapangan basket yang sepi.

"Aku baik-baik saja.."

Bohong.

"Aku sangat lega..."

Sama sekali tidak.

Arthit adalah cinta pertamanya. Cinta pertamanya yang masih dia perjuangkan hingga beberapa menit yang lalu. Tentu tidak akan semudah itu baginya untuk melepaskan dan melupakan semuanya. Tapi dia harus melakukannya. Arthit telah bahagia bersama cintanya dan itu sisi baiknya. Harusnya dia merasa bahagia juga.

Tapi Pitcher hanyalah seorang manusia biasa yang punya perasaan. Mencintai orang yang tidak mencintai kita, tentu akan sangat berat rasanya. Tapi dia bisa apa? Bahkan sebuah kesempatan kecil pun dia tidak memilikinya. Dia sadar sepenuhnya, bahwa Arthit tidak akan pernah bisa mencintainya, dan itu sangat menyebalkan rasanya, ketika dengan terpaksa, dia harus menerima kenyataan tersebut.

Tidak semudah itu!

Tidak sesederhana itu!

"Pitcher? Kau sedang apa disini?"

NO REGRET, JUST LOVETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang