58. PENGAKUAN

1.2K 128 11
                                    


Begitu tiba di jakarta, Billy langsung mengantarkan Raya pulang ke kosan.

"Makasih ya Bang. Tapi Raya ngantuk, capek. Raya langsung masuk ya?" ucapnya datar dan segera melangkah ke dalam, tapi Billy menahannya dengan menarik tangannya.

"Tunggu Ray! Bang Billy mau ngomong sebentar."

Mereka berdua berjalan ke arah bangku di teras.
Raya malas-malasan mengikuti kemauan Billy.

"Raya marah sama Bang Billy?" tanya Billy
Raya diam tak menatap Billy.

"Raya kesal sama Bang Billy?" tanya Billy lagi.
Raya masih diam menunduk.

"Raya benci Bang Billy?"
Raya masih diam menunduk.

Billy menarik kasar wajah Raya, memaksanya untuk menatap matanya.

"Liat mata aku Ray! Sekarang kamu jawab! KAMU MARAH, KESAL, DAN BENCI SAMA AKU?" Billy sedikit menggertak.

Raya menggeleng pelan.
Billy masih menahan lengan dan dagu Raya agar tetap menatapnya.

"Katakan apa salah aku Ray?" tanya Billy lirih.

Raya diam menunduk dan kembali menggeleng.

"Kamu Marah, kesal, dan benci sama aku. Iya aku tahu itu!" Billy bangkit dengan menahan emosi, "Sekarang kamu bilang apa salah aku Ray. BILANG!" Billy memaksa Raya bicara dengan mengguncang tubuh Raya melalui kedua lengannya yang dipegang kuat tangan Billy.

"BILANG RAY!" gertak Billy lagi, menghempaskan tubuh Raya.
Raya kaget! Tubuhnya sempat terhuyung. Nafasnya terengah-engah.
Ia merasa takut melihat mata merah Billy. Billy benar-benar marah padanya.
Raya pun sadar, ia sudah keterlaluan seminggu terakhir. Ia bahkan menganggap Billy tak ada. Raya salah.

Raya tak menemukan kata yang tepat untuk menjawab semua pertanyaan Billy sehingga ia memilih untuk diam.

Ia begitu takut dan gugup. Tubuhnya mulai gemeteran.
Billy tersadar dan melepas cengkeraman tangannya.

Mata Raya berkaca, melihat perubahan ekspresi Billy yang terduduk lemah di tanah. Ia bingung.

-Ray ingat pesan Dani, ingat kata Mondy, tetap bersikap baiklah pada Billy. Bukankah dalam hal ini dia tidak melakukan kesalahan apa pun?-

Raya memejamkan mata mengingat semuanya, bukankah ia sudah siap dan sudah pasrah, kemana nasib membawanya?

Raya mengingat kembali perkataan Mondy dimalam terakhir ditempat yang sama dengan dia duduk saat ini.

"Jika kita yakin dan percaya semua akan menemukan jalannya...."

"Raya gak mungkin bisa marah, kesal apalagi benci sama Bang Billy..." lirih Raya. Ia menarik lengan Billy, memintanya untuk berdiri mensejajarkan diri dengannya.

"Raya marah pada diri Raya sendiri Bang." lanjut nya.

"Apa semuanya karena lamaran aku?" lirih Billy menengadah menatap Raya.

Raya menarik nafas panjang dan memejamkan mata.
Dan itu sudah cukup menjadi jawaban.

"Ray, aku gak ada maksud memaksa kamu. Aku hanya ingin tunjukkan dan buktikan keseriusan aku sama kamu. Aku sayang kamu, kamu orang terpenting dalam hidup aku."

Siapa takut Jatuh CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang