53. COBALAH MENGERTI

1.4K 137 9
                                    


Anis keluar dari kamar Mondy, dan diam-diam seorang laki-laki mengikutinya hingga keluar lift di basement.

Laki-laki itu menarik tangannya,
"Aku antar..." ucap laki-laki itu dan segera melepas pegangan tangannya dan dengan pelan mengucap sorry.

"Wira? Ngapain kamu buntutin aku?" tanya Anis masih setengah kaget.

"Aku antar, sekalian ada yang perlu aku bicarakan perihal Mondy." katanya datar lalu pergi mengambil mobilnya yang terpakir tak jauh dari tempat mereka.

"Kalo kamu mau ceramahin aku tentang Mondy. Gak Perlu! harusnya aku yang marah sama kamu! Kenapa tak hubungi aku? Pasti kamu yang meracuni Mondy biar tak mengabari aku kan? Biar kamu bisa terus dekat dengannya? Biar kamu bebas meracuni pikirannya?" ketus Anis setelah mereka berdua berada di dalam mobil.

Wira hanya diam konsentrasi menyetir.

"Kenapa diam! Karena semua yang aku bilang benar kan? Kalo gitu turunkan aku di sini! Lebih aman kalo aku pakai taksi!" gertak Anis.

Wira tak bergeming tak juga menghentikan mobilnya.
"Sudah? Sudah puas marahnya?" tanyanya kemudian.

Anis diam mengatur nafas dan gejolak di dalam dirinya. Sejak dulu Wira memang tak pernah berubah, dia selalu cool dan pandai mengontrol emosinya. Itu yang membuatnya selalu nyaman berasa disisinya.... Argh.... Anis segera menepis perasaannya aneh yang mendadak kembali datang.

"Pertama, " Wira melirik Anis yang sudah lebih tenang dan sedikit manyun atu lebih tepatnya pura-pura manyun.
"Aku tak meracuni Mondy. Kalo aku racuni dia sudah wassalam dari kemarin."

Anis diam, memang ia merasa tuduhannya tadi mengada-ada.
"Kedua, Mondy yang meminta aku tak hubungi kamu. Ketiga, Aku masih sanggup mengurus Mondy. Keempat, rupanya ada bidadari yang dikirim Tuhan untuk membantuku hingga Mondy pulih lebih cepat dan maaf aku sampai lupa mengabarimu. Maaf.

Kelima, aku rasa kamu perlu mengurangi kesibukanmu agar lebih memperhatikan Mondy. Sebanyak apa pun pekerjaan kamu, semua bisa diatur kalo kamu punya kemauan. Dan... Agar kamu tidak suuzan lagi dan parno takut kehilangan Mondy. Keenam...."

Wira tak melanjutkan ucapannya. Ia melirik ke arah Anis yang tampak mencermati ucapannya dan sedang merenung. Merasa ada yang memandangnya, Anis pun menoleh. "ke enam?"

"ke enam?" Hm... Wira menarik nafas panjang.
"Terimakasih sudah memberi kesempatan aku mengantar kamu pulang dan mendengarkan aku. It's sweety to see you again.." Wira mengedipkan mata genit.

Anis tersenyum lalu membuang muka, menatap ke arah luar berharap ketersipuannya tak dilihat oleh Wira.

"O iya. Bidadari yang dikirim Tuhan? Maksudnya?"Anis kembali menatap Wira.

Wira tersenyum, pancingannya berhasil. Kemarin Ia menangkap keseriusan Mondy pada Raya. Dan Mondy belum pernah sekalipun menceritakan perihal Raya pada mamanya karena kesibukan sang mama yang super duper padat.

"Kamu belum tahu, anakmu sedang kasmaran?" tanya Wira.

"Pada Alicia?" Anis mengernyitkan kening.

Wira menggeleng. "Ya, pasti bukanlah. Kelihatannya mereka sudah putus lama kan? Mala pernah telpon meminta aku untuk menasehati Mondy agar memaafkan anaknya....agar mau balikan lagi dengan anaknya, dan itu sudah  setengah tahun lalu."

"Apa karena patah hati dan galau Mondy bisa sakit seperti ini?" tanya Anis.

Wira memperpelan laju mobilnya, sengaja agar bisa punya kesempatan lebih lama bercerita pada Anis.

"Mondy tak jauh beda sama kamu, Nis. Ini semua karena kesibukannya yang ekstra. Dia ambil semua job, tak sebanding kemampuan fisiknya. Sepertinya ia ingin membuktikan padamu bahwa ia juga tak kalah denganmu. atau.... Ia justru ingin menggantikan posisi tulang punggung keluarga, dan berharap kamu tak sesibuk sekarang lagi." Wira mengarang, sebenarnya ia pun tak tahu alasan Mondy jadi workaholic.

Siapa takut Jatuh CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang