67. IMAMKU

1.5K 140 17
                                    


Mobil mereka segera melaju perlahan dan berhenti dipintu gerbang. Mondy berbicara sebentar pada satpam rumahnya.

Raya tidak mendengar pembicaraan mereka karena asik menatap keluar dari kaca samping. Ia masih malu pada dirinya sendiri yang sempat berburuk sangka pada Mondy.

Raya juga sedang memikirkan  cara untuk meminta maaf pada Ayah Wira dan mamanya Mondy nanti.

Sepanjang perjalanan mereka saling diam.

Raya beberapa kali melirik Mondy yang fokus menyetir, dan berusaha membelalakkan mata. Ia tahu Mondy pasti mengantuk dan kelelahan. Acara pernikahan mamanya dengan om Wira tentu menguras energi dan pikirannya sejak beberapa terakhir dan puncaknya hari ini.

Perasaan bersalah mulai menghantui Raya.

Jalanan yang lengang pada jam tengah malam membuat perjalanan mereka terasa lebih cepat.
Raya sebenarnya ingin mengucapkan maaf dan mengajak bicara Mondy untuk sekedar mengalihkan kantuknya, tapi ia masih gengsi dan ragu.

Raya langsung turun begitu mereka sampai.
Ia memang sudah tak sabar ingin menghempaskan tubuh penatnya di kasur.
Emang Mondy aja yang ngantuk?

“Makasih ya Mon. Kamu pulangnya ati-ati. Jangan ngebut!” Raya melempar senyum, menepuk lembut lengan kiri Mondy dan dibalas anggukan singkat Mondy sambil mengerjapkan mata perlahan.

Ia mempercepat langkah dan segera masuk ke dalam rumah, mengunci pintu dan berlari ke kamarnya. Usai meletakkan tas di meja, melepas kasar sepatunya, dan melempar jaketnya asal, ia langsung ambruk di kasur dalam posisi tengkurap. Kurang dari 2 menit, ia sudah terlelap, bahkan sebelum menyentuh doraemon kesayanganya.

*****

Raya merasa baru tidur sejenak tapi sudah terusik oleh suara berisik dan beberapa guncangan kasar di lengannya. Mau tak mau ia membuka mata perlahan dan merubah posisi tidurnya.
Ia baru sadar semalam ia bahkan tidur masih dalam posisi tengkurap.
Pantas aja pegel semua nih!

“Berisik amat sih lo!”

Raya membalikan badan, menyipitkan mata, karena matanya masih terlalu berat untuk dibuka.

“Ray.... BANGUN! Ray.... Raya!” Suara berisik itu kembali mengganggunya.

“Jam berapa sih Rev! Sumpah gue masih ngantuk. Baru tidur bentar lo udah bang....”

JAM TUJUH!” teriak Reva tepat di telinganya.

Raya terbelalak dan langsung terduduk.

“HAH! Kok alarm gue gak bunyi! Gue ada kuis Pak Burhan....Gue Belum subuhan....” panik Raya langsung terbelalak. Matanya membuka sempurna karena terpaksa.

Pandangannya tertuju ke sekeliling yang masih cukup gelap. Ia menoleh ke jam dinding.
Jam setengah enam kurang sepuluh.

Ia membuang nafas, mengesah kesal merasa dikerjai Reva.
Kalaupun ingin membangunkannya untuk shalat subuh, itu cara yang amat kelewatan. Bukankah alarmnya pun sebentar lagi bunyi?

Raya menatap Reva penuh murka.
Buru-buru Reva mengacungkan 2 jarinya.

“GUE MASIH NGANTUK REVA!!!!!!!!!!! CAPEK, KURANG TIDUR!” Teriaknya.

Reva menutup telinganya.

“Berisik lo!” Protes Reva. “Siapa suruh tidur gak konci pintu? Lagian niat gue baik, bangunin lo biar gak kalah sama ayam yang sudah subuhan!”

Raya mengepalkan tangan, gemas. Hampir saja ia tonjokkan ke Wajah polos Reva yang terkekeh.

“Ntar Lo boleh terusin lagi Ray!” Reva bangkit dari kasur Raya.

Siapa takut Jatuh CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang