25 - Lunch

6.3K 350 13
                                    

Semua telah kembali seperti semula.
Setelah kepulanganku dari Malang kemarin, aku sudah bekerja seperti biasa  begitu juga Sania dan Reynan.
Mengenai Reynan dan Sania, mereka lebih memilih kembali lagi di perumahannya.
Jadi tidak tinggal lagi bersamaku di mansion.

Meskipun harus ada perdebatan antara aku dan Reynan, akhirnya dimenangkan oleh Reynan.
Mau bagaimana lagi menurut perjanjian Reynan menjadi partnerku selama misiku berlangsung dan sekarang misi itu telah selesai.
Sekarang tinggal mencoba memulihkan ingatanku.

Aku enggan untuk bertanya pada mama dan papa, sudah dipastikan mereka akan mengalihkan pembicaraan ketika aku menyinggung hal itu.
Bahkan seakan mereka tak ingin aku mengingatnya.

Seperti saat ini aku telah berkutat dengan dokumen-dokumen sialan ini.
Perusahaan yang ku pegang beberapa minggu ini mengalami kenaikan, tentu saja aku senang akan hal ini.
Namun yang kurasakan sungguh hambar.
Karena semua ini berawal dari tuntutan dan aku tak bisa menolaknya lagi.
Entah sejak kapan aku menjadi begitu peduli dengan pekerjaan papa.

Tanpa ku sadari waktu menunjukkan jam makan siang.
Sania dan Dinda yang datang keruanganku untuk mengajak makan siang bersama.

"Yuk Ar" ajak Sania dan hanya kubalas dengan anggukan kepala.

"Dimana Reynan ?" tanyaku kemudian.

"Kak Rey masih di ruangannya, dia masih ingin menyelesaikan pekerjaannya. Eh, tapi dia tadi bilang katanya kesibukannya itu membantunya buat cepat melupakannya masalahnya" jelas Sania.

"Mbak, emangnya ada masalah apa sih ?

"Tak ada apa-apa Din" jawabku.

"Ih, mbak ingin berubah jadi cewek-cewek yang haus akan kepekaan yang kalo ditanya jawabnya gak papa" sungut Dinda.

Aku hanya tersenyum mendengar keluhan Dinda.

"Yaelah Din, bagaimanapun juga atasan lo itu juga cewek normal. Itu tandanya dia emang lagi butuh kepekaan dari seseorang. Kak Rey misalnya." tambah Sania.

Aku menatap tajam pada Sania, sedangkan yang ditatap hanya nyengir tanpa dosa.
Bahkan Dinda sudah tertawa terbahak-bahak.

Tapi hatiku merasa tak tenang mengenai Reynan. Makan siang pun rasanya hambar.
Aku memutuskan untuk menyudahi makan siangku bersama Sania dan Dinda.

Sebelum aku pergi aku meminta Dinda untuk mengkosongkan jadwalku selama 2 jam kedepan.
Sedangkan Sania yang mengerti akan tingkahku hanya menatapku sambil manaik turunkan alisnya.
Fix, hari ini aku menerima banyak bulian dari Sania.

Aku berjalan menuju ruangan Reynan, banyak karyawan yang berlalu lalang bahkan tak lupa juga dia menyapaku dan itu semua hanya ku balas dengan senyuman tipis.

Sampai di depan ruangan Reynan, aku pun mengetuknya terlebih dahulu lalu  masuk.
Terlihat dia sangat terkejut.

"Bu Ara ? Ada yang bisa saya bantu ?" tanya Reynan menggunakan bahasa yang formal.

"Apa yang kau lakukan ?"

"Hah, saya sedang mengerjakan laporan bulanan bu"

"Jam berapa sekarang ?"

"12.45 bu"

"Tau sekarang waktunya apa ?"

"Saya tau bu"

"Ikut saya sekarang dan tak ada penolakan"

Reynan mengikutiku dengan lesu.
Bagaimana mungkin dia mengerjakan laporan bulanan padahal ini belum akhir bulan.
Aku hanya menggelengkan kepalaku mendengar alasan yang dilontarkan Reynan.

The Cold Girl (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang