16. SAKIT

1.6K 135 4
                                    

Pagi hari Raya terbangun dan sudah mendapati Reva duduk disisi ranjangnya. Reva menjaganya semalaman.

Raya merasakan pusing yang amat sangat. Demamnya belum juga turun. Reva begitu khawatir, ia berkali-kali menatap sahabatnya yang membalasnya dengan tatapan kosong saat mengganti kompres di keningnyaa. Beberapa kali Raya bersin.

Bayangan Aris dan wanita itu berseliweran di kepala Raya. Rasanya kepalanya kian berat. 

Tuhan, kenapa bayangan itu juga tak hilang dari ingata gue? 

Reva menggenggam tangan Raya, "Lo kenapa Ray?"

Raya diam.

"Lo gak harus cerita sekarang Ray.  Lo hanya butuh kosongkan pikiran lo, buat diri lo nyaman and happy biar cepet pulih dan  gak jadi sakit. Okay?" 

Reva menepuk bahu sahabatnya dan beranjak pergi. "Kamu gak usah berangkat kuliah, ntar gue ijinin. "

"Rev. . ." Panggil Raya.

"Ya."

"Bisa tolong lo ambilin hape gue?"

Reva turun dari tempat tidur, mengambil hape di meja.

"Ni. . ."

"Thanks Ya." Raya sibuk menuliskan sesuatu membiarkan saja Reva dalam kebingungannya. 

_ Bang Bill, sory Raya gak bisa ke studio. Lg gak enak badan. _  send to Billy Pro.FM

Reva hanya diam memperhatikan. Begitu pula ketika ponsel Raya bergetar. 

Sebuah pesan balasan dr Billy.

_Ok Ray. Kamu istirahat aja. Jgn lupa minum obat. Perlu abang antar kedokter. 😉?_

Billy mengirimkan pesan demikian karena ia tahu Raya sendirian di Kos. Dani sudah kembali ke Bandung setelah mengisi acara pelatihan beberapa hari lalu.

Raya tersenyum dan membalas pesan.
_gak usah Bang. Thanks. Skali lagi maaf gak bisa ikut pelatihan dan mengacaukan acara_

Raya meletakkan ponselnya. Getaran berikutnya, ia tahu pasti itu dari Billy yang pasti bilang 

–gakpapa bla-bla.....-  yang intinya akan memaksanya agar mau diantar ke dokter-.  (= Idih Raya mah ge er amat......).

Tuhan, kenapa bayangan Aris dan wanita itu gak mau menjauh? 
Bahkan kian terpampang nyata didepan mata. Apa salah gue, Ris? Apa kurangnya gue? Kamu jahat!

 

Pusing dikepalanya belum juga terurai, kini dadanya kembali sesak dan terasa nyeri. Matanya kembali berair.

Ray kamu kuat, kamu gak boleh cengeng! Masih gak cukup air mata lo kuras semalam???

Reva yang melihat perubahan ekspresi Raya tampak panik dan mendekat, lalu memeluk Raya saat melihat ada tetesan air keluar dari pelupuk matanya. 

Bukannya lebih tenang, Raya justru terisak. 
Punggung Reva basah oleh air mata Raya.

"Kalo menangis bisa membuat lo lega, menangislah Ray." Reva mengelus punggung Raya. 

Beberapa menit, isakan Raya mulai mereda, air matanya mulai berhenti mengalir. Reva melepaskan pelukannya melihat mata sayu itu sembab.

"Udah lebih lega?" Reva menggenggam tangan Raya.

"Kalo gitu lo cuci muka - trus tidur. Biar pas bangun, mata lo gak bengkak."

Reva menatap Raya menyimpul senyum. 

Siapa takut Jatuh CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang