24. I'M SURVIVE

2K 168 17
                                    


Sinar fajar yang menyusup melalui sela-sela pepohonan menerpa wajah Mondy, terasa hangat.

Kelopak matanya segera bereaksi, mengerjap lalu perlahan-lahan terbuka.

Sementara Raya? Ah, bahkan wajah Raya tak mampu ditembus oleh sang mentari karena tenggelam di dada Mondy, tertutup rapat, terlindung lengan kekar Mondy dan helaian rambut panjangnya.

Mondy mengerjapkan mata merespon kilatan cahaya sekaligus memulihkan kesadarannya secara penuh.

Perlahan ia gerakkan lengan kananya mengambil tas ransel bantalnya dan menggeser posisi lengan kirinya yang menjadi bantal Raya menggantikannya dengan tas ransel tersebut.

Alhamdulillah... sudah pagi Ray.  

Mondy merapikan helaian rambut Raya, memperhatikan wajah pucat yang tenang di depannya, lalu mengecup sekilas kening Raya sebulum bangkit dari sana.

(--Duh dah kayak laki bini aja nih?-- cie...cie 😘😘😘😘😘😘😘)

"Ya Tuhan!" pekiknya tertahan terbungkam oleh tangannya. Ia tidak ingin mengusik lelap gadis di depannya.

Betapa bodohnya gue, tak menyadari bahwa hawa hangat yang gue rasa semenjak pagi buta tadi berasal dari tubuh raya yang demam tinggi.

Sekali lagi ia memastikan menyentuh kening dan pipi Raya dengan punggung tangannya. "Aw...demam lo tinggi sekali Ray?" bisiknya amat pelan.

Mondy pun bangkit dari gubuk itu. "Gue harus lakuin sesuatu...." 

Kekhawatiran terpancar jelas di wajahnya.

Atau jangan-jangan Raya pingsan dan bukan tidur? atau koma? Seharusnya dengan panas segitu dia gak mungkin bisa dengan tenangnya tidur. Mondy khawatir.

Ia kembali ke gubuk mendekat pada tubuh Raya untuk memastikan. Diletakkan kedua jemarinya di depan hidung Raya. Ia masih merasakan udara hangat dari hidungnya meski amat sangat pelan.

"Syukurlah....masih bernafas. Alhamdulillah. Pokoknya lo gak boleh mati di sini Ray.... nggak....nggak boleh!" gumamnya. "Jangan tinggalin gue Ray? Gue nggak mau berjuang sendirian!"

(---maksudnya apa Mon? 😰😰--)
 

Mondy bergegas ke mata air melakukan segala keperluan, mengisi botol air minumnya dengan air dari sana, buang air, membersihkan diri dan melakukan shalat shubuh, kali ini tanpa mengenakan sarung yang masih menjadi selimut Raya.

Ya Allah... hamba mohon tolong beri kekuatan pada Raya. Jangan kau ambil dia sekarang. Pliss ya Allah. Jujur entah mengapa hamba sangat menyayangi nya. Entah sejak kapan? Hamba mohon ampun atas apa yang telah kami lakukan semalam ya Allah.

Hamba panik. Tak seharusnya hamba bersentuhan dengan wanita yang bukan muhrim. Engkau tahu hamba hanya ingin membuat Raya .....

Hamba hanya bermaksud menolong Raya..... setidaknya salah satu tujuannya itu hehe.... Terimakasih ya Allah.. Engkau telah menjaga kami semalaman. Melindungi kami dari godaan syaitan...

Pliss ya Allah bangunkan Raya, hamba ingin melihat muka ketusnya, wajah menggemaskannya, dan kepolosannya. Hamba sudah sangat rindu ya Allah....  Curhat Mondy dalam doanya, tentu saja tanpa suara.

"Aamiin." Mondy menangkupkan ke dua tangan pada wajahnya.

"Ih, barusan Gue doa apa sih," gumamnya keki.

Segera ia bangkit dari tempat itu, melihat ke arah Raya yang tak juga bergerak. Tapi samar-samar ia mulai mendengar suara erangan pelan.

"Raya..." tereaknya langsung berhambur ke gubuk mendekati Raya.

Siapa takut Jatuh CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang