29 - Axelio (2)

4.8K 276 63
                                    

Ara pov

Setelah insiden kembalinya ingatanku, aku langsung dibawa ke mansion oleh Sania dan Reynan.
Dalam perjalanan Reynan hanya diam sedangkan Sania dengan cerewetnya bertanya bagaimana mungkin bisa terjadi dan apa saja yang ku ingat.
Namun semua pertanyaan Sania tak ada satupun yang ku jawab karna pikiranku hanya tertuju pada Axel.
Dimana dia ? Bagaimana keadaannya ? Aku merindukan kakak semata wayangku.

"Ar, lo kog diam aja sih. Gue ngomong dari tadi lo gak nyaut sama sekali" kata Sania menghancurkan imajinasiku.

"Diam dulu San, jangan banyak bertanya. Ara juga perlu merilekskan pikirannya terlebih dahulu"

Mendengar nasehat Reynan, Sania langsung diam.
Aku memang tak begitu memperdulikan pertanyaan Sania.

Tanpa basa-basi lagi, aku menghubungi mama.
Tak membutuhkan waktu lama mama pun langsung mengangkatnya.

"Hallo Ar, ada apa nak ?"
"Dimana Axel ?"
"Axel ?"
"Jawab ma, apa pertanyaanku sulit ?"
"Nak, dengarkan mama dulu..."
"Apa yang harus ku dengarkan ?"
"Maafkan mama nak"

Aku langsung memutuskan sambungan telfonnya karna menurutku mama terlalu basa-basi.

Sampai di mansion aku berjalan tergesa-gesa menuju kamarku untuk mengambil kunci mobil Audiku dan langsung menyambar jaketku.

"Ar, mau kemana kau ?" tanya Reynan.

"Untuk beberapa hari ini, aku akan pulang di rumah mama sambil menunggu kedatangannya, jadi aku minta kalian berdua menghandle perusahaan dan mansion ini. Aku tetap datang kekantor tapi hanya mengecek saja. Aku pergi"

"Tapi Ar..."

"Aku tak suka dibantah San"

Setelah mengatakan itu aku langsung pergi meninggalkan Reynan dan Sania yang terbengong.

Aku melajukan mobilku dengan kecepatan rata-rata, bahkan tanpa kusadari air mataku mengalir dengan sendirinya.
Aku merindukukan sosok kakakku.
Sampai akhirnya ketika aku sampai di rumah mama, aku meneliti satu per satu tempat yang pernah jadi kenangan antara aku dan Axel.

Mulai halaman depan, taman yang penuh dengan bunga lily hingga ayunan yang dulu sering aku gunakan dengan Axel.

"Mengapa mama dan papa membohongi ku ?" Batinku.

Aku memasuki rumah yang dulu pernah aku tinggali.
Harapan yang dulu tercipta untuk selalu bersama membentuk keluarga yang harmonis telah hancur karna adanya keegoisan.
Penyesalan itu telah memenuhi ruang hatiku, rasa bersalah terus menghantuiku hingga keinginan untuk melenyapkan diri sendiri itu sempat terlintas dalam pikiranku.

Dengan air mata yang terus mengalir, aku menapaki selangkah demi selangkah setiap sudut ruangan.
Hingga aku berhenti di ruangan yang tak pernah kubuka bahkan gagang pintu itu tak pernah ku sentuh setelah sekian lama.
Mama selalu melarang keras aku mendekati ruangan itu.
Dan saat ini yang kuingat ruangan itu adalah kamar Axel yang dulu pernah ditempatinya.

Bau pengap dan debu menyeruak di indra penciumanku.
Kamar ini sangat lama tak gunakan.
Spring bed berukuran king size terlihat usang dan berdebu.
Foto-foto yang berbingkai itu sudah sangat buram.

Aku mengambil satu persatu foto itu

Aku mengambil satu persatu foto itu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
The Cold Girl (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang