26. We Could be in Love

1.8K 157 10
                                    


Suara-suara di sekitar belukar dan hutan yang rimbun tak jauh dari gubuk mengusik kesadaran Mondy. Tapi matanya yang kurang tidur sulit sekali untuk dibuka.

"Syukurlah!" Suara itu terdengar jelas mengagetkan Mondy hingga matanya langsung terbuka. 3 orang laki-laki sudah berdiri dihadapannya.

Mondy yakin sedang bermimpi.

Ia kembali memejamkan mata, kembali mengusap lembut kepala Raya agar tak terbangun.

Mereka harus mengumpulkan cukup tenaga. Ia merasa mimpi, hingga salah seorang diantaranya memegang pundak dan menariknya. Sementara yang lain menarik tubuh Raya dari pangkuannya.

"Tidak! Jangan ambil Raya! Ray. . . Jangan ikut dia. Tetaplah bersamaku. Aku yang akan menjagamu. Jangan. . . Jangan bawa Raya! " suaranya tertahan dikerongkongan, hingga yang terdengar racauan tak jelas.

Sekuat tenaga Mondy menarik tangan Raya tapi semakin jauh. . . .

"Mas, bangun Mas, " suara laki-laki dengan kasar mengguncang tubuh Mondy.

Mondy terkejut dan seketika membelalakan mata. Melihat 2 orang berbaju loreng di depanya begitu nyata dan ini bukan mimpinya.

Raya yang sedari tadi tidur di pangkuanya sudah beralih ke pangkuan Billy yang duduk disisi gubuk lainya.

"Alhamdulillah. . . . Bapak-bapak, Bang Billy terima kasih. " ucap Mondy tersenyum bahagia.

Mondy membuka penuh matanya lalu menyalami Pak Danu dan pak Tomy.
Raya mulai menggeliat dan melenguh. Mungkin karena ia tidak lagi merasa nyaman. 😁😁

Segera Mondy berpaling ke Billy.

"Raya sakit Bang. Kakinya terluka. Tubuhnya demam tinggi dan lemas. Dia juga tidak makan dari kemarin, hanya makan sedikit Roti, itupun di muntahkan lagi. " jelas Mondy.

*****

Dua wanita di dua tempat yang berbeda sedang serius memperbincangkan sesuatu. Sekan itu sebuah rahasia mereka hanya berbisik-bisik di tempat tersembunyi tepatnya di belukat belakang tenda cewek.

"Din, kira-kira Raya dan Mondy bakal ditemukan gak?" Tanya Dewi.

Nadin mengangkat bahu lalu menjawab singkat, "Semoga." ucapnya tanpa berharap.

"Lo tau gak?" Nadin menatap Dewi, mendekatkan wajahnya, melihat sekitar dan berbisik.

"Semalam Bang Billy gak pulang karena mencari Raya. Dan sampai detik ini belum ada kabar."

"Cari Mondy juga?" Dewi ikut berbisik.

"Yaelah.... tujuannya paling cuma nyari Raya. Emang kalian semua yakin mereka... mm maksudku Raya dan Mondy sedang bersama sekarang?"

Nadin mendongakkan wajahnya sebelum melanjuntukan, "Belum tentu kan? Lo ingat kan, arah kepergian Raya dan Mondy berbeda. Menurut gue akan sangat sulit mereka bisa bersama. Lagi pula....."

Nadin menutup mulutnya tepat di daun telinga Dewi,
"Lo inget saat sebelum kita kembali, lo bilang lihat Raya di pinggir tebing Lalu menghilang dan kita hanya mendengar tereakan Raya. Gue yakin dia terperosok dan jatuh dari tebing akan susah untuk naik kembali setidak-tidaknya memakan waktu." Dewi bergidik sedikit takut, membalas bisikan Nadin.

"Bukannya lo yang nyuruh menjauhkan Raya biar gak bisa dekat Mondy. Lo juga yang nyuruh Raya liat pemandangan dari tebing lalu kita tinggalkan. Biar gak ikut camp?"

Ia menghela nafas melihat sekeliling. "Kalo sampai Raya tahu, selamat dan kembali. Apalgi Billy sampe tahu mampus lah kita!"

Nadin sempat membaca dan memiliki copy draft kontrak kerja Raya dari Nadia. Salah satu pasal yang bisa membatalkan kontrak jika Raya tidak ikut rangkaian kegiatan pelatihan sebelum menjadi penyiar di Pro FM. Salah satunya training camp. Dengan jadwal siaran yang mepet, bila kontrak Raya di putus, dia adalah satu-satunya orang yang berkesempatan besar menggantikannya. Ingat mencari pengganti penyiar akan amat susah.

Siapa takut Jatuh CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang