Sempat membuatku kaget bahwa yang membayar biaya rumah sakitku adalah Rey.
Aku penasaran dengannya apalagi ketika Sania bilang bahwa dia tau seluk beluk kehidupanku.
Aku harus mengikatnya dalam kontrak kerja denganku.
Agar semakin cepat identitas Deva kebongkar.
Persetan dengan papa.
Apapun yang terjadi dia harus dibawah naunganku."Hei nglamun aja" kata Sania mengagetkanku.
Aku tak menjawab perkataannya.
Saat ini aku berada dalam mobil menuju mansionku.
Setelah 15 menit berkutat dengan jalanan.
Akhirnya sampai juga."Masuk dulu San" kataku ke Sania.
Dia hendak angkat bicara dan dengan cepat aku mendahuluinya.
"Tak ada penolakan" kataku sembari membuka pintu mobil dan berjalan memasuki mansionku.
Terlihat bahwa Sania sangat kesal denganku.
Raut mukanya ditekuk, bibir dimonyongkan sambil menggerutu tak jelas.
Aku lebih memilih mengabaikan itu semua.
Aku berjalan menaiki tangga diikuti oleh Sania.
Kamarku pun sudah tertata rapi seperti semula.
Pisau-pisau ku pun sudah dikembalikan di laci mejaku.Sania yang melihat aku membuka laci mejaku yang penuh dengan bermacam-macam pisau bergidik ngeri.
"Lo seriusan Ar nyimpen pisau sebanyak itu" tanyanya dengan hati-hati.
"Kenapa, lo takut ?"
Sania menelan ludahnya dengan susah payah.
Keringat dingin bercucuran di sekitar pelipisnya.
Aku ingin menertawakannya, namun aku tahan.Sedikit bermain-main tak apa lah.
Aku mengambil salah satu pisau dan langsung melempar kearah poster yang berada tepat di sebelah kanannya Sania.Begitu pisau itu menancap tepat di bola mata dari gambar poster tersebut Sania semakin ketakutan dengan wajah yang sangat pucat dan seakan sulit untuk bergerak.
Tak lama kemudian Sania jatuh pingsan."Nyesel gue ngerjain dia" batinku.
Aku pun menyuruh sopirku untuk mengangkat Sania atas kasurku.
Sania pingsan selama hampir 1 jam.
Aku pun menungguinya di sofa yang ada di kamarku.
Setelah kesadarannya mulai kembali, aku langsung menghampirinya.
Dia masih terlihat sedikit pucat ketika melihat wajah datarku.
Aku menghembuskan nafasku dan duduk di pinggiran kasur.Aku menatap wajah Sania, tapi dia malah menundukkan kepalanya.
"Angkat kepala lo, gue ingin bicara" kataku datar.
Sania mengangkat kepalanya dengan perlahan.
"Gue ingin lo tinggal disini dengan gue"
"Hah ?"
"Apa pendengaran lo terganggu ?"
"Buu..bukan seperti itu Ar. Tapi kenapa ? Untuk apa ?"
"Turuti aja kemauan gue. Dan tak ada penolakan"
KAMU SEDANG MEMBACA
The Cold Girl (END)
Fanfiction"Larilah sejauh mungkin. Tapi perlu kau ingat, seekor singa tak akan melepaskan mangsanya begitu saja" -Ara- Kecelakaan yang terjadi pada usia 12 tahun membuat Ara kehilangan ingatannya pada seseorang yang penting dalam hidupnya. Di tahun yang sama...